Lihat ke Halaman Asli

Harmonisasi dalam Tradisi Wayang Kulit

Diperbarui: 6 Agustus 2024   19:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wayang Kulit merupakan kesenian tradisional yang lahir, hidup, tumbuh dan berkembang khususnya pada masyarakat Jawa. Lebih dari sekedar tontonan, wayang dulunya merupakan sarana untuk merenungi roh spiritual para dewa. Istilah "wayang" sendiri berasal dari kata "ma Hyang" yang berarti menuju spiritualitas Yang Maha Kuasa. Diperkirakan wayang mulai dikenal dan berkembang di nusantara sejak tahun 1500 SM sebagai bagian dari sebuah ritual. Nenek moyang kita percaya bahwa itu adalah jiwa atau roh orang mati masih hidup dan mampu menolong orang yang masih hidup.

Makhluk halus tersebut diberi penghormatan dengan nama "hyang" atau "dahyang", yang muncul dalam bentuk patung atau gambar. Di sinilah pertunjukan wayang berperan, meskipun selalu disajikan dalam bentuk yang sederhana. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa "wayang" berasal dari teknik pertunjukan yang mengandalkan bayangan pada layar. Wayang terus berkembang dari masa ke masa, wayang juga menjadi sarana informasi, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filosofi dan hiburan. Oleh karena itu, wayang dinilai mempunyai nilai yang sangat berharga dalam membentuk karakter dan jati diri bangsa dan peradaban Indonesia.

Setiap bagian dalam pertunjukan wayang kulit mempunyai simbol dan makna filosofisYang terkuat. Selain itu, dari segi isi cerita wayang selalu mengajarkan budi pekerti luhur, cinta kasih, dan saling menghargai, serta terkadang memperkenalkan kritik sosial dan peran humor melalui adegan goro-goro. Seiring berkembangnya zaman, fungsi wayang sebagai sarana penghormatan terhadap roh nenek moyang pun ikut berkembang. Pada masa Hindu-Buddha di Indonesia, cerita Ramayana dan Mahabarata berkembang pesat dengan bertambahnya tokoh-tokoh cerita yang tumbuh dalam budaya masyarakat setempat. Wayang bukan hanya sekedar warisan budaya nenek moyang kita, namun juga mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia.

Boneka berfungsi sebagai alat pendidikan, khususnya bagi generasi muda. Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa wayang mempunyai karakter berbeda-beda yang menawarkan pilihan ketika menghadapi permasalahan hidup. Kehadiran wayang juga mampu menghibur masyarakat karena pertunjukan wayang diiringi dengan suara gamelan. Melihat keistimewaan tersebut, tidak heran jika wayang menjadi pertunjukan favorit penonton pada tahun 1945 hingga tahun 1970-an. Seiring berjalannya waktu, segala sesuatu dalam kehidupan manusia telah mengalami perubahan dan perkembangan, mulai dari teknologi, transportasi, dan budaya. Meskipun perkembangan zaman yang semakin maju memberikan banyak manfaat, namun tidak dapat dipungkiri juga membawa dampak negatif.

Salah satunya adalah budaya wayang mulai dilupakan dan kewalahan dengan budaya baru. Generasi muda menganggap menonton atau bermain wayang sudah ketinggalan zaman. Hal ini menimbulkan rasa malu karena dicap sebagai budaya kuno dan bukan bagian dari kemanusiaan modern, padahal wayang merupakan budaya Indonesia yang harus kita lestarikan.Wayang Indonesia mempunyai berbagai macam jenis, mulai dari Beber, Purwa, Modern hingga Maska, bahkan wayang ini pun terbagi lagi dalam banyak jenis lainnya. Banyak sekali jenis-jenis wayang yang menambah kekayaan budaya Indonesia, namun hanya sedikit dari kita yang mengetahui tentang jenis-jenis wayang tersebut.

Suatu seni pertunjukan wayang biasanya didukung oleh banyak pendukung pertunjukannya. Dalang bertindak sebagai sutradara,pembawa acara dan juga memerankan seluruh gerak tokoh wayang yang ditampilkan. Dalam pementasannya, wayang dibantu oleh Juru Kawih yang berperan sebagai penyanyi pengiring pertunjukan wayang. Selain itu, dalang dibantu secara khusus oleh seorang asisten bernama Condoli yang berperan sebagai asisten dengan memegang dan menarik wayang yang diperlukan oleh dalang dan menyimpannya agar pergantian tokoh yang dimainkan pada setiap adegan berjalan lancar. Pertunjukan wayang juga diiringi dengan irama musik gamelan yang terdiri dari seperangkat alat musik antara lain: rebab,gendang, saron, bonang, gambang perkusi, penerus, jenggalong dan goong. Seni pertunjukan wayang diawali dengan narasi dalang mengenai gambar atau tema awal yang akan disajikan dalam pertunjukannya.

Kemudian dilanjutkan dengan dialog antar tokoh wayang yang dibawakan oleh wayang. Ada tiga persoalan utama yang memudahkan generasi muda meninggalkan wayang, yaitu persoalan bahasa daerah, lamanya pertunjukan, dan tersedianya hiburan lainnya. Permasalahan bahasa daerah tersebut terkait dengan penggunaan bahasa Jawa dalam pertunjukan wayang, sehingga banyak generasi muda yang sulit memahami pesan cerita yang disampaikan oleh wayang tersebut. Hal ini tidak hanya berlaku bagi generasi muda yang berasal dari luar Pulau Jawa, namun generasi muda Pulau Jawa juga banyak yang belum memahaminya. Permasalahan yang kedua adalah lamanya pertunjukan wayang yang biasanya berlangsung sepanjang malam yang berarti durasinya terlalu lama dan terlalu lama.

Itulah sebabnya wayang semakin banyak dilupakan karena durasinya yang terlalu panjang dan masyarakat cepat bosan. Permasalahan ketiga adalah keberadaan hiburan lain yang sangat kompleks, baik itu gawai, jejaring sosial, televisi, atau penambahan tempat bersantai dengan Wi-Fi gratis. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat saat ini tidak bisa lepas dari gawai dan media sosialnya. Dari sana, masyarakat bisa lebih cepat mempelajari budaya-budaya di luar Indonesia, K-pop atau budaya barat merupakan salah satu jenis budaya yang banyak ditiru oleh generasi kita. Itu bagus, tapi itu tidak meninggalkan kita mudah menghafal lagu dan juga pandai menirukan tarian budaya luar, namun tidak mengenal lagu daerah dan kurang memahami tarian Indonesia.

Atas dasar itu, perlu dilakukan upaya agar wayang tidak semakin dilupakan, bahkan dibuang. Jika dicermati, solusi permasalahan bahasa daerah adalah generasi muda harus sadar bahwa penggunaan bahasa daerah tidak selamanya kuno dan memalukan. Kita harus mampu beradaptasi antara penggunaan bahasa daerah, bahasa Indonesia baku maupun bahasa asing, agar kita menjadi generasi yang fleksibel mengikuti perkembangan zaman. Supaya memahami bahasa daerah, kita bisa belajar dari orang tua, guru di sekolah, buku atau internet. Kita akan lebih mudah mempelajari bahasa daerah karena infrastruktur pendukungnya lebih banyak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline