Lihat ke Halaman Asli

Rasanya Naik Pesawat untuk Pertama Kalinya Itu Sesuatu!

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1377497351377744909

Seandainya ada diantara teman-teman pembaca yang belum pernah naik pesawat, maka tulisan kali ini semoga sedikit banyak bisa membantu.

2 tahun yang lalu, tepatnya pertengahan Oktober 2011, saya diperkenankan oleh Allah SWT untuk mengunjungi Amerika Serikat. Perjalanan ini adalah untuk kepentingan akademik karena saya Alhamdulillah diterima dalam sebuah beasiswa pertukaran pelajar selama 2 bulan di Virginia, USA. Rasanya seperti mimpi saja waktu itu. Tapi perjalanan tersebut adalah perjalanan paling menakjubkan yang pernah saya rasakan.

2 hari sebelum keberangkatan, saya dan ke17 teman-teman saya yang juga diterima di beasiswa tersebut diminta untuk “stay” di jakarta terlebih dahulu untuk menyiapkan segala sesuatu karena kami ber18 belum pernah sama sekali ke luar negeri terutama ke Amerika. Karena saya orang Madura, dan Madura tidak punya bandara, maka berangkatlah saya ke bandara juanda Surabaya. Dan itu adalah pengalaman pertama saya mengunjungi sebuah bandara. Betapa senangnya hari itu karena akhirnya saya tahu bentuk dan rupa sebuah bandara. Tiket sudah ditangan, tapi saya benar-benar tidak mengerti apa yang harus saya lakukan, saya benar-benar buta akan prosedur keberangkatan. Untungnya, ada teman saya yang juga akan berangkat dari Surabaya, mengajari saya cara-cara yang benar.

Pertama, saya diajaknya check in. Bukan check in di hotel, tapi sebenarnya prosedurnya mirip seperti itu. Jadi kami datang ke counter atau stan maskapai yang kami tumpangi. Saya naik lion air waktu itu, sehingga kami mendatangi stan lion air untuk check in. di proses check in inilah saya mengenal apa itu airport tax. Hehehe. Bangga rasanya tau tentang hal sepele seperti itu. Lalu setelah proses check in, kami pun menunggu di waiting room di lantai 2. Selanjutnya, bagaimana caranya masuk ke pesawat? Jangan lupa melihat gate atau gerbang masuknya pesawat. Kalau misalnya di tiket tertulis gate 7, maka masuk melalui gate 7. Jangan masuk gate yang lain. Nanti bisa ketinggalan atau bisa juga salah masuk pesawat. Hehehe. Proses kedua itu namanya boarding, nah ini udah detik-detik menjelang pesawat berangkat. Jadi di boarding ini, kami masuk ke gate tadi dan masuk pesawat.

SubhanAllah. Ternyata rasanya naik pesawat pertama kali itu aneh. Aneh sekali. Tapi tidak tahu dimana letak anehnya. Jangan lupa pasang sabuk saat pesawat akan lepas landas ya.

Dan puji syukur, saya dan teman saya sampai dengan selamat di Jakarta. Betapa canggihnya manusia sehingga perjalanan ratusan kilometer dari Surabaya ke Jakarta menjadi sangat singkat. Kurang dari 2 jam, pesawat sudah mendarat di bandara soekarno hatta cengkareng. Bandara kedua yang saya lihat dan ternyata sangat sibuk, sangat ramai. Terima kasih Allah.

Sehari menyiapkan segala sesuatunya di Jakarta, kami pun bersiap berangkat. Perjalanan saya ke Amerika akan sangat panjang. Pesawat kami akan transit di Jepang untuk waktu yang lama sebelum akhirnya berangkat ke Washington D.C.

Dari Jakarta, kami naik pesawat ANA. Kayaknya sih ini maskapai Jepang. Soalnya pramugarinya orang Jepang semua dan sumpah cantik-cantik, ramah-ramah pula.

Untuk keberangkatan internasional seperti tujuan saya ini, check in harus dilakukan minimal 4 jam sebelumnya. Nah loh, lama kan? Tapi gak kerasa waktu itu soalnya lagi ngebet pengen tahu jepang. Jadi, berapapun lamanya, kayaknya gak akan jadi masalah. Tapi proses check in nya sama saja kok. Yang jelas, karena kita mau keluar negeri, habis check in, kita akan melewati petugas imigrasi yang akan memeriksa paspor kita. Sebenarnya kalau dipikir-pikir agak rumit juga, apalagi untuk yang pertama kali kayak saya. Kalau ada diantara teman-teman yang ingin jadi solo traveler, harus nyiapin semuanya dengan detail ya. Oke. Tapi, tidak usah khawatir juga lah ya. Sekarang bandara dimanapun apalagi yang berjuluk internasional kayak SOETTA, biasanya sudah dilengkapi petunjuk yang cukup. Kalau kita benar baca petunjuk arahnya, yakin pasti sampai tujuan. Tidak usah ragu baca petunjuk, tidak usah merasa gengsi. Malu bertanya, sesat di bandara loh.

Dan masuklah kami ke pesawat yang akan membawa kami ke jepang. Whooaaaa.. pesawatnya lebih besar dari pesawat yang saya tumpangi sebelumnya. Peralatannya canggih juga. Didepan kursi saya ada sebuah monitor berukuran sedang (seperti tablet) menempel pada kursi didepannya. Di monitor ini, terdapat banyak sekali film-film yang termasuk baru dan ada juga kumpulan lagu mancanegara. Selain itu, ada kumpulan foto-foto bagus yang layak dilihat. Ada juga peta perjalanan sehingga kita bisa tahu dimana pesawat kita berada, bisa tau berapa ketinggian pesawat juga, dan yang lebih mengagumkan adalah maskapai ternyata menyiapkan makanan. Hehehe. *pecintagratisan

Makanannya enak sih menurut lidah saya. Tapi tetep lebih enak makanan Indonesia. Ya namanya juga makanan pesawat, ya makanannya sudah minimalis bumbunya. Untuk teman-teman muslim kayak saya, sekali lagi jangan takut Tanya ya. Tanya! Tanya apakah makanannya mengandung bahan tertentu atau tidak. Tapi biasanya pilihan-pilihan makanannya aman-aman saja kok. Tapi ya gak ada salahnya Tanya. Pramugarinya baik-baik, tenang saja. Ada juga pramugari yang ngerti kalau orang berkerudung biasanya gak boleh makan babi dan sejenisnya, jadi biasanya dikasih makanan yang bahan utamanya ayam atau daging sapi. Jangan khawatir.

Perjalanan dari Jakarta jepang, ditempuh sekitar 8 jam (kurang lebihnya). Sepertinya agak panjang, tapi sumpah tidak terasa gara-gara alasan yang saya sebutkan diatas. Dan ternyata pesawat ini tidak kerasa goncangannya. Halus gitu. Hati makin penasaran sama yang namanya Jepang. Rasanya kayak mau ketemu pacar. Dag dig dug ser.

Dan 8 jam kemudian, Alhamdulillah ya Allah, kami sampai di Narita Airport yang super bersih, super besar, megah, pokoknya extra ordinary lah ya.

[caption id="attachment_274452" align="aligncenter" width="300" caption="Ruang Tunggu Bandara"][/caption] [caption id="attachment_274458" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana Bandara"]

13774981081915963677

[/caption] Untuk ukuran saya, yang belum pernah sama sekali keluar negeri, yang belum pernah sama sekali melihat bandara diluar negeri, hal ini menjadi sangat luar biasa. Walhasil, jadilah saya dan teman-teman saya yang lain “wong ndeso”. Keluarlah katroknya. Liat tulisan apa saja, pasti foto-foto. Bahkan sempat juga ketemu orang asli jepang yang pakaiannya harajuku sekali, lalu kita minta foto bareng dia. Orangnya kaget bukan main karena dia merasa bukan artis. Tapi karena kita memaksa, kita bisa foto juga dengannya.

Waktu transit kami saat itu agak lama. 9 jam. Terbersit dalam hati untuk pergi keluar bandara dan jalan-jalan sebentar disekitar Jepang. Tapi, pikiran ini harus dibuang jauh-jauh karena kami khawatir akan tersesat. Apalagi orang Jepang jarang yang menggunakan bahasa inggris dan kami juga tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Jepang.  Tapi, teman-teman masih bisa berkeliling bandara yang megah itu. Sekali lagi saya ucapkan bahwa bandaranya sangat bersih, dan tidak sebising di bandara-bandara Indonesia. Terlebih lagi layanan wifinya. Ngebut deh. Benar-benar cepat. Hampir semua dari kami sibuk berinternetan sesaat setelah lelah berfoto-foto. Kami menggunakan media sosial seperti facebook, skype, dan twitter untuk memberikan informasi pada keluarga, sanak saudara, serta teman-teman bahwa kami telah melakukan separuh perjalanan dan sampai dengan selamat dijepang. Saya rasanya ingin nangis waktu itu karena saya tidak bisa langsung menghubungi kedua orang tua saya. Saya tidak punya komputer dirumah. Tidak ada yang paham internet. Saya pun meminta bantuan seorang teman untuk menyampaikan pada kedua orang tua saya bahwa saya sudah di jepang. Benar-benar menguras air mata. Saya bersyukur pada diri saya sendiri, sekalipun dilahirkan ditengah-tengah keluarga yang kurang mampu, saya masih punya sisa-sisa semangat untuk ikut beasiswa. Sungguh, hidup ini penuh dengan rahasia.

Sedikit tips bagi semuanya, kalau kita belum pernah sama sekali ke luar negeri, maka siapkan selalu tisu basah. Kenapa? Karena toilet di Jepang dan Amerika misalnya, tidak seperti di Indonesia. Yang jelas, lantai toilet disana tidak boleh sampai basah. Susah pasti awal-awalnya. Tapi pasti bisa kan menyesuaikan diri? Kita tidak mau kan dianggap suka mengotori tempat disana?

Nah, informasi lain adalah, di Narita, ada beberapa tempat yang “keran air langsung minum”. Sepertinya ada di Indonesia, tapi kayaknya tidak dimanfaatkan dengan benar. Disini, kita bisa ambil air, dan bisa langsung diminum. Jangan khawatir dengan kualitasnya. Terjamin kok. Makanya, itulah fungsi membawa botol minum.

[caption id="attachment_274463" align="aligncenter" width="300" caption="Drinking water "]

13774988341215118620

[/caption] [caption id="attachment_274464" align="aligncenter" width="300" caption="Minum air langsung dari kran, AMAN!!"]

13774991331939158664

[/caption]

9 jam berlalu, dan saatnya kami melanjutkan perjalanan ke Washington D.C. Hati saya seperti ingin meledak saja. Kali ini sudah bukan bertemu pacar lagi, tapi seperti bertemu calon suami. Hehehe. Sebelum melanjutkan perjalanan, 2 jam sebelumnya, kami melewati pemeriksaan. Untungnya kami tidak perlu check in lagi. Pemeriksaan di Jepang agak lebih ketat menurut saya. Sepatu harus dilepas, laptop harus dikeluarkan dari casingnya, dan harus sigap. Jangan lelet deh pokoknya kalau tidak mau dimarahi. Kenapa harus cepat? Karena penumpang akan menumpuk di zona pemeriksaan kalau tidak cepat. Untuk wanita berkerudung kayak saya misalnya, usahakan dan harus sebenarnya, untuk memakai burqo atau kerudung langsung pakai. Yang tidak perlu jarum itu. Karena kalau pakai jarum, biasanya terdeteksi. Tapi pas saya kembali ke Indonesia waktu itu biasa-biasa aja. Ya buat jaga-jaga saja. Untuk laptop, pemeriksaannya random kok. Jadi kalaupun OSnya tidak asli sebenarnya tidak apa-apa. Tapi harusnya ya beli yang asli donk. ^_^

Perjalanan kami ke Amerika kemudian lebih seru lagi. Perjalanan waktu itu ditempuh dalam waktu 13-14 jam. Pesawat kami berubah lagi. Yang semula ANA, berubah menjadi UA. Ini pesawat kayaknya lebih besar ukurannya. Kerasa luas sekali soalnya. Teknologinya juga tidak kalah canggih dengan pesawat-pesawat sebelumnya. Dan peringatan lagi untuk kita sesama muslim, makanan di pesawat ini intensitasnya lebih sering, jadi sekitar beberapa jam sekali kita dapat snack. Nah, untuk makanan di pesawat ini kita benar-benar harus bertanya. Jangan sok milih makanan tanpa tahu asal muasalnya. Walaupun English kita belum terlalu bagus, tak jadi masalah. Yang penting kita yakin itu halal.

[caption id="attachment_274466" align="aligncenter" width="300" caption="Contoh makanan bandara"]

13775000302034359404

[/caption]

13 jam berlalu dan pramugari mengumumkan bahwa kita akan segera landing. Di otak saya, hanya ada gambaran-gambaran imajinasi tentang Amerika. Saya sudah tak sabar bertemu dengan paman sam itu. Semua teman-teman saya terlihat sangat letih, begitupun dengan saya sebenarnya. Tapi, kami semua tampak sangat bahagia karena kami sampai dengan selamat di Amerika.

13774997241040532141

Perlahan-lahan, kami menuruni pesawat, melewati lorong-lorong, menaiki bis yang disiapkan oleh maskapai, dan melihat ratusan orang bule. Saya dan teman-teman bahkan tidak dapat berkata-kata. Kami hanya mampu saling menatap dan saling berbisik. Kami masih takut salah bicara waktu itu. Bandara dimana kami berada saat itu adalah Dulles International Airport yang tidak kalah besarnya. Untuk kesekian kalinya, saya melihat bandara internasional. Saya tekankan lagi, saya belum pernah melihat bandara-bandara besar, tetapi Allah menghadiahi saya dengan banyak berkah tahun itu. Membuat saya melihat bandara yang bahkan ada di luar negeri. subhanAllah.

Di bandara, kami dijemput oleh beberapa perwakilan yayasan dan perwakilan universitas kami di Language and Culture Institute, Virginia Tech. senangnya bertemu mereka. Mereka sangat baik. Dan saat keluar dari pintu bandara, saya merasa ada didunia lain. Hati saya bertanya-tanya, seperti itukah sebuah mimpi yang jadi nyata? Rasanya hati saya bergemuruh tiada henti. Saya bahkan tidak sempat bermimpi dalam benak bahwa saya akan menginjakkan kaki saya di Amerika. Dan perjalanan kami ke Virginia akan diteruskan dengan mengendarai bis. Perjalanan yang kami tempuh untuk mencapai Blacksburg saat itu adalah sekitar 5 jam perjalanan.

Saya memuji-muji Allah atas kebesarannya. Saya tidak berhenti berterimakasih. Saat itu juga adalah musim gugur. Musim terbaik yang pernah ada. Saat melintasi perjalanan dari Washington D.C. ke Blacksburg, daun-daun sedang berganti warna, kami merasa sangat tenang melihatnya. Sepertinya, mereka sedang menyambut kedatangan kami semua. Dan selama 5 jam, kami tidak henti-hentinya berdecak kagum. Kami melihat peternakan kuda, ladang jagung yang luas sekali, peternakan sapi yang berbeda dengan sapi Indonesia, kami melihat gedung-gedung bertingkat yang lebih banyak dari gedung dijakarta, kami melihat pegunungan dengan warna daun yang berbeda-beda. Sungguh, saya menikmati semuanya.

Dalam hati, saya ingin melihat wajah kedua orang tua saya, ingin melihat kebahagian di wajah mereka, bahwa anak desa seperti saya, bisa juga ke Amerika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline