Saat saya mulai menulis di blog ini mungkin saat itu saya lebih dominan menulis tentang masalah kecemasan sebagai suatu gangguan jiwa yang paling sering ditemukan di praktek dan kehidupan kita sehari-hari.
Saat itu gejala serangan panik paling sering saya kemukakan dalam tulisan-tulisan saya.
Namun sejak 2015 saat mulai perkenalan saya dengan Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam,SpPD-KGEH yang saat itu mulai aktif mengedukasi tentang gangguan dispepsia fungsional, maka saya semakin tertarik mempelajari masalah gangguan cemas yang ada hubungannya dengan sakit lambung khususnya dispepsia fungsional.
Awalnya waktu itu Prof.Ari menggambarkan banyak orang yang suka meng-GERD-kan dirinya, padahal sebenarnya dia tidak mengalami sakit tersebut. Untuk pembaca ketahui GERD atau Gastro Esophageal Reflux Disease adalah penyakit lambung yang tenar belakangan ini.
Gejalanya yang paling dikenal adalah rasa terbakar di dada sampai ke kerongkongan dan kadang tenggorokan. Pasien mengalami gejala itu karena asam lambungnya naik ke atas kerongkongan sehingga selain perasaan mau muntah yang sering dialami, juga terasa panas di kerongkongan.
Pasien juga ada yang mengalami dampak di tenggorokan sehingga batuk-batuk dan susah tidur karena sering terbatuk ketika dalam posisi tidur.
Masalah GERD bersumber dari katup yang lemah yang menjadi penghubung antara lambung dan bagian kerongkongan. Istilahnya ada klep yang tidak sempurna menutup sehingga asam lambung naik ke atas.
GERD dan CEMAS
GERD merupakan penyakit yang sebenarnya bisa diobati. Namun karena kadang pengobatannya lama dan si pasien sering tidak menyadari masalahnya maka kadang bisa menimbulkan masalah kecemasan akibat kondisi medis yang tidak kunjung sembuh. Inilah yang menyebabkan masalah pasien GERD kemudian bisa juga mengalami kecemasan.
Namun demikian Prof Ari sendiri menggambarkan bahwa kasus GERD di dalam praktek tidak lebih dari sekitar 15-20 persen saja dari keluhan pasien yang datang berobat dengan keluhan lambung.