[caption caption="Akan Dikenakan Cukai (Dokpri)"][/caption]Satu lagi kebijakan yang berpotensi mengurangi pertumbuhan ekonomi nasional dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan. Dalam pengajuan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2016, Kementrian Keuangan mengusulkan agar makanan dan minuman yang menggunakan kemasan plastik dikenakan cukai.
Kepada rekan-rekan media Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kebijakan tersebut ditujukan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Diharapkan dengan diberlakukannya cukai untuk kemasan makanan minuman yang berasal dari plastik, akan mengurangi dampak negatif bagi lingkungan. Rencananya pemerintah akan mematok cukai antara Rp 200 hingga Rp 500 untuk makanan minuman yang menggunakan kemasan berbahan plastik.
Seorang pengusaha menuturkan, kebijakan pengenaan cukai bagi makanan minuman dengan kemasan plastik merupakan bukti tak piawainya Menteri Keuangan dalam mencari pendapatan negara untuk menambal tekor-nya APBN 2016. “Memang beberapa negara telah memberlakukan cukai bagi makanan dan minuman yang menggunakan kemasan plastik. Namun jumlahnya sangat kecil,”tutur pengusaha tersebut.
Sang pengusaha tersebut menambahkan jika Kementrian Keuangan tetap ‘ngotot’ memberlakukan cukai bagi makanan dan minuman yang menggunakan kemasan plastik, akan membawa dampak negatif bagi perekonomian nasional. Pengenaan cukai tersebut akan langsung berdampak kepada konsumen.
Tentu saja rencana kebijakan Kementrian Keuangan ini tak sedap didengar. Masalahnya sekarang ini ekonomi Indonesia menuju pelemahan. Padahal ekonomi Indonesia pada Desember 2015 sempat rebound. Saat ini tingkat kepercayaan pelaku usaha sekarang mulai memudar. Mereka mulai timbul lagi keraguan atas upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Jokowi.
Cukai Dipakai Untuk Mendapatkan PNBP
Memang sekilas rencana pemerintah untuk mengenakan cukai bagi makanan minuman yang mengunakan plastik terbilang bagus. Alasannya adalah untuk mengurangi dampak lingkungan yang timbul akibat penggunaan plastik pada kemasan makanan dan minuman. Spiritnya sama seperti mengenakan cukai pada rokok dan minuman keras.
Namun cukai yang dikenakan tersebut tidak dipergunakan untuk pencegahan penggunaan serta mengobati masyarakat yang terdampak rokok atau minuman keras. Seharunya filosofi dari pengenaan cukai adalah untuk membatasi orang tak menggunakan rokok atau minuman keras. Bahkan cukai tersebut oleh Menteri Keuangan dijadikan pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Ironisnya jumlah PNBP untuk cukai rokok dan minuman keras jumlahnya setiap tahun digenjot naik.
Pada awal tahun 2016, Kementrian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menaikan tarif cukai rokok rata-rata 11,19%. Hingga akhir tahun 2016 mendatang penerimaan cukai dari rokok diperkirakan menyentuh Rp 139 triliun.
Ini artinya perusahaan rokok diminta untuk menaikan produksi agar target pendapatan negara naik. Namun disisi yang lain pemerintah tak peduli kesehatan bagi masyarakat baik itu pengguna maupun yang terdampak oleh asap rokok. Kementrian Keuangan hanya peduli pada PNBP yang harus didapatkan.