Lihat ke Halaman Asli

Kronologis Konflik Tanah antara Masyarakat dan PT. SAMP (Agung Podomoro Group)

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan pertama tentang perbedaan pemahaman mengenai status tanah.

Pemahaman dari masvarakat. bahwa tanah yang terletak di 3 Desa. vaitu : Desa Margamulya, Desa Wanasari dan Desa Wanakerta. Kec . Telukjambe Barat, Kab. Karawang adalah berstatus TANAH MILIK sama dengan puluhan Desa dari 4 ( empat) Kecamatan lain, seperti: Kec. Telukjambe Timur, Kec.Pangkalan, Kec. Tegalwaru dan Kec. Ciampel. Riwayat tanah sbb:

1.Asal mula tanah dari bekas tanah Partikelir Eigendom Verponding No. 53 NV. Tegalwaroe Landen, tertulis atas nama : Mij Tot Exploitatie Vande Tegalwaroe Landen, seluas 55.173 Ha. Dengan batas-batas, sbb:

SebelahUtara:dengan sungai Citarum

SebelahTimur:dengan Kabupaten Purwakarta

SebelahSelatan:dengan Kabupaten Cianjur

SebelahBarat:dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor.

2.Tanggal 17 Mei 1949 diserahkan kepada Pemerintah Rl, sehingga tanah itu mulai di garap secara bebas oleh masyarakat setempat.

3.Kemudian lahir UU No. 1 tahun 1958 tentang Penghapusan tanah-tanah Partikelir, dan diatas TANAH Partikelir terdapat 2 macam tanah, yaitu tanah USAHA RAKYAT dan TANAH KONGSI, Tanah Usaha Rakyat diakui kekuatan Hukumnya sama dengan tanah Milik ADAT, Tanah Kongsi kekuatan hukumnya sama dengan Tanah Negara bebas, Tanah Negara bebas ini kemudian dimohon menjadi milik meialui Redistribusi.

4.Maka turuniah Sk. Menteri Agraria No. Sk. 30/ Ka/62 tanggal 8 Nopember 1962 bahwa terhadap tanah dimaksud ditetapkan sebagai obyek Landreform.

5.Diatas obyek Landreform tsb lahir Sk. Panitia Landreform Dt. II Karawang No. 29/PLD/VIII/52/1965, tgl 17/6-1965 dan Sk. Kinag Jabar No. 228/ C/VIII/ 52/1965, memberikan Hak Milik kepada rakyat atas tanah sawah/tanah kering/ tambak dari tanah bekas tanah Partikelir/ eks Tegalwaroe Landen Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, dan diatas Tanah Obyek Landreform tersebut diatas sampai dengan saat ini masih berlangsung pemberian Hak Milik kepada rakyat meialui REDIS.

6.Kerena Redistribusi tsb diatas diberikan pada tanggal 17 Juni 1965 menjelang meletusnya G.30 S PKi, suasana Politik sedang tegang, Presiden Sukarno diturunkan, maka rakyat penerima Redis dan pihak Panitia Landreform pun mengurusnya tidak sepenuh waktu, bahkan untuk sementara dihentikan.

7.Pada tahun 1970/ 1971, instruksi Pemerintah, bahwa tanah-tanah yang sudah dlgarap oleh rakyat diatas bekas tanah Partikelir agar didata, dirincik dan diklasir, maka turun Panitia Rincik dan Klasir dari KDL Cirebon dengan dibantu oleh Pihak Desa melakukan rincikan dan klasiran. pada saat itu di lapangan tidak ada batas yang jelas antara tanah Redis dan tanah Usaha, sehingga terhadap semua yang menggarap atas tanah bekas tanah Partikelir di Klasir dan di Rincik.

8.Pada tahun 1971/ 1972, dari hasil rincikan/ kiasiran dimaksud keiuarlah berupa Girik/ IPEDA yang diberikan kepada masyarakat dan keiuarlah pulah Buku C Desa diberikan kepada Pemerintah Desa. Buku C Desa adalah jenis Buku untuk mencatat tanah milik.

9.Pada tahun 1974, Kepala Desa setempat memberitahu kepada masyarakat pemegang Girik bahwa tanah milik masyarakat mau disewa oleh PT. DASA BAGJA dari Jakarta untuk penghijauan dengan menanam Kaliki, kapas, kelapa hibrida,dll, dan menjanjikan masyarakat ikut kerja di Perusahaan tsb. ( Kepala Desa setempat sebagai wakil dari PT. DASA BAGJA ), jadi biarpun masyarakat tidak pernah mengenal PT. DASA BAGJA akan tetapi mereka mengenal Kepala Desa Mereka sebagai Perwakilan dari PT. DASA BAGJA. Sewah selama 3 tahun dihitung muiai dari tahun 1974 s/d tahun 1977, nilai sewaan sebesar Rp. 1 permeter.

10.Pada tahun 1975, diam diam ternyata PT.DASA BAGJA mengajukan HGU atas tanah masyarakat tsb kepada Kanwil Agraria Jawa Barat, namun permohonan HGU dimaksud sampai dengan hari ini tidak dikabulkan.

11.Pada tahun 1977, rakyat menayakan Girik tanah mereka kerena sudah jatuh tempo, namun kata Kepala Desa setempat ( Bp. Embeh alias H. Abu Bakar ) Girik tanah akan diurus, silakan masuk dan menggarap kembaii di bidang tanahnya masing - masing, sambil menunggu Girik, ternyata Girik sampai hari ini tidak pernah ada lagi, dan masyarakatpun menggarap terus dan membayar Pajak kepada Negara sebagaimana biasanya kewajiban seorang pemilik tanah sampai dengan hari ini.

12.Pada tahun 1986, secara diam diam dibawah tangan, PT. DASA BAGJA yang tidak punya Hak atas tanah tersebut mengoveralihkan kepada PT. Makmur Jaya Utama.

13.Pada tahun 1990, PT. Makmur Jaya Utama yang sama sekali tidak pernah berhubungan dengan para pemilik tanah, akan tetapi mengalihkan lagi tanah yang bukan Hak Millknya itu kepada PT. Sumber Air Mas Pratama, disingkat ( PT. SAMP ), Pelepasan Over alih garapan tersebut dilangsungkan di Notaris Sri Mulyani Safe'i, SH di Bogor bukan di Karawang, padahal kewenangan daerah kerja seorang Notaris terbatas.

14.Pada tahun 2012, PT. SAMP yang juga bukan hak milik atas tanah tersebut akan tetapi sudah diaquisisi kepada PT. AGUNG PODOMRO LAND ( disngkat PT. APL). Untuk fisik lapangan sudah lebih dari 50 tahun dikuassai oleh masyarakat pemilik tanah, dan mereka tetap setia membayar Pjak Kepada Negara setiap tahun, sedang Perusahaan tidak menguasai dan mengelolah tanah tersebut sampai sekarang. Masyarakat telah banyak terbit Sertifikat Hak Milik dan masyarakat memiliki Girik dan Buku Leter C Desa sebagai tanah milik adat, memiliki DHKP. SPPT/PBB, Peta Persil atau Peta Blok, daftar Nominatif pemilik tanah dari Desa dan Kecamatan, keterangan masyarakat sebagai Waajib Pajak dari KDL Bekasi dll....

15.Sebaliknya pemahaman dari PT. SAMP adalah berstatus TANAH NEGARA.

16.Pada tahun 1990, dengan berbekal Akta overalih garapan dari Sri Mulyani Safe'i ,SH di Bogor, PT. SAMP datang ke Telukjambe ke lokasi tanah langsung mematok dan mengukur tanah masyarakat dan menurunkan Doser ( Alat berat), akibatnya terjadi ribut besar dengan masyarakat pemilik tanah, masyarakat berdemo di DPRD Karawang, berdemo di DPR Rl.

17.Kerena masyarakat pemilik tanah bergejoiak, pemilik tanah berontak melawan PT. SAMP, maka datanglah Bp. Sutikno Wijaya ( Dirut PT. Makmur Jaya Utama ) menghadap Bupati Karawang mohon bantuan untuk menyelesaikan konflik tanah dimaksud , dan Beliau (Sutikno Wijaya) mengirim Surat Kepada Bp. Bupati Karawang, intinya mengatakan bahwa wajib menyelesaikan dengan para pemilik tanah/ rakyat, akhirnya Bupati Karawang menyarankan agar alat berat PT. SAMP ditarik kembaii, dan agar menyelesaikan dengan para pemilik tanah.

18.Pada tahun 1991 /1992, atas saran Bupati PT. SAMP membebaskan tanah garapan.

19.Timbul persoalan kedua tentang perbedaan pemahaman pembebasan tanah PT.SAMP antara lain, menggunakan oknum TNI ( yang sedang disersi ) untuk membebaskan tanah dilapangan, caranya: yang dibebaskan bukan kepada Pemilik Girik, atau penggarap de fakto akan tetapi terhadap siapa saja yang mengaku menggarap, bahkan disuruh mengaku menggarap, asal punya Fotokopi KTP dan mau menandatangani Surat Pelepasan Hak ( SPH ), maka terus dibayar dan difoto, tetapi setelah di foto, uang diambll lagi, lalu orang tersebut dikasih alakadarnya saja, ada yang dikasih Rp.50.000.- ada yang Rp. 100.000.- dan ada yang Rp 300.000.- sebagai upah / kuli tanda tangan SPH. dan ada yang hanya menggarap 3.000 M2 tetapi dibuatkan SPH smpai 3 Ha. Ada yang sampai 9.5 Ha, ada yang 8 Ha dll. Sesuatu yang tidak mungkin.

20.PT. SAMP tidak mau membebaskan tanah milik, PT. SAMP tidak mengakui tanah mllik, PT.SAMP tidak mengakui Buku C Desa dan Girik yang diambil.

21.Pada tahun 1990, ada tokoh masyarakat yang bertanya kepada Bp, Embeh Alias H.Abubakar Kep. Desa Margakaya sebagai wakil dari PT. Dasa Bagja, Pertanyaannya kenapa PT. SAMP tidak mau membebaskan tanah milik bahkan tidak mau mengakui tanah milik, Jawab Pa Embeh sambil menunjukan Surat dari PT. Makmur Jaya Utama, Surat yang berjudul SURATPERJANJIAN JUAL- BEU, dalam Surat tsb dengan tegas Bp. Sutikno Wijaya Direktur Utama PT. Makmur Jaya Utamamenyatakan bahwa wajib menyelesaikan kepada pemilik tanah / rakyat, maksud dari Surat Perjanjian Jual Bell ini, adalah bahwa antara PT.Makmur Jaya Utama dengan Perusahaan mana saja sama, yaitu; wajib menyelesaikan kepada pemilik tanah/ rakyat, artinya PT. Dasa Bagja dan PT. Makmur Jaya Utama mengakui adanya pemilik tanah.

Surat tersebut pada saat itu juga diperlihatkan kepada Oknum TNI sebagai pelaksana pembebasan tanah dari PT. SAMP, akan tetapi sama sekali tidak dihiraukan. kemudian Surat yang sama ditunjukan kepada PT. Maligi, jawabannya : bahwa PT. Maligi sudah mengetahui Surat itu, dan melaksanakan sebagaimana isi surat tersebut. jadi PT. Maligi disamping membayar kepada penggarap juga membayar kepada pemilik tanah, akibatnya PT.Maligi aman, dan saat ini telah berdiri ratusan Pabrik diatas tanah milik masyarakat yang sudah dibebaskan berdasarkan Buku C Desa.

22.Pada tahun 1990, berbagai kejanggalan muncul Sperti ada rekayasa;

a.Kejanggalan pertama, mengapa Kampung Kiara Tujuh pada tahun 1990 diganti nama menjadi Kampung Kiara Jaya. Hal ini diketahui berdasarkan keterangan Camat Solihin Camat Telukjambe waktu itu waktu jamanya PT. Dasa Bagja, beliau mengatakan PT. Dasa Bagja tidak membeli tanah di Kampung Kiara Tujuh, terbukti PT. Dasa Bagja tidak menandatangani Surat Pelepasan Hak Garap, apalagi Surat Pelepasan Hak atas tanah, bahkan ada Surat dari Bp. Sutikno Wijaya kepada Bupatl Karawang mengatakan tanah itu adalah tanah milik/ rakyat, dan bukti yang lain yaitu dalam Perjanjian Jual Beli anatara Bp. Sutikno Wijaya Dlrut PT. Makmur Jaya Utama dengan PT. Maligi, dengan tegas Bp. Sutikno Wijaya mengatakan wajib menyelesaikan dengan para pemilik/ rakyat.

b.Kejanggalan Kedua; mengapa Girik asli Tanah diambil oleh Kepala Desa setempat pada tahun 1974, dengan penjelasan Kep. Desa kepada masyarakat bahwa tanah ini akan disewa oleh PT. DASA BAGJA seiama 3 tahun dari mulai 1975 s/d 1977. Harga sewaan dihitung permeter Rp. 1.- atau Rp. 10.000per Ha. Kenapa Kepala Desa mengambil Girik asli, alasan Kep Des untuk mengetahui luas tanah, maklumlah waktu itu belum ada foto kopi.

c.Kejanggalan Ketiga; mengapa tanah masyarakat itu disewa, akan tetapi mengaku membebaskan Garapan. Padahal masyarakat tidak mengetahui apa-apa dan tidak menandatangani apa-apa, PT. Dasa Bgja pun tidak menandatangani apa apa.

d.Kejanggalan Keempat, mengapa mengaku membebaskan tanah garapan, kenapa tidak kelapangan untuk menunjukan bidang tanah garapan mana yang di lepas.

e.Kejanggalan Kelima, mengaku membebaskan tanah garapan, kenapa tidak disebutkan dengan batas-batas tanah garapan, mungkin takut ketahuan, kerena sebenarnya tidak menggarap jadi tidak punya tetangga batas.

f.Kejanggalan Keenam, mengaku PT. DASA BAGJA yang membebaskan, kenapa Pihak Kedua yaitu PT.DASA BAGJA tidak menandatangani sebagai Pihak yang menerima Pelepasan.

g.Kejanggalan Ketujuh, jikalau benar PT. DASA BAGJA yang membebaskan, maka akuan tanah PT. DASA BAGJA itu seluas 582 Ha, PT. DASA BAGJA mengoveralihkan seluruhnya kepada PT. MAKMUR JAYA UTAMA dari PT. Makmur Jaya Utama diiepas 231 Ha kepada PT. MALIGI, 351 Ha kepada PT. SAMP, kenapa dalam PERJANJIAN JUAL- BELI antara PT. MAKMUR JAYA UTAMA dengan PT.MALIGI, Dirut PT. Makmur Jaya Utama masih mewajibkan PT. MALIGI untuk membayar kepada pemiiik tanah/ rakyat.

h.Kejanggalan Kedelapan; mengaku membebaskan tanah garapan , kenapa daftar nama-nama pemiiik tanah yang tercatat dl Buku Leter C Desa yang dicoret.

i.Kejanggalan Kesembilan; Mengaku membebaskan tanah garapan tahun 1974, akan tetapi mencoret di Buku Leter C Desa tahun 1977, tldak ada mutasi dan tidak ada RM atau Raport Minggon, = fiktif.

23.Bahwa Buku Leter C Desa dan Girik asli ada sejak tahun 1971 / 1972, jadi tidak mungkin membebaskan tanah Garapan, yang benar itu adalah menyewa, lagi pula pada tahun yang sama itu di Kec. Telukjambe PT. Pupuk Kujang membebaskan tanah milik rakyat harganya sekitar Rp. 400.- s/d Rp. 500 per meter, jadi sangat tidak mungkin masyarakat mau melepaskan tanahnya Rp. 1.- per meter.

24.Pada tahun 1991, masyarakat mendengar kabar bahkan ada yang melihat beredar foto kopi Buku Leter C Desa Induk Margakaya yang dalam kolom mutasi tercantum kata DB, pada tahun itu juga yaitu tahun 1991 masyarakat mendengar kabar bahwa Girk /IPEDA dan Buku C Desa tidak dipakai lagi, dan akan diganti dengan DHKP dan PBB / SPPT.

25.Pada tahun 1992, masyarakat pemiiik tanah menanyakan kepada Kepala Desa mereka tentang adanya kata DB yang tercantum dalam kolom mutasi. Inisiatif Kepala Desa waktu itu membuat Surat dengan daftar nominative masyarakat pemiiik tanah yang ada kata DB menanyakan kepada KDL Bekasi, kerena kalau betul sudah ada peralihan hak atas tanah maka harus ada Raport Minggon atau (RM) dan ada perubahan nama Wajib Pajak di KDL Bekasi, ternyata Raport Minggon tidak ada, Peralihan Hak atas Tanah di KDL Bekasi pun tidak ada.

26.Pada 12 Juni 1992, Direktorat Jendral Pajak kantor Bumi dan Bangunan Bekasi mengeluarkan Surat yang menyatakan bahwa, berdasarkan hasil pencocokan Para Wajib Pajak yang tanahnya berlokasi di Desa Margamulya, Kec. Telukjambe .Kab. Karawang, cocok dan tercantum pada Buku Leter C asal pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Bekasi.

27.Pada tahun 1992 / 1993, keluar Buku DHKP sebagai penggantinya Buku Leter C Desa, dan keluarlah Tagihan Pajak berupa SPPT/ PBB sebagai penggantinya Glrik/ Kikitir/ Petuk D/ SPOP/ KP PB 41. Kemudian masyarakat pemiiik tanah yang ada di Buku Leter C Desa yang dalam kolom tercantum kata DB semuanya di konversi ke dalam Buku DHKP dan menerima SPPT/ PBB sebagai pemiiik tanah dan sekaligus tetap sebagai Wajib Pajak, kerena memang sebenarnya tidak pemah ada peralihan hak atas tanah, kalau sudah ada peralihahan hak atas tanah, maka jika di Buku Leter C Desa dicoret wajip pula di KDL Bekasi ada peralihan hak, sehingga tagihan Pajak pada tahun berikutnya berubah kepada orang atau Badan yang menerima peralihan hak atas tanah tersebut, kenyataanya dari sejak tahun 1971 ketika pertama mereka menerima Girik/ Buku Leter C Desa dari KDL Cirebon sampai sekarang nama tetap nama para pemiiik tanah tersebut, dan mereka tetap sebagai Wajib Pajak. ( tidak ada peralihan Hak atas tanah kepada PT. Dasa Bagja). Yang ada hanyalah berupa SEWA GARAPAN Selama 3 tahun yaitu tahun 1975 -1977.

28.PT. SAMP menyatakan bahwa tanah masyarakat itu sudah dibebaskan Garapannya oleh PT. DASA BAGJA pada tahun 1974, hal ini menjadl aneh sekali, kerena Buku C Desa Margakaya sudah ada sejak tahun 1971 / 1972, Girik tanah sudah ada sejak tahun 1971/ 1972. Kenapa pencoretan baru pada tahun 1977. Dan mengapa mengaku membebaskan garapan ko Buku Leter C Desa yang mencatat pemiiik tanah di coret ? Pelepasan garapan dan pelepasan hak milik atas tanah adalah dua hal yang berbeda, kerena status hak berbeda, yang tercatat di Buku Leter C Desa adala pemiiik tanah, garapan atas Tanah Negara tidak dicatat di Buku Leter C Desa, kerena Tanah Negara adalah tanah bebas.

29.Jadi temyata coretan-coretan itu hanya rekayasa oleh oknum tertentu yang ingin mendapatkan untung sebesar besarnya dari tanah itu, dengan mencoret tujuannya untuk menghapus nama-nama pemiiik tanah sehingga ketika Buku C Oesa dan Girik/ IPEDA pada tahun 1990 tidak diberlakukan iagi dan pada tahun 1992/ 1993 akan diganti dengan Buku DHKP dan PBB, maka yang diharapkan nama-nama pemiiik tanah tadi terhapus semuanya dan tidak akan muncul Iagi di Buku DHKP dan PBB. Akan tetapi yang namanya rekayasa biasanya tidak mengikuti prosedur dan mekanisme, sehingga coretan mereka itu tidak berhasil, nama-nama masyarakat pemiiik tanah tetap terdaftar dan tetap muncul di Buku DHKP sampai sekarang ini.

30.Pada tahun 2005, tanah masyarakat mau diukur oleh Kanwil BPN Jawa Barat untuk menerbitkan HGB atas nama PT. SAMP, masyarakat, MUSPIDA Karawang, BPN Kanwil dan BPN Kabupaten Karawang diundang Rapat Sosiafisasi oleh KAPOLRES Karawang sebanyak 3 kali, masyarakat menolak tidak mau diukur kerena ; pertama belum menerima ganti rugi, kedua kerena antara Perihal Surat dan Isl Surat Kanwil Jabar terdapat saling bertentangan, tidak ada kesesuaian, akhimya atas saran KAPOLRES Karawang agar BPN Kanwil Jabar merubah Suratnya, yaltu antara Perihal dan Isl harus sesuai, Rapat ditunda Iagi, lalu beberapa hari kemudian BPN Kanwil Jabar menurunkan Surat No. 610 - 533, Perihal : Rencana Pengukuran Tanah Bermasalah antara PT.SAMP dengan masyarakat. Tujuan Pengukuran :

1.Dalam Rangka penyelesaian masalah antara PT. SAMP dan Masyarakat.

2.Pengukuran bertujuan untuk memperoleh data awal dan belum memberikan Hak kepada siapapun.

3.Kami akan mengukur semua bidang tanah baik yang dikuasai oleh masyarakat maupun yang diklaim oleh PT. SAMP.

4.Pengukuran diharapkan dapat mengakomodir kedua belah pihak baik untuk kepentingan PT. SAMP maupun untuk masyarakat.

31.Dengan merujuk pada Surat BPN Kanwil Jabar No. 610 - 533, dan juga berdasarkan Tujuan Pengukuran yang teiah terurai jelas sehingga semua pihak bersepakat termasuk pihak masyarakat, Pengukuran dikawal oleh POLRES Karawang sebanyak 2 unit mobil Dalmas dan disaksikan oleh pihak Kecamatan Telukjambe Barat dan Pihak Desa setempat, setelah selesai diukur masyarakat tidak ddiberitahu hasilnya, masyarakat menanyakan kepada KAPOLRES, saran KAPOLRES supaya menanyakan langsung kepada BPN Karawang, BPN Karawang tidak mau mengeluarkan Peta Hasil Ukur untuk masyarakat, akhimya masyarakat minta bantuan kepada Bupati Karawang, melalui secarik kertas dari Bupati disampaikan kepada BPN Karawang, baruiah masyarakat dikasih Peta hasil ukuran dimaksud. Ketika menerima Peta itu masyarakat sangat puas kerena Peta tersebut adalah Peta Rincik/ Peta Bidang sesuai dengan rujukan surat Kanwil BPN Jabar No. 610 - 533. Namun anehnya setelah masyarakat mengetahui bahwa PT.SAMP dalam satu perkara perdata di Pengadilan Negeri Karawang, mengajukan sebagai bukti dan alas hak adalah Peta Global hasil ukur tahun 2005, jadi terdpat 2 lembar Peta, yang dikeluarkan pada hari dan tanggal yang sama, diukur oleh Petugas yang sama, diatas obyek yang sama, akan tetapi 2 lembar Peta tersebut berbeda satu sama lainnya, 1 Lembar Peta buat masyarakat adalah Peta Rincik/ Peta Bidangm sesuai rujukan surat dari Kanwil BPN Jabar No. 610 - 533, dan 1 lembar Peta lag! buat PT. SAMP adalah Peta Global, seakan -akan tidak ada lag! pemiiik tanah yang ada diatasnya, seakan akan semuanya sudah dibebaskan, dan 1 lembar Peta buat PT. SAMP ini dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim untuk mengalahkan masyarakat, kerena diajukan oleh PT. SAMP di Pengadilan sebagai Bukti dan alas hak atas tanah, inilah sebagai contoh dengan segala cara, dengan tipu muslihat agar dapat memenangkan rakyat, oleh kerenanya rakyat tidak butuh hi tarn putihnya hukum, akan tetapi rakyat lebih membutuhkan keadilan.

32.Perbedaan pemahaman tentang dasar hukum. Pemahaman secara umum menyatakan : bahwa Girik/ Kikitir/ Petuk D dan Buku C Desa yang keluar setelah tahun 1960, setelah terbltnya UUPA No. 5 tahun 1960 tldak beriaku . Akan tetapi khusus untuk tanah-tanah bekas tanah Partikelir Girik/ Kikitir dan Buku C Desa yang keluar tahun 1971/1972 dstitu dibenarkan dansah menurut Hukum. Dasar hukum sebagai tanah milik yang kekuatan hukumnya sama dengan tanah miuk adat:

33. pada tanggal 24 Juni 2014 terjadi eksekusi Rill yang mana sebelumnya telah dilakukan Aanmaning terhadap 49 warga pemilik tanah yang dalam kasus perdata No. 160 PK/Pdt/2011 juncto No. 695 K/PDT/2009 juncto No. 272/PDT/2008/PT.BDG. juncto No. 2/Pdt.G/2007/PN.Krw dimenangkan oleh PT. samp seluas 65 Hektar tetapi secara Fakta dalam proses eksekusi tidak dilakukan Sita Jaminan dan mengukur batas - batas kepemilikan tetapi yang di Eksekusi sebanyak 350 Hektar dengan 344 Kepemilikan, yang terjadi bukanlah eksekusi tetapi Perampasan tanah  yang dilakukan PT. SAMP yang merupakan Anak perusahaan Agung Podomoro Land melaui Pengadilan Negeri dan Kapolres Karawang yang kita ketahui, 2 kepemimpinan Pengadilan maupun Kapolres karawang sebelumnya tidak pernah mau melakukan eksekusi karena di tanah tersebut masi adanya perkara yang sedang berlangsung antara masyarakat dengan PT. SAMP, adannya Sertifikat Hak Milik yang sudah di terbitkan BPN Karawang, adanya Perkara yang di menangkan sampai PK oleh Masyarakat dan tidak jelasnya Amar Batas - batas dalam putusan hingga berdasarkan fakta - fakta yang sudah disebutkan Pengadilan Negri karawang sebelumnya mengeluarka fatwa yang intinya non-executable. tetapi dengan karakter Perusahaan Hitam atau Mafia Tanah yaitu Agung Podomoro Land yang kita ketahui bersama tidak tanggung - tanggung meminta bantuan kepada Lemabaga Negara yaitu Mabes Polri melalui Pengadilan Negri untuk menurunkan satuan Brimob se Jawa Barat sebanyak 7000 Personil bersenjatakan dan beralatkan lengkap untuk mengusir pemilik tanah yang mana haya 250 lebih orang yang tidak ikut perkara dalam gugatan perdata yang telah di sebutkan, hingga kondisi terkini tanah - tanah masyarakat dikuasai oleh perusahaan dan melakukan pengerusakan baik bangunan maupun tanan - tanaman masyarakat menggunakan alat berat dan masih di jaga ketat oleh Satuan Brimob Jawa Barat, ini menjadi pertanyaan kepada Lembaga Penegak hukum yaitu Mabes Polri khususnya sejak kapan dan dimana ada aturannya Brimob Menjaga Tanah hasil Rampasan yang di lakukan Perusahaan Agung Podomoro Land???

Demikian Kronologis ini kami buat berdasarkan Fakta dan data - data yang ada di lapangan, maksud dan tujuan kami tidak lain agar Permasalahan Sengketa tanah yang terjadi di 3 Desa di Kab. Karawang bisa terpublis demikian adanya tanpa ada maksud rekayasa dan memprofokasi Publik seperti yang dilakukan Antek - antek Agung Podomoro Land.

Hormat saya,

Moris Moy Purba, S.H. Contac Person Penulis : 082121949494

dasar - dasar Hukum tentang Hak Kepemilikan dan status Tanah :

1.UU No. 1 tahun 1958, tentang penghapusan tanah-tanah Partikelir Pasal. 1 ayat 1 Sub C menyatakan, sbb:

i.Tanah Usaha ialah, bagian-bagian dari tanah Partikelir yang menurut adat setempat termasuk tanah Desa atau diatas mana penduduk mempunyai Hak yang sifatnya Turun Temurun ( kekuatan hukumnya sama dengan tanah milik adat).

ii.UU. No.l tahun 1958, tentang penghapusan tanah-tanah Partikelir Pasal. 5, menyatakan: Tanah-tanah Usaha tersebut pada Pasal 1 ayat (1) Sub C oleh Menteri Agraria atau Pejabat lain yang ditunjuknya, diberikan kepada penduduk yang mempunyai Hak Usaha atas Tanah itu dengan Hak Milik. Pada Pasal. 5 ayat ( 2 ) Pemberian hak milik tersebut dilakukan dengan Cuma-Cuma.

iii.PP. No. 224 tahun 1961, mengatur tentang tanah-tanah Kongsi atau tanah negara bebas yang menjadi obyek Landreform, biasa menjadi hak milik melalui Obyek Redistribusi.

iv.UU No. 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria,

Dalam Ketentuan-Ketentuan Konversi, Pasal. 11 Romawi ayat 1, menyatakan sbb:

Hak Usaha atas bekas tanah Partikelir dan Haak Hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya UU ini menjadi Hak Milik tersebut dalam Pasal 20 ayat 1.

Pasal 20 ayat 1 menyatakan, sbb: Hak Milik adaiah Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, ( kekuatan hukumnya sama dengan tanah milik adat).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline