Doni, seorang anak SMA yang duduk di bangku kelas 11 setiap harinya hanya memandangi pemandangan dibalik jendela sambil termenung memikirkan cita-citanya. Ia berasal dari keluarga yang tak cukup kaya, keluarga yang bisa dibilang menengah kebawah. Namun, dengan kondisi ekonominya yang sedemikian rupa, Doni berusaha keras untuk belajar bersungguh-sungguh supaya ia bisa menggapai cita-citanya.
Doni memiliki cita-cita yang sangat tinggi. Sejak kecil, ia sering membayangkan betapa hebatnya ia jikalau ia berhasil membangun sebuah monumen yang dapat dikenal oleh banyak orang. Namun, selama ia hidup banyak sekali orang-orang terdekatnya yang sering memandangnya sebelah mata. Salah satu tetangganya, Ahmad yang juga teman sebayanya sering mengejeknya. Ahmad menganggap bahwa cita-cita Doni tidak akan tercapai karena Doni bukan berasal dari keluarga yang kaya. Namun, Doni tetap bersikeras bahwa ia bisa menjadi arsitek yang sukses suatu saat nanti.
Sepulang sekolah, Doni selalu menyempatkan diri pergi ke perpustakaan yang tidak jauh dari rumahnya. Dalam perjalanan ke perpustakaan, ia bertemu dengan Ahmad.
"Loh Doni, mau pergi kemana kamu?" tanya Ahmad.
"Oh... Aku mau pergi ke perpustakaan di ujung jalan itu." ucap Doni.
"Hahaha... Ngapain sering-sering pergi ke perpustakaan...? Toh kamu gak akan bisa jadi arsitek kalau kamu saja tak punya uang." ledek Ahmad.
"Aku yakin kok kalau aku pasti bisa jadi arsitek, aku bisa buktiin ke kamu, lihat saja nanti." ucap Doni sambil bergegas pergi dengan langkah yang terburu-buru.
Sesampainya di perpustakaan, Doni hanya bisa termenung memikirkan apa yang diucapkan oleh Ahmad. Seorang penjaga perpustakaan melihat Doni termenung, lalu ia menegur Doni.
"Eh nak Doni, wah tidak seperti hari biasanya. Kenapa kok tidak bersemangat?"
"Emm iya bu, saya cuma kepikiran saja apakah saya benar-benar bisa jadi arsitek." jawab Doni.
"Ya bisa dong, nak Doni kan anak yang rajin, pasti bisa jadi arsitek kalau punya semangat." ucap penjaga perpustakaan.