Lihat ke Halaman Asli

Lury Sofyan

Behavioral Economist

Mengapa Judi Online Laris?

Diperbarui: 10 Juli 2024   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

#Judionline telah menjadi perdebatan hangat di Indonesia akhir-akhir ini, terutama dengan meningkatnya kasus yang mengkhawatirkan. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo, 2024), jumlah situs judi online ilegal yang diidentifikasi dan diblokir mengalami peningkatan signifikan dalam setahun terakhir.

Penggunaan judi online juga terus meningkat secara global. Pada tahun 2023, diperkirakan lebih dari 2 miliar orang di seluruh dunia terlibat dalam aktivitas ini (H2 Gambling Capital, 2023). 

Di Indonesia, tren penggunaan judi online juga menunjukkan peningkatan yang signifikan, didorong oleh kemajuan teknologi dan akses internet yang semakin meluas (Badan Pusat Statistik, 2023). Perputaran uang judi online mencapai Rp. 327 Trilliun pada tahan 2023 (DataIndonesia.id). Ironisnya, 70 persen pemain judi online dari kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah dan sekitar 2 persen di antaranya adalah anak-anak (detiknews)!

Lalu mengapa kemudian judi online mengalami peningkatan?

Bermain judi offline, seperti di kasino fisik, sering kali memberikan pengalaman sosial yang mendalam bagi para pemain. Interaksi langsung dengan orang lain, gemerlap lampu, dan suara mesin menciptakan rangsangan #sensorik yang kurang ditemukan dalam platform judi online. Namun, banyak orang lebih percaya diri dengan keamanan fisik dalam transaksi di kasino daripada melalui internet.

Judi online menjawab permintaan (demand) yang selama ini penawarannya (supply) sangat terbatas. Tidak seperti dinegara lain, keberadaan kasino sepertinya terbatas (?). 

Praktik judi offline mungkin terselubung di klub-klub malam atau di warung-warung remang-remang. Pangsa pasarnya terbatas dan sangat dekat dengan nuansa kriminal. Keberadaan judi online menangkap kebutuhan ini bahkan memperluas mencakup segmen-segmen baru diluar segmen judi offline seperti anak-anak.

#Anonimitas memainkan peran krusial dalam perilaku berjudi online. Ketika seseorang merasa anonim, mereka cenderung mengambil risiko lebih besar tanpa mempertimbangkan konsekuensinya secara menyeluruh (Kahneman & Tversky , 1979). Hal ini dapat meningkatkan frekuensi dan jumlah taruhan yang dilakukan, sesuai dengan teori desensitisasi (Gainsbury, 2015).  Beda banget kan sama judi offline yang takut keliatan sama orang?

Kemudahan akses juga menjadi faktor utama. Penelitian menunjukkan bahwa semakin mudah seseorang mengakses suatu aktivitas, semakin besar kemungkinan mereka untuk terlibat secara berulang (Johnson et al., 2019). Dalam konteks judi online, ketersediaan 24/7 dan hanya memerlukan koneksi internet memungkinkan individu untuk berjudi kapan saja dan di mana saja, meningkatkan risiko perilaku judi yang bermasalah (Griffiths, 2018).

Platform judi online sering dirancang untuk memberikan pengalaman yang menarik dan hadiah yang menggoda, seperti stimulus dan reward. Ini dapat memperkuat perilaku judi yang berulang (Auer & Griffiths, 2017). Faktor ini, ditambah dengan efek #eksitasi dan #stimulasi yang memengaruhi #neurotransmitter seperti dopamine dalam otak, dapat membuat pengguna sulit untuk berhenti berjudi (Clark et al., 2019).  

Platform judi online menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan pengalaman pengguna dan mempromosikan keterlibatan jangka panjang. Contohnya, penggunaan notifikasi yang dipersonalisasi dan desain interaksi yang memikat dapat mempengaruhi perilaku pengguna (Griffiths, 2020). Sekali masuk, sulit keluar!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline