Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Kita "Kadal Nguntal Negoro": Jangan Kapok Menjadi Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

28 dan 29 Oktober 2011, di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta, program pergelaran “Indonesia Kita” memasuki seri 6, sekaligus menjadi pentas penutup di tahun ini.

Menurut Agus Noor, Indonesia Kita mengolah kegelisahan seputar “menjadi Indonesia”. Cerita-cerita diangkat dari keberagaman akar budaya yang dimiliki bangsa ini. Program kesenian dan kebudayaan ini menawarkan pesan agar kita jangan lelah untuk memperjuangkan ke-Indonesia-an yang terbuka, plural dan saling menghargai.

Setelah di seri sebelumnya mengambil tema budaya tertentu, seperti Jawa, Maluku dan Melayu, di seri ke enam ini, Indonesia Kita mengangkat persoalan yang paling mendasar yang sedang di kita hadapi bersama sebagai suatu bangsa, yaitu korupsi. Butet Kartaredjasa dalam pengantar pentas semalam, mengatakan tak akan pernah rela bila korupsi dianggap sebagai produk budaya Indonesia. Korupsi harus dilawan.

Korupsi menjadi benang merah cerita dari lakon yang di beri judul “Kadal Nguntal Negoro” , yang dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan sebagai kadal makan negara.

Pembuka cerita kadal nguntal negoro, bersetting di kantor kepolisian, di suatu negara yang disebutkansebagai Afrika Selatan, yang sebenarnya semua juga tahu kalau yang dimaksudkan adalah Indonesia. Polisi –polisi disana sangat korup, dari hal yang paling kecil seperti meminta suap dariseorang pelapor kehilangan onderdil sepeda, semua bertujuan ‘menggendutkan” rekening pribadi.

Masalah kemudian dimulai, ketika seorang gubernur datang menyerahkan diri ke kantor polisi, meminta diperiksa bahkan dipenjarakan, karena dia dengan jujur  telah melakukan korupsi diberbagai proyek. Polisi berusaha mencegah gubernur, karena menurut polisi pengakuan adanya korupsi akan merusak pencitraan lembaga sebagai penegak hukum, pencitraan yang dibentuk adalah “tidak ada korupsi di negeri ini”.

Gubernur bersikukuh dia telah melakukan korupsi, sementara selain polisi, penegak hukum yang lain, seperti jaksa, hakim dan pembela –yang kesemuanya korup- tetap mencegah gubernur untuk memenjarakan dirinya karena persoalan korupsi. Dibelokkan kasusnya ke persoalan perselingkuhan. Dengan menyertakan saksi palsu- -yang berbayar-, gubernur akhirnya bisa dipenjara. Meskipun gubernur tidak rela kalau dia dipenjara sebab perselingkuhan, dia berkehendak untuk di penjara karena korupsi.

‘Kadal Nguntal Negoro’ menertawakan korupsi yang sepertinya telah dilakukan secara berjama’ah di negeri ini, disampaikan dengan satir dan jenaka. Kelucuan-kelucuan kritis seputar rekening gendut, prilaku penegak hukum, buronan kabur, tahanan piknik, media massa dan pencitraan pejabat, mengundang tawa sepanjang pementasan. Permainan gemilang kembali di pertontonkan Susilo Nugroho yang berperan sebagai gubernur, begitu tangkas melempar guyonan yang cerdas, membuat Indro Warkop, bintang tamu yang berperan sebagai pembela, ‘mati angin’ menghadapi candaan pak Sus. Suguhan menarik lainnya adalah iringan musik yang dibawakan Orkes Sinten Remen, dengan duo vocal Djaduk Ferianto dan Silir Pujiwati tampil sangat mengesankan, menjaga benang merah cerita dangan lagu-lagu yangberlirik kritis, berlantun merdu.

Indonesia Kita dalam seri pertunjukkan “Kadal Nguntal Negoro” seperti meng-kampanye-kan, jangan kapok menjadi bangsa Indonesia, sekalipun ada korupsi menjadi persoalan bersama, yang dengan bersama pula kita harus menyingkirkannya dari negeri ini.

[caption id="attachment_140225" align="alignnone" width="448" caption="Merlyn Sofjan, Indro Warkop, Dibyo, Trio Gam, Susilo Nugroho di pentas Indonesia Kita - Kadal Nguntal Negoro, GBB-TIM 28-10-2011"][/caption] [caption id="attachment_140226" align="alignnone" width="448" caption="Pendukung pementasan Indonesia Kita - Kadal Nguntal Negoro, GBB-TIM 28-10-2011"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline