Bulan Ramadan seharunya menjadi bulan yang penuh berkah dan kedamaian. Namun di akhir pekan lalu suasana kedamaian berubah menjadi kegaduhan di industri telekomunikasi Indonesia. Pasalnya tim marketing Indosat Ooredoo memunculkan aktivitas pemasaran tarif Rp 1/detik dilakukan di luar Jawa dengan mencatut nama operator lain, Telkomsel, sebagai pembandingnya.
Kegiatan marketing Indosat Ooredoo tak hanya sampai disitu saja. Tim pemasaran Indosat Ooredoo juga menyebarluaskan kegiatan marketing tersebut melalui media sosial dengan memasang foto-foto aktivitas tersebut. Alhasil kegiatan yang dilakukan oleh Indosat Ooredoo membuat Telkomsel meradang.
Sejak industri telekomunikasi ada dan persaingan bisnis semakin meruncing, baru kali ini aktivitas marketing operator selular menyebut nama operator. Biasanya persaingan merebut hati pelanggan dilakukan dengan cara yang sangat santun. Paling banter hanya dilakukan dengan menggunakan warna yang identik dengan opertor tersebut. Namun kali ini yang dilakukan oleh Indosat Ooredoo terbilang sangat berani dengan menyebutkan nama Telkomsel secara fulgar.
Bahkan di internal Indosat beredar surat elektronik dari Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli, yang ‘membakar’ semangat seluruh karyawan Indosat untuk berjuang memenangkan persaingan bisnis telekomunikasi dengan penguasa pasar selular.
Kepada rekan-rekan media Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli membenarkan adanya aktivitas marketing tersebut. Menurutnya aktivitas marketing tersebut dilakukan di luar Jawa.
Bahkan di surat elektronik Alexander Rusli yang beredar dikalangan media menyebutkan bahwa aktivitas marketing yang dilakukan tersebut mengedepankan fakta-fakta keuntungan yang di dapat pelanggan dari produk Indosat.
Menanggapi ‘perang’ marketing yang dilakukan Indosat, Deva Rachman, Group Head Corporate Communications Indosat Ooredoo juga menjelaskan bahwa saat ini persaingan industri telekomunikasi khususnya selular sudah semakin sengit. Bahkan Deva menjelaskan kepada rekan-rekan media bahwa persaingan usaha telekomunikasi di luar Jawa terbilang tak sehat lagi.
Menurut Deva pasar di luar Jawa, saat ini dikuasai oleh satu penyelenggara yang menguasai lebih dari 80% pasar telekomunikasi. Lebih lanjut juru bicara Indosat Ooredoo ini menjelaskan bahwa di dalam UU tentang persaingan usaha, jika terjadi penguasaan pasar lebih dari 50%, maka patut dianggap telah terjadi praktek monopoli sehingga negara harus hadir untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
Deva menjelaskan, bahwa reksi yang dilakukan Indosat Ooredoo juga merupakan bentuk dari aksi yang dilakukan oleh Telkomsel. Menurutnya Banyak produk-produk Indosat diborong di pasar oleh pihak kompetitor. Bahkan Deva mengklaim outlet-outlet yang menjual produk Indosat banyak mendapatkan ancaman oleh pihak kompetitor dan diminta agar tidak menjual kartu perdana. Yang harus diingat adalah Indonesia adalah negara hukum dan semua kegiatan yang mengarah ke tindak pidana harus diselesaikan dalam koridor hukum bukan cara barbarian.
Meskipun Indosat telah memberikan penjelasan, namun sebagai masyarakat juga harus mengkritisi setiap pernyataan yang keluar dari mereka. Bukannya kita setuju dengan tingkah laku Indosat dan juga bukan kita menganggap semua yang dikeluarkan Telkomsel benar adanya.
Dalam hal ancaman dan kartu perdana yang diborong oleh pihak kompetitor, bisa jadi klaim yang dilontarkan Deva benar adanya. Namun jika ancaman tersebut memang benar adanya, seharunya pihak Indosat Ooredoo bisa melaporkan kepada pihak terkait seperti Polisi dan Kominfo. Bahkan jika ancaman benar-benar dilakukan oleh kompetitor, seharusnya Indosat bisa melaporkan hal tersebut ke pihak polisi untuk ditindaklanjuti sebagai perbuatan pidana.