Lihat ke Halaman Asli

PSP Watch

Kalo kagak mampu mendirikan perusahaan, terus kenapa saham orang lain lu jual-jualin?

IHSG - Jelek Itu Mutlak, Ganteng Itu Relatif

Diperbarui: 20 April 2022   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: idx.co.id

Pepatah mengatakan "jelek itu mutlak, ganteng itu relative".  Artinya perusahaan boleh rugi, tapi ruginya jangan mutlak. Sebab kalau sudah mutlak, jalan keluarnya harus dioperasi pelastik. Kalau masih bersifat relative, mungkin dengan doa-doa yang cukup, beban yang jelek masih dapat dipulihkan kembali.

Emiten yang kondisi ruginya mutlak salah dua-nya adalah;

(1) $GOTO adalah emiten yang kinerjanya jelek tapi mutlak. Sebab kalau GOTO berenti bakar duit atau beban pemasarannya = nihil, emiten ini tetap akan rugi. Hal ini karena beban umum dan adminsitrasi, dimana jumlah beban gaji mencapai (31 Jul 2021) sebesar Rp. 4,12 triliun, jumlah tersebut lebih besar dari pendapatannya sebesar Rp. 2,52 triliun.

(2) $BBKP, kerugian 2 tahun berturu-turut (2020 dan 2021) disebabkan oleh tingginya beban umum dan administarasi (CLK 33) dan beban gaji dan tunjangan karyawan (CLK 34).

Misalnya pada tahun 2021 = 1,86 triliun + 1,11 triliun = Rp. 2,96 triliun. Sekarang kita bandingkan dengan pendapatan bunga bersih dan Operasional lainnya sebesar = 829,5 miliar + 151,2 miliar = 980,7 miliar. Akibatnya BBKP akan selalu rugi, karena pendapatannya tidak cukup untuk bayar beban umum dan administrasi dan beban gaji karyawan.

Maka kerugian pada BPKP adalah mutlak, tidak dapat berdalih rugi karena "kenaikan pencadangan penurunan nilai (CKPN)", sebab jika CKPN dianggap sama dengan 0, secara teoritis BBKP tetap akan rugi sebesar = rugi saat ini + CKPN = -2,3 triliun + 1,05 triliun = - Rp. 1,25 triliun. Oleh karen itu kerugian BBKP adalah mutlak.

Adapun emiten yang kondisi ruginya "relative"; salah satunya adalah $PNBS yang melaporkan rugi sebesar Rp. 818,1 miliar. Misalnya berkat doa-doa yang "syariah" terkabulkan, mungkin saja CKPN yang telah dicadangkan (Rp. 1,05 triliun) menjadi nihil, jika semua nasabah peminjamnya sukses membayar Kembali utang-nya kepada PNBS, akibatnya PNBS tidak perlu membentuk pencadangan CKPN alias terpulihkan, sehingga PNBS akan kembali menjadi untung sebesar = -818,1 miliar + 1,05 = Rp. 227,8 miliar.

Kenapa PNBS kerugian masih bersifat relative? Sebab beban usahanya (yaitu untuk beban umum dan gaji) sebesar Rp. 208,2 miliar, masih lebih rendah daripada pendapatannya sebesar = Rp. 730 miliar -- 350,8 miliar + 56 miliar = Rp. 435,2 miliar. Sehingga secara teoritis PNBS masih mampu menghasilkan laba kotor sebelum pajak dan sebelum CKPN sebesar = 435,2 miliar -- 208,2 miliar = Rp. 227 Miliar.

Semoga program restrukturisasi besar-besaran yang sedang dilakukan oleh BBKP, yaitu melakukan pengurangan jumlah pegawai dan jumlah kantor dapat berjalan efektif dan efisien sesuai rencana. Sehingga dapat menurunkan "beban umum dan administarasi" dan "beban gaji dan tunjangan karyawan", dan CKPN dapat dipulihkan pada masa yang akan datang.

Sedangkan perbaikan kondisi keuangan pada GOTO, mungkin sudah terlanjur akut, karena duit terlanjur dibakar, seandainya saja tidak ada bakar-bakaran duit-pun tetap saja rugi, no point of return.

Demikian semoga terhibur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline