Pada suatu sore yang cerah bersama teman, saya berkunjung ke rumah salah seorang teman guru. Orang muda baru dua tahun lulus dari universitas dan sekarang bekerja menjadi salah satu tenaga pengajar di sebuah SD negeri.
Saya kerap kali berkunjung ke rumahnya. Disamping untuk mengusir penat karena rutinitas sehari-hari, juga karena kesamaan profesi dan minat. Agaknya membuat kami cukup ngeklik. Istilah kerennya satu frekuensi.
Selalu ada saja hal menarik saat saya berbincang dengannya. Mulai dari urusan pekerjaan sampai dengan masalah pribadi juga kerap kami diskusikan. Apalagi jika diskusi sudah merembet ke dunia pekerjaan.
Jadilah obrolan kami ini mirip seperti podcast abal-abal. Saya katakan abal-abal karena obrolan kami lakukan secara sersan (serius tapi santai). Ada proses berdialog, berpikir, berargumen dan berdialektika. Namun tentu tidak pernah disiarkan di berbagai sosial media. Namanya saja abal-abal alias asal-asalan. Berbagai masalah kerap kami bicarakan bertiga dengan kritis dan guyon.
Ada canda tawa di sela keseriusan obrolan kami. Tak jarang juga menertawakan diri sendiri. Pokoknya asyik saja kalau ngobrol dan diskusi bersama mereka.
Pada hari itu teman saya si tuan rumah bercerita bahwa belum lama dia mendapatkan hadiah. Sebuah pemberian dari salah satu walimurid berupa tas.
Dia bercerita walimurid tersebut merasa senang dan bersyukur lantaran anaknya yang dulu saat kelas 1 sama sekali belum bisa membaca dan menulis, setelah duduk di kelas 2 anaknya mengalami perkembangan baca tulis yang cukup signifikan. Alias sudah bisa membaca dan menulis dengan lancar. Karena begitu bahagianya maka walimurid ini memberikan hadiah kepada sang guru sebagai bentuk rasa terimakasihnya.
Karena penasaran maka saya tanya. Bagaimana cara teman saya ini dalam mengajari siswanya tadi. Sampai yang tadinya sama sekali belum bisa membaca dan menulis setelah naik kelas ke kelas 3 sudah dapat membaca dan menulis dengan lancar.
Panjang lebar dia ceritakan. Intinya dia melakukan pendampingan dan bimbingan individu secara intensif khususnya dalam hal baca tulis saat jam istirahat. Dia melakukan identifikasi terhadap siswanya di kelas 2 yang belum bisa membaca dan menulis untuk dia berikan treatmen khusus pada saat jam istirahat.
Saya kembali tanya mengapa tidak pada saat jam pulang saja? teman saya menjelaskan jika saat jam pulang para siswa tadi juga ingin ikut pulang bersama teman yang lain. Jadi dia ambil inisiatif menggunakan waktu jam istirahat untuk membimbing beberapa siswanya yang belum lancar membaca dan menulis.
Sambil sesekali makan jajan tidak masalah. Yang penting latihan baca tulisnya tetep jalan. Anak malah merasa lebih enjoy latihan membaca dan menulis sembari sesekali makan jajannya. Begitu ungkapnya pada saya.