Lihat ke Halaman Asli

Minat Baca Rendah Jangan Jadi Bangsa Tong Kosong Nyaring Bunyinya

Diperbarui: 3 Februari 2023   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sering menjadi penghalang tumbuh dan berkembangnya minat baca. Media digital dan elektronik telah berhasil menarik perhatian kebanyakan anak Indonesia yang secara langsung dan tidak langsung memicu aktivitas keseharian mereka lebih terkonsentrasi pada pemanfaatan media tersebut. Bahkan media telah mengambil alih peran orang tua dalam mengembangkan kepribadian anak. 

Hal ini sejalan dengan pandangan Yaumi (2008) yang mengatakan bahwa anak yang hidup di perkotaan memiliki kebiasaan nonton televisi dan bermain video game, playstation, dan Internet yang rasionya 19 kali berbanding 1 kali berbicara dengan orang tua. 

Selain itu, transformasi budaya lisan (percakapan) ke budaya tulisan di kalangan masyarakat secara umum masih dalam tahap transisi, karena kecenderungan menerima informasi melalui percakapan atau disebut bahasa lisan kenyataannya lebih mendominasi dari minat dan kebiasaan membaca di kalangan siswa dan masyarakat. Sehingga kebiasaan membaca dan menulis masih belum berkembang dengan baik (Konsultan Perpustakaan, 2010).

Selanjutnya, sebagian besar orang Indonesia belum sampai pada tahap menjadikan kegiatan membaca sebagai kebutuhan yang mendasar (Kartika, 2010). Padahal membaca sangat perlu. Dengan membaca seseorang dapat memperluas wawasan dan pandangannya, dapat menambah dan membentuk sikap hidup yang baik, sebagai hiburan serta menambah ilmu pengetahuan, dengan membaca ibarat dapat membuka "jendela dunia". Dengan membaca dapat dihindari sikap picik dan fanatisme yang negatif. Dengan demikian kualitas pendidikan di Indonesia masih menghadapi masalah dan bahkan ada indikasi keburaman.

Keburaman yang dimaksud dapat dilihat dari hasil survei World Competitiveness Year Book dari 55 negara yang disurvei kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan yang ke 53. Dampak dari kualitas pendidikan yang rendah ini mempengaruhi Human Development Index (HDI), dari 177 negara HDI Indonesia berada pada urutan ke-107. Kualitas pendidikan di Indonesia yang rendah, ternyata dipengaruhi oleh minat baca siswa yang rendah. Menurut International Association for Evaluation of Educational Achievement (IAEEA) minat baca anak-anak Indonesia selevel dengan Selandia Baru dan Afrika Selatan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya minat baca ini adalah terbatasnya jumlah perpustakaan sekolah. Dari 200 ribu sekolah dasar di Indonesia cuma 20 ribu yang memiliki perpustakaan standar, sebanyak 70 ribu SLTP cuma 36% yang memenuhi standar. Untuk SMU, cuma 54% yang memiliki perpustakaan standar. Dapat disimpulkan bahwa perpustakaan sekolah selama ini belum dijadikan sebagai salah satu hal yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pengelolaan perpsutakaan sekolah masih pula tertumpu pada anggaran yang diberikan oleh pemerintah. 

Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara terbawah dengan angka melek huruf (literasi) terendah. Menurut survei PISA 2019 Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara. Pada saat yang sama, UNESCO menyatakan bahwa indeks minat baca masyarakat Indonesia adalah 0,001 yang artinya hanya 1 orang dari setiap 1.000 penduduk Indonesia yang gemar membaca. Data di atas menunjukkan bahwa literasi masih menjadi masalah yang perlu ditangani di Indonesia. Padahal buku memainkan peran vital dalam kehidupan manusia.

 Fakta lainnya adalah 60 juta orang Indonesia memiliki gawai, atau jumlah pemilik gawai terbanyak kelima di dunia. Lembaga riset digital marketing Emarketer memprediksi pada tahun 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia akan melebihi 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia menjadi negara keempat di dunia dengan jumlah pengguna aktif smartphone setelah China, India, dan Amerika. Ironisnya, meski minat baca buku rendah, data sosial Januari 2017 menunjukkan bahwa orang Indonesia bisa melihat layar gawai sekitar 9 jam sehari. Pantas saja orang Indonesia menduduki peringkat kelima dunia di media sosial. Hal tersebut juga menjadikan banyak orang Indonesia yang cerewet (banyak bicara) di media sosial.

Jakarta adalah kota yang paling banyak bicara di dunia maya karena akun Twitter dari ibu kota Indonesia ini memiliki aktivitas tweet terbanyak per hari dibandingkan dengan Tokyo dan New York. Laporan ini didasarkan pada penelitian Semiocast, sebuah lembaga independen yang berbasis di Paris. Salah satu yang menakjubkan adalah warga Jakarta paling bersemangat berkicau dengan segala macam pertanyaan, lebih dari 10 juta tweet per hari. Tokyo menempati urutan kedua dalam daftar kota paling aktif di Twitter di dunia. Di bawah Tokyo, ada warna Twitter di London, New York, dan Sao Paulo yang juga senang berbagi cerita.

Oleh Sebab itu, membaca buku sangat penting untuk kita semua agar mengurangi angka kebodohan di negara Indonesia. Hindarilah sifat kemalasan dan jadilah pribadi yang ingin selalu berusaha membaca buku sedikit demi sedikit untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi negara yang lebih maju lagi. Minat membaca itu adalah sumber motivasi kuat bagi seseorang untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Jadi membaca itu sangat penting untuk pengembangan diri yang harus senantiasa selalu di asah. Selain itu membaca juga harus ada kesadaran dari diri sendiri karena membaca bukan untuk orang lain tapi untuk dirinya sendiri.

Mungkin karena bukan termasuk salah satu hobi atau kegemarannya, rakyat indonesia memandang bahwa membaca itu hal yang biasa. Seharusnya rakyat Indonesia juga harus berpikir cerdas tentang dampaknya membaca. Banyak hal keuntungan membaca salah satunya adalah kita tidak ketinggalan info yang sedang hangat di perbincangkan. Mungkin salah satu alasan tidak membaca adalah kekurangan buku. Oleh sebab itu saran saya buat lah perpustakaan yang mempunyai beragam macam tentang buku, agar si pembacanya tidak merasa bosan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline