Lihat ke Halaman Asli

priyo widiyanto

Dosen Universitas Sanata Dharma

Si Elang yang Mencekik Leher

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang oknum TNI menindih dan mencekik wartawan foto Didik Hermanto dari Riau Pos saat Didik mengambil foto pesawat Hawk 200 yang jatuh di permukiman warga Pasir Putih, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa, (16/10). Dalam peristiwa itu, sejumlah wartawan menjadi korban kekerasan oknum TNI. (Kompas, 17-1—2012).

Biasanya, bila ada pesawat tempur jatuh, yang menjadi fokus foto dan bahan diskusi dibanyak media dan masyarakat adalah pesawat tempur yang jatuh tersebut, namun ketika pesawat tempur TNI Hawk 200 jatuh, yang menjadi fokus foto dan bahan diskusi adalah seorang oknum TNI AU yang mencekik leher wartawan, sepertinya tidak nyambung dengan keadaan. Sebenarnya, jurus yang dilakukan oknum TNI AU itu pantas dilakukan oleh pesawat Hawk (Elang) yang mencekik “leher” musuh-musuhnya, namun apa daya pesawat itu tanpa harus bertempur pun sudah jatuh sendiri, alih-alih mencekik leher. Oleh karena itulah tanpa disadari oknum TNI AU itu mewakili sang Elang mencekik leher musuhnya...

Ketidaksadaran Kolektif

Meskipun sudah banyak upaya dilakukan untuk menjauhkan TNI dari tindak kekerasan, namun kenyataannya di sana-sini tindak kekerasan tersebut masih bermunculan, bahkan dalam kasus di atas pelakunya adalah seorang berpangkat perwira menengah. Tentu ini sesuatu yang sangat ironis, mengingat para perwira adalah orang-orang yang dididik dalam suatu akademi, dimana unsur kognitif mestinya diolah dengan baik.

Kekerasan yang sudah membudaya pada lingkung TNI dan Polri karena terbangun dalam kurun waktu lama, sepertinya sudah menjadi budaya. Budaya yang sudah masuk ke dalam ketidaksadaran kolektif dalam keadaan darurat akan muncul kembali, dalam berbagai kasus dan peristiwa. Tidak mudah menghilangkan budaya yang sudah masuk dalam ketidaksadaran kolektif, perlu upaya terus menerus melalui keteladanan dan pendididikan yang berorientasi pada pendekatan yang lebih santun dan beradab.

Kemajuan Teknologi

Saat ini kemajuan teknologi sangat pesat dan mengempung kita semua. Namun, sering kali kita tidak menyadari bagaimana si teknologi itu berfungsi dan berperan dalam kehidupan manusia. Teknologi sebenarnya netral, tergantung manusia akan menggunakan untuk tujuan apa. Teknologi akan menyajikan data apa adanya. Kebaikan akan tampil sebagai kebaikan dan keburukan akan tampil sebagai keburukan. Sebenarnya penilaian baik buruk ini bukan urusan teknologi tetapi ini urusan manusia.

Dalam kasus Si Elang Mencekik Leher sebenarnya bila itu terjadi pada tahun 1970 an tidak akan bikin geger seperti saat ini. Hal itu disebabkan mereka akan tetap “tersembunyi” dalam waktu lama karena media masih sangat, kurang baik dalam hal jumlah maupun kualitas. Namun, untuk saat ini tidak lebih dari satu jam kasus Si Elang Mencekik Leher telah terbang tinggi dan jauh melalui media internet dengan kecepatan melampaui kecepatan suara yang bisa ditempuh oleh si Hawk.

Oleh karena itu saat ini semua orang harus menjadari bahwa hidup kita dikempung oleh ribuan kamera, baik yang terlihat maupun tidak terlihat dan segera bisa tersambung oleh internet. Oleh karena itu kesadaran ini harus dipahami oleh semua orang. Ada hal yang baik dengan kepungan teknologi dan ribuan kamera karena hal itu berarti menantang kita semua untuk selalu berbuat baik, bermartabat, dan santun. Bila tidak maka segala cerita buruk akan menimpa kita apapun diri dan pekerjaan kita. Jadi kasus Si Elang Mencekik Leher ini hanya salah satu kasus, karena ada kasus guru menjewer murid, hakim mengkonsumsi sabu, pengemudi hanya berbikini. Jangan salahkan sang pengambil foto, sekarang sudah tidak adarahasia lagi, ada banyak kamera yang berkemampuan tele, sehingga bisa memotret dari jarak ratusan meter. Garis polisi bisa ditembus oleh kamera-kamera canggih...jadi jangan membuat adegan yang tidak bermartabat, tidak santun, dan tidak manusiawi karena tanpa kita sadari perbuatan kita dalam waktu sesaat sudah bisa dinikmati oleh banyak pihak. Berhati-hatilah, dan selalu lah berbuat baik agar kebaikan itulah yang terwartakan dari diri kita, bukan sebaliknya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline