teori interpretative atau hermeneutika. Muncul didalam penelitian politik sebagai alternative terhadap ilmu politik positivis. Ilmu politik positivis mengambil posisi monism metologis. Tujuan ideal dari ilmu politik empiris adalah mendapatkan penjelasan untuk meramalkan dan mengembalikan kehidupan sosial politik seobjektif mungkin melalui instrument korelasi statistik dan hukum kausalitas yang secara empiris dapat dibuktikan.
Penjelasan hanya dari aspek sikap subjektif dan indicator perilaku yang empiris terlalu sederhana untuk mengambarkan arti dan makna yang lebih spesifik dari sebuh kehidupan politik. Maka penentuan batasan teori interpretative menjadi lebih penting dari yang disangkakan para pendudkungnya. Atau mungkin nilai interpretative lebih terletak terutama pada kritiknya tehadap pengambaran peneltiian politik dan ilmu sosial positivis, dari pada kemampuannya menjelaskan kehidupan sosial.
Atau mungkin istilah-istilah wacana penelitian sosial dan politik memang tidak mampu menangkapkan arti interpretasi sepenuhnya? Mungkin wacana ilmu politik dan teori sosial cenderung mendistori argument dan klaim beberapa teoritis interpretif. Sebenarnya, kosakata yang berasal dari teoritis sosial dan politik, yakni kosakata kecurigaan dan penemuan kembali, tidak sepenuhnya bisa mengungkapkan hakikat teori interpretative dan kemungkinan serta implikasinya bagi politik dan penelitian.
Bahasa "konsep rasionalitas kita" yang menghadapkan dengan rasionalitas orang lain, ini sering kali menimbulkan problem yang serius. Bahasa ini mengesankan bahwa (1) standar rasionalitas muncul sepenuhnya secara internal (2) standar rasionalitas internal cukup untuk menilai praktek sendiri dan (3) standar rasional yang berbeda secara otomatis sepenuhnya eksklusif.
Teori interpretative sendiri merujuk kepada kaidah-kaidah sosial yang memungkinkan dicermatinya sebuah praktek tertentu. Hal ini pada gilirannya akan bergantung pada amkna konstitutif yang lebih mendalam, yang mendasarkan hubungan sosial. Pencarian dari standar rasionalitas internal, serta pendiriannya bahwa semua ketegangan sosial lebih berasal dari kesalah pahaman komunikasi alih-alih dari praktik sosial dan institusi itu sendiri; hasil dari semua ini semua sangat konservatif. Ia berhasil menarik orang untuk melakukan rekonsiliasi dengan tatanan sosialnya, hal ini dipraktekan dengan menunjukan pada mereka bahwa praktek sosial actual secara inheren adalah rasional.
Namun satu hal yang harus dicacat bahwa dengan mengfokuskan pada standar rasionalitas internal dan arti konstitutif, dan pada aspek-aspek argument interpretasi paling khas dari hermeunitika penemuan kembali, maka keduanya lebih benar-benar keliru dalam memahami kalim dan memungkinkan interpretasi.
Fay mengklim bahwa perhatian pada teori interpretative terhadap arti konstitutif dan standar rasional internal pada akhirnya hany mendorong kepuasan politis actor politik. Fay mengatakab mmebuktikan rasionalitas yang bersifat inheren sebuah jalan hidup berarti mengesampingkan tujuan dan hasil akhir sebuah penjelasan. Ada satu hal di balik kririsme lukes dan fay terhadap kemampuan teori interpretative dalam menghadapi perbedaan penampakan dan realitas.
Winch gagal dalam membicarakan persoalan bagaimana kita akan menjelaskan inkonsistensi dan perbedaan antara pemahaman diri actor dengan perilaku actual mereka setelah mengambil langkah menuju pemahaman yang ia sampingkan. Dengan demikian interpretasi yang digunaka bukan hanya sekedar sebuah metode saja melainkan interpretasi menawarkan bukan hanya sekedar kemungkinan yang benar dari sebuah control teknologis, tetapi berbagai kemungkinan dasi sebuah kebijakan praktis. Itulah tanggapan winch.
Namun pandangan ini bertentangan dengan teori bahasa yakni bahasa konsitutif yang menganggungkan -- menganggungkan hermeneutika penemuan kembali. Teori bahasa designative melihatnya lebih kepada instrument, sebagai alat untuk menemukan tanda-tanda (signs) yang kemudian dapat dipergunakan sebagai memberi label dan menggambarkan kembali dunia objektif.
Artikulasi teori interpretative ekspresif akan melibatkan beberapa konsekuensi unik bagi studi kehidupan politik. Disini lebih mengfokuskan pada dua bidang isu yakni hubungan diri dengan pribadi serta poltik. Ekspresivisme mengendurkan kecurigaan, menolak menegaskan bahwa realitas dasar adalah suatu yang, yang dalam hakekatnya yang kuat, menentukan dunia yang tampak, atau mana pemahaman pada tingkat penampakan dengan sendirinya memiliki sendikit akses ata sama sekali memiliki sedikit pengaruh atau sama sekali tidak.
Teori kehidupan soailal dan politik ekspresif tidak juga mengingkair arti krusial dari jeterangan tentang rintangan struktura; dalam penjelasan politik. Namun lebih dari itu, jika seorang menerima tujuan yang dibuat oleh bberapa teoritis interpretative bahwa motivasi dasar yang sesuai dengan motivasi dasar yang sesuai dengan rintangan yang dirasa oleh pihak pekerja kerah putih didalam ekonomi politik ekonomi amerika adalah sebuah pencarian martabat dari pada keinginan yang tidak dikendalikan akan barng-barang yang bersifat material maka orang tidak mungkin menafsirkan tantangan structural dalam ekonomi politik amerika sebagai orang yang hanya menuntut pertumbuhan ekonomi yang terus bertambah. Jika para teoritas interpretative ini benar dalam menafsirkan mereka tentang dilemma, rintangan dan persoalan yang dihadapi oleh para pekerja kerah putih di amerika, maka masalahnya akan jauh lebih kompleks dibandingkan dipahami oleh arus utama wacana politik ameriika.