Lihat ke Halaman Asli

Mbah Priyo

Redaktur www.fixen.id

Nyanyian Air

Diperbarui: 30 Januari 2025   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ombak -Kreasi AI

Air menyapa dengan lembut pagi,
mengalir di sela batu dan tepi,
namun hari ini suaranya tinggi,
menggulung sunyi, menelan tepi.

Langit muram, awan menumpahkan beban,
hujan berbisik, lalu berteriak garang,
sungai yang dulu penyejuk ladang,
kini menelan jalan, rumah, dan ladang.

Tangis anak tenggelam di arus,
jerit ibu terhempas derasnya arung,
pohon-pohon berderak lepas,
terbawa deras tanpa junjung.

Dimana tanah tempat berpijak?
Dimana rumah tempat berteduh?
Semua hilang dalam sekejap,
tersapu air yang tiada jenuh.

Murka air tak kenal belas,
mengingatkan kita yang lalai,
membuka mata yang terpejam,
tentang janji alam yang dikhianati.

Namun di balik lumpur dan duka,
ada tangan yang saling menggenggam,
ada cahaya dari doa dan lara,
bangkit lagi dari reruntuhan.

Bulan-bulan menunggu hujan,
petani menanam doa di ladang,
menggemburkan tanah dengan harapan,
agar hidup tetap bertahan.

Tapi langit mengirim terlalu banyak,
menumpahkan sungai yang lepas kendali,
merayap di pematang,
menyeret padi yang nyaris menguning.

Banjir datang tanpa salam,
membawa lumpur dan serpihan nestapa,
rumah tenggelam, jalan terputus,
sawah berubah lautan hampa.

Jerih payah hanyut sia-sia,
bulir yang diimpi musnah seketika,
raut petani penuh tanya,
dimana keadilan bagi yang bekerja?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline