Oleh : dr.Andri,SpKJ Sebenarnya saya tidak sengaja membaca twitwar (perang twit) antara Marissa Haque kepada Addie MS semalam. Sebabnya gara-gara salah satu seorang follower saya di Twitter mengatakan bagaimana pendapat saya tentang "kelakuan" perang twit di twitter itu. Saya jadi iseng-iseng saja membukanya lalu jadi ikut "asyik" menikmati perang twit yang dilancarkan sepihak dan dibalas oleh pihak yang lain dengan agak-agak kalem. [caption id="attachment_155397" align="alignleft" width="616" caption="benarkah Skizofrenia? (diambil dari situ terkait)"][/caption] Lalu kemudian selanjutnya ada twit dari salah satu follower yang me-link saya ke sebuah situs berita yang gambarnya saya masukkan ke dalam tulisan ini. Di sana terdapat kata SCHIZOPHRENIA (dituliskan dengan ejaan bahasa inggris bukan Indonesia yang seharusnya Skizofrenia) yang menjadi judul dari berita di situs Liputan6.com tersebut. Usut punya usut ternyata kata itu berasal dari kicauan salah satu pihak yang mengatakan seharusnya orang "schizophrenia" didampingi keluarganya. Entah ditujukan ke siapa hanya saja situs berita itu kemudian menampilkan berita dengan judul seperti tertera di gambar. Jangan Sembarang Bilang Orang Sakit Jiwa Tanpa pemeriksaan oleh ahli dan dilakukan secara langsung, diagnosis gangguan jiwa tidak boleh sembarangan disematkan ke seseorang. Untungnya berita tersebut di atas masih menggunakan tanda tanya di judulnya. Kalau tidak bisa salah-salah nanti situs berita tersebut kena tuntut pihak yang merasa dirugikan namanya. Dosen saya selalu berpesan kepada kami murid-muridnya agar tidak menjadi Psikiater Kaki Lima, suatu sebutan buat orang yang suka mendiagnosis atau menyematkan diagnosis gangguan jiwa ke seseorang tanpa memeriksanya terlebih dahulu secara langsung dan dengan keahlian yang memadai. Hal ini tentunya bertujuan agar kami semua tidak terjebak dalam suatu kondisi yang membuat sulit kami sendiri. Kita juga mengetahui bahwa gangguan jiwa sangat erat dengan stigma. Gangguan jiwa seringkali lebih disematkan atau diberikan sebagai bahan ledekan atau olok-olok buat orang lain sehingga akhirnya menimbulkan kesan kalau gangguan jiwa itu memalukan dan menyebut orang dengan diagnosis gangguan jiwa sama saja memberikan "cap jelek" buat orang tersebut. Padahal gangguan jiwa seperti gangguan medis lain tidak lebih daripada sekedar penyakit yang mengenai pikiran,perasaan dan perilaku orang tersebut. Kita berharap ke depan akan ada pengetahuan yang lebih baik dari individu di masyarakat untuk menggunakan secara bijak diagnosis gangguan jiwa dalam kehidupan sehari-hari. Terutama bagi pihak yang sedang "perang" saat ini, ada baiknya segera berdamai dan tidak menggunakan twitter sebagai alat untuk saling menjelekkan orang lain dan sebenarnya juga menjelekkan diri sendiri. Salam Sehat Jiwa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H