Lihat ke Halaman Asli

Priyasa Hevi Etikawan

Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Menimbang-nimbang Perlu Tidaknya Mengganti Kurikulum Merdeka

Diperbarui: 10 Desember 2024   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi perlu tidaknya mengganti kurikulum merdeka | Sumber : Olahan pribadi

Tahun 2024 telah mencapai ujungnya. Tidak lama lagi kita akan memasuki tahun 2025. Pergantian tahun kerap dimaknai sebagai sebuah awal yang baru serta harapan akan datangnya masa yang lebih baik dari masa sebelumnya. Banyak orang membuat refleksi dan resolusi. Di tahun 2024 ini banyak momen dan catatan penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah pergantian pemerintahan dari Presiden Joko Widodo kepada Presiden Prabowo Subianto. Pergantian pemerintahan juga berdampak pada pergantian jajaran para menteri termasuk menteri pendidikan. Menteri pendidikan yang dulunya dijabat oleh Nadiem Makarim per bulan Oktober kemarin digantikan oleh sosok baru yaitu Prof. Abdul Mu'ti, M.Ed.

Selalu terbersit tanya dalam benak guru dan insan pendidik. Ganti menteri apakah akan menjadi pertanda pergantian kurikulum? Apa kira-kira kebijakan menteri yang baru ini? Apakah menteri baru akan melanjutkan program kebijakan menteri yang lama? dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan klasik yang selalu saja muncul mengiringi derap langkah guru dalam masa pergantian pemerintahan dan menteri pendidikan.

Di Indonesia agaknya ujaran ganti menteri ganti kurikulum itu sesuatu yang biasa. Karena pada dasarnya tentu setiap menteri pendidikan berupaya membuat sebuah terobosan kebijakan untuk kemajuan dunia pendidikan. Belum lama Prof. Abdul Mu'ti, M.Ed selaku menteri pendidikan yang baru juga menyampaikan bahwa di tahun 2025 nanti akan ada banyak kebijakan baru bagi para guru.

Dalam sebuah rapat dengar pendapat dengan anggota komisi X DPR RI beberapa waktu lalu bahkan Prof. Mu'ti berkelakar dengan berucap kalau menteri pendidikannya baru tapi semuanya sama dengan yang lama lalu apa bedanya? Kalimat tersebut disambut gelak tawa dan tepuk tangan dari seluruh anggota dewan dan jajaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang hadir.

Perubahan Itu Pasti

Hadirnya sosok menteri pendidikan yang baru tentu sedikit banyak akan membawa perubahan-perubahan kebijakan. Apalagi jika menilik kiprah Prof. Mu'ti selama ini yang memang tekun menggeluti dunia pendidikan. Di era kepemimpinan Nadiem Makarim dulu beliau kerap menyampaikan gagasan dan wacana yang berbeda irama dengan kementerian pendidikan saat itu.

Kritik-kritiknya terhadap merdeka belajar dan kurikulum merdeka masih bisa dilacak jejak digitalnya di berbagai ruang maya. Maka tidak berlebihan jika dalam sebuah sesi wawancara dengan para wartawan beliau mengatakan bahwa dulu saat di luar sistem beliau lebih banyak berbicara, maka setelah sekarang menjadi menteri pendidikan yang baru beliau akan lebih banyak mendengar. Sebuah sikap fair dan elegan dari seorang pejabat negara.

Merdeka belajar sebuah program yang lahir dari gagasan Nadiem Makarim dan jajarannya di Kemendikbud juga agaknya akan diganti. Pelan tapi pasti hal itu sudah mulai terlihat. Terbaru Prof. Mu'ti menyampaikan pemikirannya tentang konsep pendekatan belajar yang disebutnya dengan istilah "Deep Learning".

Dirangkum dari beberapa sumber "Deep Learning" merupakan sebuah istilah yang merujuk pada pendekatan belajar untuk tujuan meningkatkan kapasitas siswa. Deep learning merupakan metode pembelajaran yang menggabungkan tiga elemen utama. Pertama, mindfull learning dimana guru dalam pembelajaran harus memahami bahwa setiap murid dalam pembelajaran memiliki kemampuan dan cara belajar berbeda-beda. Kedua, meaningfull learning adalah sebuah pandangan yang mengharuskan pemahaman siswa akan konteks pembelajaran yang mereka pelajari. Siswa mengerti alasan mengapa ia harus mempelajari konsep pelajaran tersebut. Ketiga, joyfull learning yang mengedepankan rasa bahagia dan menikmati setiap proses pembelajaran yang dilakukan.

Secara sepintas ketiganya mirip dengan konsep pembelajaran bermakna dan menyenangkan dalam kurikulum merdeka. Juga mirip dengan metode PAKEM yang dulu pernah dipopulerkan pada masa era kurikulum 2006. Tetapi intinya Prof. Mu'ti sendiri menyampaikan bahwa deep learning itu merupakan sebuah pendekatan pembelajaran, bukan kurikulum. Ini perlu dipahami sehingga tidak menjadi sebuah bias informasi bahwa kurikulum merdeka akan diganti dengan deep learning.

Perubahan lain yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah adalah terkait program wajib belajar. Dimana sekarang program wajib belajar tidak lagi sembilan tahun atau dua belas tahun. Tetapi wajib belajar bagi anak Indonesia kini menjadi tiga belas tahun. Dimulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai dengan SMA sederajat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline