Lihat ke Halaman Asli

PSP Watch

Kalo kagak mampu mendirikan perusahaan, terus kenapa saham orang lain lu jual-jualin?

#WEGE - Kisah tentang Mengelola Duit

Diperbarui: 12 April 2022   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pribadi

WEGE melaporkan laba bersih tahun berjalan 2021, mengalami kenaikan Rp. 60 miliar atau naik 38% dibandingkan dengan tahun 2020. Sayangnya kenaikan tersebut tidak membuat cash emiten berubah menjadi lebih baik. Bahkan sebaliknya, cash balance tahun 2021, malahan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2020, turun sebanyak Rp. 40,1 miliar.

Penyebab utamanya adalah laba bersih tahun berjalan 2021, telah digunakan untuk kebutuhan modal kerja, yang dihitung sebagai berikut:
Cash profit = Laba bersih tahun berjalan + beban non cash -- laba non cash
Laba bersih = Rp. 216,4 miliar
Laba non cash = kenaikan property investasi (CLK 16) = Rp. 4,3 miliar
Beban non cash antara lain;
Beban penyusutan aset tetap (CLK 18) = Rp. 45,5 miliar
Beban penyusutan aset kerja sama operasi (CLK 17) = Rp. 31,2 miliar.
Total beban non cash = 45,5 miliar + 31,2 miliar = Rp. 76,8 miliar
Sehingga;

Cash profit = 216,4 miliar + 76,8 miliar -- 4,3 miliar = Rp. 288,9 miliar.

CFO = Rp. 103,3 miliar; tetapi dalam perhitungan CFO, pendapatan Bunga (Rp. 29,5 miliar) dan beban bunga (Rp. 56,8 miliar) tidak dikelompokan sebagai bagian dari aktifitas Operasional. Jika pendapatan bunga dan beban bunga dikelompokan menjadi bagian dari aktifitas Operasional, maka CFO setelah direvisi menjadi;

CFO = 103,3 miliar -- 56,8 miliar + 29,5 miliar = Rp. 76,5 miliar.

Dengan demikian jika dibandingkan, antara cash profit sebesar Rp. 288,9 miliar, tetapi hanya mampu menghasilkan surplus CFO sebesar = Rp. 76,5 miliar, maka dapat dipastikan bahwa terdapat bagian "cash profit tahun 2021" yang digunakan untuk menutup kebutuhan "Modal Kerja" sebesar = 288,9 miliar -- 76,5 miliar = Rp. 212,9 miliar.

Berdasarkan akun-akun yang terkait dengan modal kerja per 31 Des 2021, maka akun yang mengalami mutasi sekitar Rp. 212,9 miliar adalah "utang dagang," yang mengalami penurunan, pada tahun 2020 sebesar Rp. 1,47 triliun, pada tahun 2021 menjadi Rp. 1,21 triliun, atau mengalami penurunan sekitar Rp. 257,5 miliar.

Maka dapat disimpulkan, bahwa cash profit tahun 2021 telah digunakan untuk membayar utang dagang tahun 2020 sekitar Rp. 257,5 miliar, yang mengakibatkan surplus CFO (76,5 miliar) lebih rendah daripada "cash profit (288,9 miliar).

Apakah ini wajar-wajar saja, jika uang dari laba bersih tahun 2021, digunakan untuk bayar utang dagang tahun 2020? Jawabnya tergantung gaya anda terhadap investasi.

Kalau menurut saya, ini tidak tepat (tidak tepat bukan berarti salah), seharusnya emiten ini lebih menggenjot lagi kemampuan untuk menghasilkan "KAS" dari aktivitas menagih piutang dagang. Uang dari piutang dagang itulah yang seharusnya digunakan untuk bayar utang dagang. Bukan menggunakan uang dari laba bersih tahun 2021 yang nota bene milik para shareholder.

Faktanya; Pada tahun 2020 saldo piutang dagang sebesar Rp. 455,8 miliar, dan pada tahun 2021 saldo piutang dagang turun menjadi Rp. 444,2 miliar, artinya kolektabilitas piutang dagang tahun 2021 cuman meningkat = 455,8 miliar -- 444,2 miliar = Rp. 11,5 miliar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline