Lihat ke Halaman Asli

Prycilia Grace Nicole Suoth

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Massa dan Digital

Hari Kesehatan Nasional 2020, Titik Balik Melawan Covid-19

Diperbarui: 12 November 2020   06:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: bobo.grid.id)

Menuju 9 bulan sejak korona masuk ke Indonesia, vaksin belum juga tersedia. Masyarakat mulai lengah, seolah pandemi Covid-19 sudah tidak ada.

Masyarakat Indonesia menyikapi pandemi Covid-19 seolah penyakit menular ini hanyalah tren tahun 2020. Pada berbagai wilayah di Indonesia, banyak masyarakat yang masih saja mengabaikan pembatasan sosial. Padahal, pembatasan sosial merupakan salah satu tindak pencegahan utama penularan korona.

Sebagai manusia pada umumnya, sungguh saya memahami pergulatan batin yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia --dan dunia---saat ini. Fakta bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan interaksi sosial dengan sesamanya adalah hal tak terbantahkan. Mau tidak mau, kebutuhan sosial tersebut harus dipenuhi.

Namun, tahun 2020 adalah pengecualian. Seluruh dunia sedang diuji untuk mengesampingkan ego pribadinya, dan mengutamakan kepentingan bersama. Pembatasan sosial tentu bukanlah hal mudah, terutama bagi kalangan remaja. Seseorang yang sedang dalam masa remaja jauh lebih membutuhkan interaksi sosial dengan teman sebayanya.

Tidak hanya remaja, kalangan masyarakat lainnya pun butuh kebutuhan sosialnya dipenuhi. Berangkat dari alasan tersebut, barangkali itulah mengapa anjuran pemerintah untuk #diRumahAja seolah tinggal masa lalu. Entah lupa atau hanya tak acuh saja, masyarakat Indonesia kembali menjalankan hidup seperti biasa.

Mall, restoran, ataupun wisata alam, seluruhnya kembali dipenuhi orang. Berbondong-bondong kita diperdaya oleh insting kemanusiaan. Wajah tertutup masker menjadi satu-satunya perbedaan.

Lantas apa yang terjadi jika pembatasan sosial tak diindahkan lagi?

Dilansir dari Kompas.tv, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan kemungkinan yang terjadi jika masyarakat tetap tidak mawas diri.

"Apabila masyarakat dan pemerintah daerah lengah, maka kabupaten/kota di zona oranye dapat berpindah ke zona merah," ujar Wiku.

Hingga pada 12 November 2020, data pada situs covid.go.id menunjukkan terdapat 27 kabupaten/kota di Indonesia yang stastu resiko kenaikan kasusnya tinggi. 

Tangkapan layar peta risiko Covid-19 di Indonesia. (Sumber: covid19.go.id)

Melihat data tersebut, saya pribadi merasa cemas. Peta risiko yang masih belum kondusif berarti pembatasan sosial akan tetap berlangsung, entah sampai kapan pun itu. Saya yakin Anda juga tidak menginginkan itu bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline