Lihat ke Halaman Asli

Ketika "Jas Merah" Soekarno Hadir di Tanah Piramida

Diperbarui: 1 Maret 2019   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isa Prana Hamidi (Kiri) Doktor Husam Ismail (Kanan)

Pada musim panas kali ini Bayt Assinary, rumah budaya dan peradaban Mesir kembali mengadakan Dauroh (pelatihan) yang berjudul "Dauroh Atsaqofah Al-Islamiyyah".

Dauroh ini selalu diadakan 2 kali dalam setahun-nya, tujuan diadakanya Dauroh ini untuk mengenalkan kembali kepada generasi muda sejarah zaman dahulu dan peninggalanya yang dapat dijumpai pada zaman sekarang, serta fase fase perkembangan Islam dan cemerlangnya peradaban manusia pada zaman dahulu, agar generasi muda juga ikut berpartisipasi dalam menjaga Turats (Warisan) dari leluhur yang sudah dibangun dan mereka ingin generasi sesudahnya mengetahui dan menjaganya.

Bayt Assinary terletak dijalan Port Said di depan Masjid Sayyidah Zaenab, Kairo, Mesir. Rumah ini adalah rumah peninggalan zaman Dinasti Utsmaniyyah yang dialih fungsikan untuk tempat belajar Masyarakat umum.

Yang lebih menariknya Dauroh yang kualitasnya sangat terjamin dengan staf pengajar yang diundang untuk mengisinya adalah Profesor serta Doktor yang sangat berkompeten dan menguasai materi yang dibawakanya, tidak menarik biaya sepersen-pun.

Sebutlah pada pertemuan pertama pada hari Minggu (3/2/19), kuliah umum dengan judul "Al-Imarat Al-Islamiyyah wa Mansya'at Eddiniyyah" yang menjelaskan pada kesempatan ini adalah Dr. Husam Ed-din Ismail,guru besar bidang peninggalan kuno di Universitas Ayn Syams, juga sebagai staff di "Ministry of Antiquities" Kementrian Purbaka

Pada pertemuan kemarin beliau sangat rampung menjelaskan bagaimana fase-fase berkembangnya bangunan Islam, seperti Masjid, benteng, Hamamat, Bimaristan (rumah sakit) dan Ma'zanah (Menara untu muazzin untuk mengumandangkan azan). Dengan teori yang sangat dikemas secara simple dan pembawaan yang sangat santai membuat para pendengar yang hadir mampu menangkap hal-hal baru yang belum diketahui sebelumnya.

Yang lebih seru, panitia menyediakan Q&A antara pengajar dan pendengar/pelajarnya. Ada kejadian yang menarik ketika salah satu penanya ngotot dalam mempertahankan statementnya, Doktor tetap senyum dan ramah dalam menghadapinya. Inilah salah satu sikap seseorang yang berilmu menurut saya, semakin tinggi Ilmunya semakin tidak sombong dengan pengetahuanya.

Dalam suatu pertemuan atau pembelajaran tentu tak lepas dari feedback atau hal yang didapatkan, bisa di artikan sebagai take and give (memberi dan mendapatkan sesuatu) ketika pelajar memberikan waktunya ia akan mendapatkan hasilnya.

Kami dikejutkan ketika Eman Essam (seorang Staf Bayt Assinary) mengapresiasi kedatangan kami para mahasiswa asing. Ia sangat senang dan bangga kepada kami yang masih terbilang muda hendak melangkahkan kaki dan dibawa pemikiranya kembali pada sejarah sejarah yang tidak semua orang hendak menghadiri kesempatan ini, apalagi notabenya kami bukan orang Arab asli, tentu perlu usaha agar bisa faham dalam kuliah umum yang diadakan pada tahun ini.

Menutup tulisan saya tentang pengalaman ini, saya jadi teringat pada pidato pak Soekarno "JAS Merah". Pidato yang menunjukkan pentingnya peran sejarah bagi sebuah bangsa. Bisa dibilang jika manusia tidak pernah mengenal sejarah ia akan kembali berperang dan meledakkan kembali Dunia ini.

Jikalau ia tidak mempelajari dan mengingatnya, ia akan melakukannya terus menerus. Interpretasi dari Jas Merah tidak hanya bisa di temui di negara kampung halaman kita, tetapi begitu juga di tempat ini yang jauhnya beribu-ribu kilometer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline