Saat saya menulis artikel ini, saya masih berada di Zurich, Swiss untuk menghadiri acara Kongres Dunia Gangguan Terkait Stres dan Gangguan Cemas ke-4 (WASAD: World Association for Stress-Related And Anxiety Disorders).
Saya sendiri sudah pernah menghadiri acara ini di Wurzburg, Jerman tahun 2019 beberapa bulan sebelum pandemi. Saat itu saya memberikan presentasi poster.
Acara di Zurich tahun ini saya diberikan kesempatan untuk memberikan presentasi di salah satu paralel symposium yang bertema Anxiety and Medical Disorder.
Saya tentunya sangat senang sekali karena merupakan satu-satunya wakil dari Asia di forum ini dalam kapasitas juga tidak sedang dalam menjalankan pendidikan doktoral di negara-negara uni Eropa.
Gangguan Tidur dan Diabetes
Secara global, diperkirakan 346 juta orang mengidap diabetes. Tiga dari empat penderita diabetes tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Penderita di Asia Tenggara, hampir 71 juta diperkirakan hidup dengan diabetes pada tahun 2010 dan jumlah yang sama mengalami gangguan toleransi glukosa.
Sedangkan di Indonesia, jumlah penderita diabetes terus meningkat dari 10,7 juta di tahun 2019 menjadi 19,5 juta di tahun 2021. Indonesia kini menempati peringkat kelima dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia, naik dari peringkat ketujuh pada tahun 2019.
Masalah tidur dan kecemasan sangat lazim terjadi pada individu dengan diabetes melitus. Penelitian telah menunjukkan bahwa prevalensi gangguan tidur dan kecemasan secara signifikan lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan populasi umum.