Lihat ke Halaman Asli

Supriyadi

Penjual Kopi

Tertangkapnya Samadikun Hartono Komoditi Politik

Diperbarui: 23 April 2016   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pak bin nemenin mr. bean (rekayasa Moh. Anis di akun facebooknya)"][/caption]Namanya Samadikun Hartono, tubuhnya tegap, tinggi 170 cm, warna kulit putih, bentuk muka bulat, mata sipit, dan berambut hitam lurus. Terlihat dalam foto yang bertebaran di internet, Samadikun Hartono terlihat culun, tua, dan kalau kita bayangkan nafasnya sudah mulai tersengal.

Pria yang ditetapkan sebagai buron penilepan uang Negara yang mengandung kerugian sebesar Rp. 169.472.986.461,52,-  ini telah datang, Kamis (21/4/2016). Setelah tiga belas tahun, sejak 2003 pergi hanya meninggalkan kisah berita perbuatannya di media massa.  Disekitaran dia berdiri dua orang pria mendampingi; lengkap berpakaian jas dan berdasi. Satu jas setelan berwarna biru laut lengkap dengan dasi dan satunya setelan jas warna coklat dengan dasi warna merah. Terlihat keduanya mengumbar senyum lebar dan mengangkat tangan; mirip mempersilakan kedatangan seorang tamu agung.

Terlihat pula seorang pria berbaju putih celana hitam menyambut kedatangan mereka; sedang berjabat tangan dengan pria bersetelan jas biru laut. Keduanya terlihat akrab dalam jabat tangan. Tangan kiri pria berbaju putih sempat menempel pada punggung kiri atas dekat pundak pria berjas biru laut. Samadikun yang mengenakan kaos krah lengan panjang bergaris. Terlihat masih berdiri di belakang pria berjas biru laut. Tangan kirinya memegangi tas yang dicangklongkan di pundaknya. Tangan kanannya selujur ke bawah.

Samadikun dalam foto-foto itu lebih banyak diam. Kental dengan keculunan simbol tanpa menanggung beban salah. Sementara disekitaran mereka yang merupakan ikon (obyek) berita, banyak mata berjenis kelamin pria memandangi saja. Sepertinya mereka menunggu perintah ketiga pria tersebut.

Menelisik dari foto-foto tersebut, ternyata  peristiwa itu terjadi di Bandara Halim Perdanakusuma, pukul 21.30 WIB. Caption yang tertulis; pria yang memakai setelan jas biru laut, Kepalas Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso dan pria yang memakai setelan jas warna coklat,  Deputi I BIN Sumiharjo Pakpahan; yang kedua ini tak banyak pers menyebut namanya. Sementara pria berbaju putih, Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia, HM. Prasetyo.

Itulah gambaran kedatangan Samadikun Hartono, tersangka penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia ditetapakan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung RI, pada tanggal 9 April 2001, bersama Direktur Utama Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dan Direktur Utama PT. Bank Umum Servitia Tbk, David Nusawijaya. Samadikun Hartono sendiri, ketika itu sebagai Komisaris Utama Bank Modern.

Terus mau diapakan kalau dia sudah tiba? Melihat penyambutan bak panglima habis menang perang, sedikit pun tak merasa yakin kalau Samadikun Hartono bakal menerima hukuman setimpal. Secara otomatis masa tahananan Samadikun Hartono sudah kedaluarsa. Samadikun Hartono bebas dan bisa menikmati alam Indonesia Raya. Jika kita membaca vonis empat tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) dalam rapat majelis hakim pada 26 September 2008.

Samadikun Hartono adalah komoditi politik, menjadi nilai plus untuk pemerintahan sekarang. Seolah pemerintah sekarang sudah berhasil menangkap  Samadikun Hartono yang tengah berada di negeri Cina.

Untuk meyakinkan bukan sekadar komoditi politik dan benar-benar serius menangi pengemplang uang negara. Masyarakat masih menununggu buronan lain sekalugus vonis hukumannya;  yang rata-rata lari ke Cina transit lebih dulu di Singapura. Karena saking banyaknya nama buron itu, tulisan ini malas menyebutnya. Justru ketika sedang menulis malah terbayang status akun fesbuk saya. Jumat (22/4/2016), berjudul BLBI :

BLBI : Namanya Samadikun Hartono. Kedatangannya disambut gembira. Setelah landing dari pesawat, mampir sejenak di warung ikan bakar. Sutiyoso yang menemani dengan lahapnya menikmati ikan bakar dengan sambal trasi. M. Prasetyo teman lainnya, terlihat sudah dua kali nambah dan berkali-kali pesan es jeruk.

Terdengar sendawa mereka mirip lagu koor, seperti orang miskin yang tak pernah makan kenyang. Padahal tanpa mereka sadari ketika masuk rumah makan ikan bakar itu banyak yang dilanggar. Seperti dress code, cara memilih menu main course dan dessert, hingga cara meletakkan serbet.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline