Lihat ke Halaman Asli

Priyono Mardisukismo

Redaktur www.fixen.id

Ironi Jaman: Ngasak vs Membuang Makanan

Diperbarui: 18 Januari 2025   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Geng Ngasak - Kreasi AI 

Ngasak. Kata ini mungkin asing bagi sebagian orang, tetapi bagi mereka yang tumbuh di pedesaan, khususnya yang dekat dengan ladang, ngasak adalah bagian dari kenangan masa kecil yang manis sekaligus sarat makna.

Ngasak adalah kegiatan berburu sisa-sisa panen di ladang. Setelah petani memanen hasil utama, sisa-sisa yang tertinggal menjadi harta karun bagi anak-anak. Misalnya, saat orang memanen mentimun, mentimun kecil atau serit yang tidak diambil menjadi santapan favorit anak-anak gembala. Dengan tawa dan semangat, mereka mengumpulkan serit-serit itu, memakannya langsung di tengah ladang. Rasa mentimun segar yang renyah dan sedikit manis itu terasa seperti hidangan mewah.

Begitu pula saat panen kacang tanah. Setelah para petani mencabut tanaman, sering kali ada sisa-sisa kacang tanah yang tidak terangkat. Anak-anak dengan penuh antusias mengais tanah, mencari biji-biji kacang yang masih tersisa. Kacang tanah mentah itu mereka kupas dan makan langsung, menikmati rasa gurih alaminya. Kadang, kegiatan ini dilakukan di bawah matahari terik, namun keringat dan kelelahan tak terasa karena kebahagiaan sederhana dari hasil yang mereka dapatkan.

Namun, kini situasi sangat berbeda. Di masa sekarang, ironi terlihat jelas. Banyak anak-anak yang hidup dalam kelimpahan justru cenderung membuang makanan. Sisa-sisa di piring sering kali lebih banyak daripada yang mereka makan, dengan alasan yang terdengar sepele: tidak suka, sudah kenyang, atau hanya bosan. Makanan yang dahulu menjadi simbol perjuangan dan kebahagiaan sederhana, kini sering kali kehilangan nilainya di mata mereka.

Ngasak adalah pengingat akan betapa berharganya setiap butir makanan. Di balik sepotong mentimun kecil atau kacang tanah mentah, tersimpan pelajaran tentang menghargai hasil bumi dan kerja keras. Ada rasa syukur yang mendalam, yang mungkin sulit ditemukan dalam kehidupan modern yang serba ada.

Barangkali, kenangan ngasak dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih menghargai apa yang kita miliki. Sebab, makanan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang cerita, perjuangan, dan rasa syukur yang membentuk siapa kita hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline