Lihat ke Halaman Asli

Manusia dan Kebenaran: Panggilan untuk Berfilsafat

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Suatu ketika, seorang wartawan menuliskan judul beritanya demikian “Setengah Anggota DPR adalah Koruptor”. Lantas, anggota DPR yang membaca berita itu segera meminta sang wartawan untuk mengganti judul tersebut. Sang wartawan pun menggantinya dengan “Setengah anggota DPR tidak Korupsi”. Apa yang berbeda? Bukankah sama saja? Penalarannya mungkin terletak pada metode pendekatan yang digunakan.

Perbincangan mengenai 4×6apakah sama dengan 6×4  menghiasi halaman kompasiana dalam beberapa hari terakhir. Banyak orang memberi komentardengan menyumbangkan pengalaman, pendapat dan pikiran masing-masing menyangkut persoalan ini. Mulai dari para ahli, praktisi pendidikan hingga para orang tua. Banyak komentar yang muncul, ada yang membela dan ada juga yang mempersalahkan sang guru dengan berbagai rumus penalaran yang ada. Secara tidak langsung, perbincangan hangat ini telah mengajak kita semua untuk berfilsafat. Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk membagikan buah pikiran mengenai apa itu filsafat dan bagaimana berfilsafat.

Jika kita berbicara mengenai filsafat, ada banyak pendapat muncul dan mengemuka dalam pembicaraan. Ada yang mengatakan bahwa filsafat itu merupakan sebuah pembicaraan yang sulit dan abstrak, elit dan mahal, tidak membumi/ mengawang-awang dan sekedar bersilat lidah saja. Ada juga yang mengatakan bahwa filsafat itu hanyalah sepenggal motto dan pandangan hidup saja. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa berfilsafat itu merupakan upaya mencari kucing hitam dalam karung di sebuah kamar gelap dan kucing itu pun tidak ada. Semua pemahaman yang ada ini sungguh tidak mampu menjelaskan pengertian dan makna filsafat yang sebenarnya.

Apa sebenarnya arti filsafat itu? Secaraetimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani: Philein (cinta) dan sophia (kebijaksanaan). Dengan demikian, filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Pythagoras, seorang filsuf Yunani menyebutkan bahwa para filsuf itu merupakan orang-orang yang mencintai kebijaksanaan.

Sesungguhnya, filsafat merupakan pengetahuan tentang segala sesuatu, thinking about thinking, refleksi kritis dan sistematis mengenai segala sesuatu menyangkut aspeknya yang terdalam yang diusahakan dengan kekuatan rasio insani. Dengan demikian, objek materialnya adalah segala sesuatu sejauh bisa dipikirkan. Sementara itu, objek formalnya adalah segala sesuatu sejauh menyangkut aspeknya yang terdalam dan penyebab yang terakhir.Metode dalam berfilsafat adalah refleksi/merenung secara rasional.

Berbicara mengenai filsafat berarti kita berbicara mengenai sikap.Sikap yang dibicarakan adalah sikap dalam berhadapan dengan realitas. Sikap-sikap itu tampak dalam pola pikir yang kritis dan serius, mendasar dan mendalam, open-minded, dialogis (vs fanatisme buta), rasional, refleksif, menggugat dan mengganggu, mempertanyakan yang dianggap lazim (diri sendiri, kebiasaan, kemapanan, kekuasaan, dll). Pada intinya, filsafat itu berusaha mencari yang benar. Dengan demikian tidak asal mempertanyakan.

Filsafat mulai ketika manusia menghadapi kenyataan dengan akalnya. Rasa heran atas segala sesuatu melahirkan pertanyaan-pertanyaan mendasar, yang menuntut jawaban yang tidak didasarkan pada kepercayaan, otoritas, dan tradisi, tetapi yang bisa dipertanggungjawabkan secara rasional. Sesuatu dinyatakan benar jika sesuai dengan kenyataan. Perhitungan 4x6 bisa saja sama dengan 6x4; namun bisa juga salah. Itu semua tergantung dari metode pendekatan yang digunakan. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan. (Ps Riswanto Halawa)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline