Lihat ke Halaman Asli

Puisi | Hanya Jejak Lalat

Diperbarui: 12 Agustus 2019   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Aku

Aku yang juga bukan aku
Bangsat sekaligus keparat
Penyuka gundah dalam kepastian
Penikmat keputusasaan dalam keputusan

Aku lenyap, lelap menahan tawa
Sakit dalam rasa kasihmu
Kasihan, aku kasihan padanya
Bunga-bunga yang malang

Kusiapkan dua gelas kopi panas
Pemuas dahaga yang bertenaga
Kusiram pada sekuntum bakung putih
Lenyaplah engkau dari tempat busuk ini!

Tapi bunga bersikeras tetap segar
Dua belas hari kemudian, aku coba untuk lari
Sembunyi dibalik alang-alang rindu
Menepi sesaat ditelaga kehampaan makna

Mencari, memaki dan menari dengan keabadian
Anggur merah berceceran diatas meja
Aku adalah kucing basah
Yang kau usir dengan siraman keras, adinda*

Malam

Lonceng tua dipukul berbunyi
Cicak berdecakan
Satu, dua dan tiga, BOOM!
Ada yang meledak, juga enak

Rasa takut berlarian dari dahi
Empat belas menit mengaduh
Diluar, dibalik dinding tipis
Angin menabrak ramai-ramai

Cahaya remang membias dari jauh
Tokek berbunyi enam kali
Diluar gubuk, lampu sentir menyala
Oranye redup dan bau minyak tanah

Terkesiaplah aroma hujan
Tanah basah beraroma pandan
 Dingin jadi selunak agar-agar
Seperti bibirmu yang aku coba sentuh

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline