Hubungan antara anak dengan teman sebayanya tidak terlepas dari konflik sebagai mana orang dewasa, namun dengan intensitas yang berbeda. Contohnya, ada anak yang ditolak karena tidak memenuhi kriteria teman yang diinginkan oleh anak-anak yang seumuran dengannya, ada juga yang kontroversial.
Dimana, anak kontroversial, disatu kelompok bisa diterima karena memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh kelompok bermainnya. Akan tetapi, anak kontroversial juga dianggap buruk karena prilakunya yang melanggar peraturan yang ditetapkan dalam lingkungan sekolah atau keluarga, misalnya.
Dari segi psikologi dijelaskan, anak yang seringkali menjadi pelaku bullying, sebelumnya pernah menjadi korban. Entah itu, bullying yang berbentuk fisik, caci maki, maupun hinaan. Dengan kata lain, anak menyimpan dendam yang dilampiaskan kepada orang lain. Namun, kabar baiknya, tidak semua anak yang pernah menjadi korban akan balik membully apabila orangtua atau orang-orang terdekat anak memberikan dukungan dan rasa aman terhadap mereka serta mampu melakukan tindakan preventif agar anak tidak melakukan tindakan bullying yang dapat menyebabkan buruk nya citra diri dan menghambat perkembangan sosial emosional dan moral anak.
Tentu, ayah dan bunda mengharapkan anak-anak yang bisa berbuat baik kepada sesama termasuk teman sebayanya. Nah, ayah dan bunda bisa mencoba beberapa cara berikut agar anak terhindar dari perilaku bullying.
* MELATIH ANAK MENJADI PRIBADI PEMAAF
Dengan melatih anak agar mau memaafkan kesalahan teman-temannya yang membuat ia marah, itu artinya, ayah dan bunda atau orang-orang terdekat anak tengah mencegah tumbuhnya benih-benih dendam dalam diri anak. Dimana, benih-benih dendam itu bisa berpotensi menjadikan anak ingin membalas perlakuan buruk yang ia alami, baik kepada membalasnya langsung kepada pelaku maupun melampiaskannya pada temannya yang lain.
Agar anak menjadi pribadi pemaaf, pertama-tama mereka harus mendapatkan maaf dari orang-orang yang pernah anak buat marah. Baik karena tidak sengaja maupun sengaja. Misalnya, saat anak tidak sengaja menumpahkan susu atau telat pulang bermain. Ini salah satu moment yang bisa Ayah dan bunda manfaatkan untuk menunjukkan atau memberi contoh kepada anak sikap memaafkan. Baik melalui ungkapan "Nggak apa-apa sayang. Ayah atau bunda maafin.
Besok, kalo bawa susu lebih hati-hati lagi ya atau besok kalo main pulangnya lebih awal ya! " Bila dalam lingkungan keluarga, anak dibiasakan dengan hal tersebut, maka anak juga akan melakukan hal yang sama di lingkungan sosialnya. Namun, bila anak selalu dibentak, dihakimi, dicaci dan terus- menerus disalahkan, maka bisa saja perlakuan itu menjadi contoh bagi anak.
TANAMKAN ANAK RASA EMPATI
Anak-anak yang memiliki rasa empati berarti ia peka terhadap kesedihan atau kekurangan yang dialami oleh teman-temannya. Maka, anak tidak akan mudah untuk menyakiti sekalipun yang umurnya lebih kecil darinya. Untuk menanamkan rasa empati pada anak, ayah dan bunda bisa mengajak anak berdiskusi tentang teman-teman anak yang mengalami kekurangan dari segi fisik, mental, atau ekonomi.
" Nak, si A kasian ya sepatunya udah rusak dan orangtuanya belum punya uang untuk beliin dia yang baru. Pasti kakinya sakit, soalnya sepatu nya bolong, jadi kemasukan kerikil." Atau bisa juga melalui cerita yang dapat menyentuh emosional anak. Sebagaimana yang dituturkan oleh William Damon bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh rasa empati.
ARAHKAN ANAK UNTUK MELIHAT KELEBIHAN ORANGLAIN
Salah satu hal yang juga menjadi penyebab anak melakukan bullying yaitu karena merasa lebih baik, hebat, dan unggul dari teman sebayanya. Apabila anak bisa melihat kelebihan orang lain, tentu anak sadar bahwa dirinya tidak lebih habat dari siapapun dan sadar kalo seandainya dia mengolok temannya tidak bisa berlari cepat seperti dirinya, maka bisa saja temannya juga akan mengoloknya kembali karena tidak bisa berenang sehebat temannya.