Lihat ke Halaman Asli

Afghanistan: Coba Bongkar Korupsi, Terpental!

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1309517613625671630

Skandal perbankan selalu dekat dengan korupsi. Lazimnya pula, keduanya lekat dengan politisi dan kawanan ‘elit’ penguasa. Membongkar hal seperti ini jelas tak mudah, apalagi bila lingkungan penguasa masih diwarnai kroni-isme. Juga ketika situasi ‘perang’ dan kontak senjata masih melanda. Butuh nyali dan ‘backing’ besar karena bisa jadi nyawa taruhannya.

Situasi seperti itu mungkin yang kini dihadapi oleh Abdul Qadir Fitrat, gubernur bank sentral Afganistan.

[caption id="attachment_117190" align="alignleft" width="300" caption="Kabul Bank (photo: the journal)"][/caption]

Sang gubernur terpaksa ‘melarikan diri’ dari Kabul, ibu kota Afghanistan, dan kini bersembunyi di Viginia utara, Amerika Serikat. Bersamaan dengan pelariannya,

Abdul Qadir Fitrat, juga menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur bank sentral Afghanistan.

Tak jelas mengapa Amerika yang dipilih sebagai tempat bersembunyi. Bisa jadi, salah satu pertimbangan adalah karena antara Amerika dan Afghanistan tidak memiliki perjanjian ekstradisi. Yang pasti, sang mantan gubernur memang mengantongi status sebagai ‘permanent resident’ di Amerika Serikat. Sang gubernur bank sentral memang sebelumnya pernah bekerja di IMF, Washington, dan pernah pula sebagai salah satu penasehat World Bank.

Amerika Serikat dan dunia barat memang erat hubungannya dengan Afganistan yang dinilai memiliki posisi strategis sebagai penyangga stabilitas di kawasan Asia Tengah. Termasuk tentunya terkait dengan bantuan finansial yang diberikan dunia barat, khususnya Amerika Serikat kepada pemerintahan Afghanistan.

Konon, sang gubernur bank sentral terpaksa melarikan diri karena menerima ancaman serius setelah membeberkan para pihak yang disangka terlibat dalam kasus korupsi yang melibatkan dana bantuan internasional bagi pemerintahan Afghanistan bernilai milyaran dollar melalui Kabul Bank,  dihadapan parlemen 27 Juli lalu. Pelariannya dilakukan beberapa saat sebelum pemerintah Afghanistan bermaksud memanggilnya untuk dimintai klarifikasi. Mungkin yang bersangkutan takut ditangkap, sehingga merasa perlu kabur dari Kabul.

Meski demikian, pemerintahan President Hamid Karzai memiliki versi lain. Menurut vesri pemerintah, sang gubernurlah yang berada di balik skandal Kabul Bank. Pemerintah Afghanistan dikabarkan kini mengeluarkan perintah penangkapan terhadap sang gubernur, setelah melarikan diri minggu lalu.

Skandal penyalahgunaan dana Kabul Bank ini, disinyalir telah merugikan bank hampir semilyar dollar (sekitar 8,5 triliun rupiah) dan menyebabkan bank ini hampir ambruk akhir tahun lalu. September tahun lalu, terjadi penarikan besar-besaran dana nasabah (rush) setelah skandal ini mencuat sebagai bentuk runtuhnya kepercayaan masyarakat Afghanistan terhadap perbankan.

Konon, banyak dana bank disalahgunakan oleh pengurus bank untuk membeli properti mewah di Dubai dan diinvestasikan ke dalam perusahaan-perusahan penerbangan, minyak dan mall di Kabul. Selain itu, banyak kredit yang disalurkan ke pihak-pihak terafiliasi secara tidak layak. Badan anti korupsi Afghanistan, semacam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyatakan bahwa sekitar 467 juta dollar kredit, proses penyalurannya dinilai tidak transparan dan tidak dilengkapi dengan dokumentasi yang memadai.

Kabul bank memang memegang peran menentukan bagi industri perbankan dan pemerintah Afghanistan. Bank ini mirip bank ‘persepsi’ kalau di Indonesia, yaitu menangani banyak transaksi yang terkait dengan anggaran pemerintah. Sekitar 80% gaji pegawai pemerintah dibayarkan melalui bank ini. Selain itu, ribuan tentara dan polisi Afghanistan juga umumnya memiliki rekening di bank ini. Tak heran bila terlepas dari apapun yang terjadi, pemerintah tentu khawatir kalau bank ini ambruk, akan menimbulkan kericuhan dan secara politis merugikan penguasa. Maka, tak heran bila kemudian pemerintah Afghanistan terpaksa harus meminta bantuan internasional, termasuk kepada IMF, untuk menyelamatkannya.

Sejak September tahun lalu, Kabul bank dalam proses penyelamatan dan di bawah penguasaan bank sentral. Sebelumnya, bank sentral harus mengeluarkan dana talangan sebesar 820 juta dollar (sekitar 7 triliun rupiah) untuk menyelamatkan. Tak jelas, apakah dana talangan ini nantinya bisa kembali mengingat banyak aset Kabul bank yang dinilai ‘busuk’.

Konon, pengurus bank juga merupakan pemegang saham pengendali dan masih kerabat sang presiden dan wakil presiden, juga terlibat dalam penyalahgunaan dana Kabul Bank dalam jumlah yang cukup besar.

Sebagian besar sahamnya dimiliki oleh kalangan yang dekat dengan penguasa. Kakak dari dua wakil presiden terdahulu dikabarkan juga sebagai pemegang saham. Sementara kakak sang presiden, Mahmood Karzai, konon memiliki 7% saham. Adapun bekas direktur utama bank sebelumnya, Sherkan Famood, yang juga seorang penjudi poker terkenal, memiliki 28% saham. Sherkan pula yang dikabarkan berperan dalam penggalangan dana untuk kampanya presiden Karzai, yang berkuasa saat ini.

Menurut seorang diplomat India, M K Bhadrakumar, skandal di Kabul bank ini mencuat berkat peran salah satu ‘unit khusus’ kedutaan besar Amerika di Kabul, yang dikenal sebagai ‘Afghan Threat  Finance Cell’.

Meskipun pemerintah Afghanistan memiliki versi lain atas siapa sebenarnya dalang ‘pencurian’ dana yang melibatkan Kabul bank ini, yang pasti atas desakan kalangan internasional, dua  pimpinan Kabul bank kini sudah ditangkap pihak berwajib Afghanistan yaitu Sher Khan Farnood, direktur dan Khalilullah Fruzi, mantan direktur. Keduanya dikabarkan akan dihadapkan ke pengadilan dalam waktu dekat.

Seperti biasa, hal lain yang juga mencuat berbarengan dengan skandal di Kabul bank adalah isu mengenai lemahnya pengawasan perbankan oleh bank sentral. Ini misalnya disampaikan oleh Mohammad Qurban Haqjo, chief executive of the Afghanistan Chamber of Commerce and Industries, semacam ketua Kadin yang menyatakan bahwa bank sentral perlu tambahan tenaga pengawas perbankan agar mampu melakukan pengawasan dengan lebih baik. Hal yang hampir mustahil dicapai tentunya meski dengan tambahan sumber daya manusia, bila kaitan antara perbankan dan penguasa masih sangat dekat.

Satu hal yang pasti adalah membongkar skandal korupsi, meski melibatkan perbankan yang seharusnya rekam jejak aliran dananya lebih bisa terlacak, tak pernah akan mudah …

(Financial Times/atimes.com/Economist/Telegraph.co.uk/the Journal)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline