Sebagus apapun suatu bisnis, kalau tidak pandai menagih utang, maka hanya tinggal menunggu waktu saja, dari prospek menjadi keyok...
Contoh HKMU total piutang dagang tahun 2019 Rp. 438,3 miliar. Jika dibandingkan dengan laba bersih tahun 2019 sebesar Rp. 89,3 miliar, maka rasio piutang terhadap laba = 4,9 kali lipat lebih banyak. Karena sesuatu hal, perusahaan tidak dapat menagih utang kepada pelanggannya, maka terpaksa piutang dagangnya dianggap macet, pada tahun 2021 total utang yang dianggap macet sebesar Rp. 177,7 miliar.
TELE total piutang dagang tahun 2018 sebesar Rp. 3,13 triliun. Jika dibandingkan dengan laba bersih tahun 2018 sebesar Rp. 444,3 miliar, maka rasio piutang terhadap laba = 7 kali lipat lebih banyak. Karena perusahaan tidak mampu menagih lagi terpaksa piutang dagangnya dihapuskan pada tahun 2020 sebesar Rp. 2,72 triliun.
WIRG total piutang dagangper 31 July 2021 sebesar Rp. 127,2 miliar. Jika dibandingkan dengan laba bersih per 31 July 2021 yang disetahunkan = Rp. 14,8 miliar, maka rasio piutang dagang terhadap laba = 8,6 kali lipat lebih banyak.
Kalau HKMU yang rasio piutang dagang berbanding laba cuman 4,9 kali lipat dari laba, dan TELE sebesar 7 kali lipat dari laba, kemudian piutang dagang tersebut berubah menjadi macet, lalu bagaimana dengan nasib WIRG yang memiliki rasio piutang dagang yang jauh lebih besar = 8,6 kali lipat dari laba.
Apalah lagi dari total piutang dagang WIRG sebesar Rp. 127,2 miliar didalamnya terdapat piutang dagang yang umurnya lebih dari 120 hari sebesar Rp. 73,2 miliar atau 58%. Ngeri.....
Mungkin pertanyaan anda, manakah yang lebih baik antara banyak utang dagang atau banyak piutang dagang. Jawabnya sama jeleknya, sebab perusahaan banyak utang dagang karena RUGI, dan perusahaan banyak piutang dagang memang karena laba, tetapi labanya masih dinikmati oleh pelanggan.
Jangan coba-coba berspekulasi dengan piutang, sebab sifat piutang, yang ditagih lebih galak daripada yang nagih.
Prospektus WIRG : https://idx.co.id/media/10922/13_wirg-prospektus-ipo-2022.pdf