Lihat ke Halaman Asli

Priyasa Hevi Etikawan

Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Sekolah Favorit di Tengah Himpitan Sistem Zonasi

Diperbarui: 4 Februari 2025   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sekolah favorit | Sumber : Olahan pribadi

Semenjak sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan jalur zonasi diberlakukan terdapat banyak hal menarik untuk dicermati. Salah satunya menyangkut eksistensi sekolah favorit atau sekolah unggulan pada sekolah-sekolah negeri. Sekolah favorit atau sekolah unggulan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekolah yang dianggap memiliki kualitas pendidikan sangat baik dan banyak diminati oleh masyarakat. Sekolah ini seringkali dianggap sebagai pilihan utama bagi orang tua dan siswa yang menginginkan pendidikan terbaik.

Salah satu latar belakang diterapkannya sistem zonasi adalah semangat pemerataan terhadap akses pendidikan. Sehingga seluruh warga masyarakat dari berbagai kalangan dan latar belakang sosial ekonomi bisa mengakses pendidikan dengan leluasa. Pendidikan harus bersifat inklusif tidak eksklusif. Pendidikan inklusif dikandung maksud bahwa semua anak tanpa memandang perbedaan mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berpartisipasi pada lingkungan pendidikan yang sama pula. Perbedaan ini dapat berupa perbedaan suku, agama, ras, sosial ekonomi, disabilitas, dan sebagainya.

Implikasi dari adanya sistem zonasi dan semangat pendidikan inklusif pada akhirnya diharapkan akan menghapus stigma sekolah favorit atau sekolah unggulan terutama pada sekolah-sekolah milik pemerintah. Sistem zonasi membuat calon siswa bisa mendaftar di sekolah-sekolah dengan jarak terdekat dari rumahnya. Jarak rumah ke sekolah diukur melalui titik koordinat dengan aplikasi semacam google maps. Sehingga siswa dengan latar belakang apapun dan dengan nilai ijazah berapapun bisa bersekolah di sekolah terdekat dengan rumahnya.

Dahulu saat sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) masih menggunakan aturan lama dengan berbasis nilai ujian murni, para siswa dengan nilai ujian baik akan menyerbu berbondong-bondong mendaftar pada sekolah tertentu yang dianggap mampu menyelenggarakan pendidikan bermutu. Calon siswa dari berbagai tempat meskipun jauh dari sekolah tujuan tetap akan mendaftarkan diri karena sebuah keyakinan, sekolah tujuan memiliki mutu bagus.

Maka para calon siswa di sekitar sekolah tujuan tersebut akan sulit masuk dan diterima jika nilai ujian murni rendah. Kalah bersaing dengan "para pendatang" dengan nilai ujian yang lebih baik. Akibatnya mereka akan bersekolah di tempat lain yang lebih jauh jaraknya dengan persaingan nilai yang tidak terlalu ketat. Bisa di sekolah negeri atau sekolah swasta. Ekosistem semacam ini terbentuk secara alami dengan sendirinya.

Lalu pertanyaannya jika calon siswa menginginkan sekolah bermutu dengan pelayanan baik dalam segala hal apakah merupakan sesuatu yang salah? Dimana orangtua juga pasti menginginkan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Mengapa para calon siswa dengan nilai ujian baik itu tidak mendaftarkan diri pada sekolah terdekat rumahnya? Toh sama-sama sekolah? Mengapa lebih memilih sekolah lain meskipun jauh dari tempat tinggalnya? Perlu dianalisa lebih mendalam terkait hal ini.

Jangan-jangan memang mutu kebanyakan sekolah secara umum di negeri kita belum bisa dikatakan baik. Sehingga masyarakat dan calon siswa dengan sendirinya menilai secara kritis terhadap sekolah-sekolah yang ada. Terhadap sekolah yang dinilai baik berbondong-bondonglah mereka mendaftarkan dirinya.

Keadilan Sosial yang Diperjuangkan

Jeremy Bentham (1784-1832) seorang tokoh pemikir (filsuf) dari Inggris sekaligus penggagas teori utilitarianisme menekankan bahwa tindakan harus dinilai berdasarkan seberapa besar kebahagiaan yang dihasilkan untuk jumlah orang terbanyak. Keadilan diukur melalui hasil yang memaksimalkan kebahagiaan kolektif. Semangat kesetaraan terhadap akses pendidikan juga harus memenuhi rasa keadilan bagi semua kalangan. Menghadirkan rasa kebahagiaan secara kolektif bagi masyarakat luas.

Seorang anak cerdas berbakat dengan berbagai macam potensi berhak mendapatkan layanan pendidikan terbaik bagi dirinya. Berhak mendapatkan sekolah bermutu baik dengan pelayanan prima. Bahkan bukan hanya mereka yang cerdas saja, semua anak bangsa juga berhak mendapatkan pelayanan pendidikan terbaik. Adanya stigma sekolah favorit merupakan konsekwensi logis dari sebuah situasi dimana pemerintah belum bisa menghadirkan banyak sekolah dengan pelayanan dan mutu baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline