Lihat ke Halaman Asli

PSP Watch

Kalo kagak mampu mendirikan perusahaan, terus kenapa saham orang lain lu jual-jualin?

TOTL - GCG Adalah Modal

Diperbarui: 1 April 2022   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TOTL melaporkan, bahwa terjadi penurunan penjualan dan laba tahun 2021. Tetapi karena penurunannya tidak signifikan maka saya tidak akan membahas kinerja TOTL tahun 2021.Saya lebih tertarik menyorot TOTL dari hal lain, yang mungkin lebih memberikan manfaat kepada kita yang punya keinginan running bisnis sendiri dimasa depan.

Taukah anda kenapa TOTL memiliki asset lancar bebas resiko (macet), seperti "cash dan setara cash termasuk investasi lancar pada obligasi utang negara, dan "deposito yang dibatasi penggunaannya", jumlahnya pada tahun 2021 sebesar = 759,9 miliar + 209,24 miliar + 150,2 miliar = Rp. 1,12 triliun?

Jumlah tersebut, bahkan lebih besar daripada nilai "market cap"-nya yang hanya = Rp. 1,01 triliun.

Penyebabnya adalah TOTL adalah emiten yang tidak gemar menggunakan uang milik para shareholder. Dari TOTL ekuitas yang diberikan (per 31 Des 2021) sebesar Rp. 1,23 triliun, praktis ekuitas yang dipakai oleh emiten hanya sebesar = total ekuitas -- cash dan setara cash (termasuk obligasi dan deposito) = 1,23 triliun -- 1,12 triliun = Rp. 112,6 miliar.

Artinya emiten hanya menggunakan 9% dari ekuitas yang ditanamkan oleh para share-holder, untuk membeli asset operasional dan kebutuhan lainnya. Sisanya sebesar 91% masih utuh dan menganggur dalam bentuk asset kas, investasi dan deposito sebesar Rp. 1,12 triliun.

Karena nilai asset tetap dan property investasi per 31 Des 2021 sebesar = 214,4 miliar + 127 miliar = Rp. 341,4 miliar, maka praktis juga, tidak ada bagian dari ekuitas yang satu perakpun yang dipakai untuk modal kerja atau untuk membiayai aktifitas operasional.

Urusan modal kerja, sepenuhnya menjadi tanggung jawab management, yang sukses mendapatkan pendanaan modal kerja, sehingga 100% dari kebutuhan "operational expenditure", misalnya cost of sales pada tahun 2021 sebesar Rp. 1,53 triliun dibiayai oleh:


(1) Para vendornya, dimana para vendor tersebut bahkan belum melakukan penagihan, sehingga TOTL tidak perlu mencatatnya sebagai "Utang Dagang". Jumlah yang telah dibayarkan oleh para vendor dicatat pada akun "beban masih harus dibayar", jumlah yang telah dibayar oleh vendor per 31 Des 2021 sebesar Rp. 681,1 miliar.

(2) Para pelanggannya, yang pada awal tahun 2021 atau (per 31 Des 2020) telah memberikan uang muka pekerjaan kepada TOTL, yang dicatat pada akun "Liabilitas kontrak" sebesar Rp. 468,2 miliar.

(3) Sisanya = 1,53 triliun -- 681,1 miliar -- 468,2 miliar = Rp. 384,4 miliar atau 25%-nya, berasal dari modal kerja lainnya (mutasi piutang dan utang dagang).

Mungkin pertanyaan anda kenapa Dividend Pay-out Ratio (DPR)-nya rendah? Sebelum COVID, DPR-nya sekitar 40% sudah cukup baik, tetapi setelah covid DPR-nya memang rendah. Saya juga tidak tahu mengapa, mungkin persiapan emiten dalam menghadapi covid. Kalau dilihat dari data historis bahwa emiten ini selalu dalam posisi "cash rich", itu sebabnya TOTL menjadi satu-satunya (setahu saya) perusahaan kontraktor yang tidak berutang bank (berbunga).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline