Program Mahasiswa Berdesa (PROMAHADESA) merupakan program yang diadakan oleh Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember. Program bertujuan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal dan kolaboratif antar mahasiswa lintas disiplin ilmu, serta potensi kepemimpinan mereka untuk memandu proyek pembangunan desa. Mahasiswa PROMAHDESA dapat hidup dalam masyarakat di luar universitas.dengan cara bekerja sama langsung dengan mitra ataupun anggota masyarakat untuk menemukan potensi dan memecahkan masalah, serta mengembangkan potensi desa atau wilayah dan mencari solusi dari masalah yang sudah ada.
Salah satu tim mahasiswa Universitas Jember yang berjumlah 11 orang yang diketuai oleh Achri Isnan Khamil (Teknik Kimia 2019) dan beranggotakan Dwi Imam Sahroni Waji (Teknik Elektro 2019), Anandya Zulham Valensyah (Teknik Kimia 19), Pratamai Shelli (Teknik Kimia 2019), Febri Adrian (Teknik Kimia 2019), Zahwa Auliya Zahiyah (Teknik Kimia 2019), Nur Laila Ida Fitria (Matematika 2019), Muhammad Nasrulla (Fisika 2019), Adelia Nanda Pramudya (Fisika, 2019), Muhammad Dhaffa M. (Informatika 2019), Muhammad Zufar Syah (Informatika 2019), dengan dibimbing oleh Bapak Dr. M. Maktum Muharja Al Fajri, S.T. ini mengusung tema mengenai pemanfaatan sampah organik menjadi biogas, berhasil menerima dana Hibah Program Mahasiswa Berdesa (PROMAHADESA) dari Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah).
Program hibah tersebut dilaksanakan di Desa Kertosari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember sebagai desa binaan yang memanfaatkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari untuk membuat biogas yang dapat disalurkan ke masyarakat sekitar. Seperti yang diketahui bahwa tumpukan sampah di TPA Pakusari menimbulkan bau yang menyengat sehingga kerap kali dikeluhkan oleh masyarakat sekitar. Setelah dilakukan penelitan terdahulu, bau menyengat tersebut teridentifikasi sebagai gas metan. Gas metan sendiri terbentuk akibat proses metanogenesis tumpukan sampah organik selama bertahun-tahun. Maka dari itu, munculah ide untuk memanfaatkan gas metan tersebut untuk kompor biogas.
Instalasi dilakukan berupa pemasangan pipa sejauh 200 meter untuk menyalurkan gas metan dari TPA Pakusari ke pemukiman sekitar. Alat berupa blower juga digunakan untuk membantu mengalirkan gas metan. Setelah itu, dilakukan pengecekkan secara berkala disepanjang jalur pemasangan pipa untuk mencegah terjadinya kebocoran dan embunan air didalam pipa.
Pengujian dilakukan setelah sudah dipastikan tidak ada lagi masalah yang telah disebutkan diatas. Proses pengujian dilakukan dengan menunggu selama 10 -- 15 menit untuk membiarkan alat blower menghisap gas metan menuju kompor. Setelah itu barulah menyalakan kompor setelah terasa sedikit bau menyengat.
Pada proses pengujian, sayangnya nyala api berwarna oranye yang menandakan masih terdapat zat pengotor pada gas metan tersebut (dapat berupa SO2, CO, dll). Hal ini masih jauh dari tipe pembakaran yang diharapkan yang seharusnya menghasilkan nyala api biru. Pemurnian gas metan sendiri menjadi tantangan baru dalam meningkatkan efisiensi dari pembakaran sehingga biogas sendiri mampu bersanding dengan bahan bakar fosil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H