Saya baru saja memasuki tahun ke sepuluh saya berpraktek, sejak 2008 saya berpraktek, saya memang mengkhususkan diri pada kasus-kasus gangguan cemas dan depresi. Sejak tahun 2010 saya lebih mengkhususkan lagi kepada masalah-masalah gangguan psikosomatik yang sering dikaitkan dengan adanya keluhan fisik yang tidak didasari adanya masalah di organ yang pasien keluhkan. Depresi dan Gangguan Cemas adalah dasar dari keluhan psikosomatik ini biasanya.
Telaah pasien terkait masalah psikosomatik tentunya dikaitkan dengan pendekatan BIOPSIKOSOSIAL. Secara biologi tentunya pasien yang mengalami masalah kejiwaan memang dikaitkan dengan adanya perubahan fungsional di otak pasien. Hal ini sudah dibuktikan secara ilmiah dan telah dipublikasikan sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Ini artinya bahwa kondisi yang berkaitan dengan masalah kejiwaan bukanlah masalah yang tidak ada dasarnya di otak. Penjelasan tentang hal ini memang sering kali tidak mudah dipahami namun tentunya bukan berarti tidak bisa dipahami. Dalam praktek sering kali saya menerangkan secara sederhana peran dari fungsi otak dan kaitannya dengan masalah gangguan kejiwaan.
Faktor psikologis adalah bagian kedua yang berkaitan dengan masalah kejiwaan. Faktor Psikologis ini sebenarnya juga dikaitkan dengan faktor biologis atau genetik bawaan. Kita bisa melihat dalam kenyataan hidup sendiri bahwa anak yang dilahirkan di keluarga yang sama dengan orang tua yang sama dan diasuh oleh keluarga yang sama juga bisa berbeda sifat dan perilakunya. Anak saya sendiri kembar dan keduanya berbeda sifat dan perilaku walaupun kembar identik, satu telur dan satu plasenta tentunya.
Lingkungan atau faktor sosial adalah faktor yang sering lebih diperhatikan banyak orang sebagai salah satu pemicu masalah kejiwaan. Stres kerja, beban pekerjaan, masalah rumah tangga, masalah sekolah dan kuliah sering dikaitkan dengan masalah kejiwaan yang dialami seseorang. Padahal semua itu tidak serta merta berlaku untuk semua orang. Kita sendiri bisa melihat bahwa banyak orang yang mengalami masalah yang sama tapi responnya berbeda. Respon inilah yang berkaitan dengan bagaimana kita menghadapi masalah dalam kehidupan kita dan tentunya ini akan berkaitan dengan kesehatan jiwa kita sendiri.
Persepsi dan Respon Kita
Respon kita terhadap stres sebenarnya dikaitkan dengan persepsi kita terhadap pemicu stres tersebut. Persepsi kita terhadap stres itu bisa beda-beda setiap orang walaupun jenis stresnya sama. Contoh jika kita harus bermacet-macetan di jalan tol menuju tempat kerja, jika dalam perjalanan kita sendiri tanpa adanya teman bicara maka mungkin kadar stres kita akan meningkat, namun jika dalam perjalanan kita ditemani oleh pasangan kita sambil bercerita tentang hal-hal baik dalam keluarga kita mungkin respon dan kadar stres kita akan berbeda. Persepsi kitalah yang menentukan hal ini.
Kita tidak bisa mengubah lingkungan, itu adalah hal di luar dari diri kita. Namun sebaliknya kita bisa mengubah diri kita sendiri, kita bisa mengubah persepsi kita sendiri dan bagaimana kita merespon stres. Kita sering kali mendengarkan para bijaksana mengatakan kita harus SABAR dan IKHLAS. Kedua hal ini sepertinya mudah diucapkan namun sulit dilaksanakan. Ikhlas menerima keadaan seperti apa adanya, menerima bahwa hal yang terjadi pada diri kita adalah memang yang harus terjadi pada diri kita tanpa mempertanyakan mengapa hal itu bisa terjadi pada diri kita bukan pada yang lain adalah salah satu bentuk penerimaan dan juga cara awal untuk melatih "mindfulness".
Kita harus mengupayakan persepsi positif terhadap hal yang terjadi pada kita. Kita harus mencari hal positif dari segala hal yang terjadi pada diri kita. Ini akan membantu kita untuk mampu mengupayakan terus berpikir positif. Pada intinya persepsi kita yang akan membuat segalanya berbeda.
Mulai sekarang ada baiknya kita mulai membantu diri kita sendiri untuk memperbanyak asupan asupan positif di dalam pikiran kita, karena pada dasarnya pikiran negatif tidak mudah dihilangkan kalau tidak ada cadangan pikiran positif dalam jumlah banyak. Agar mampu berpikir positif, kita bisa melatih awalnya dengan perilaku positif, melakukan banyak hal-hal positif. Kebiasaan positif akan mampu mengubah pikiran kita dan begitupun sebaliknya. Semoga kita bisa melatih pikiran positif kita agar menjadikan kita selalu mempunyai persepsi yang baik akan segala hal dalam kehidupan kita. Salam Sehat Jiwa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H