Seiring dengan makin berkembangnya strategi tax planning oleh perusahaan dan untuk memudahkan dalam pelaksanaan kewajibannya maka beberapa perusahaan membentuk "anak perusahaan" untuk menjadikan hal tersebut sebagai alat pengurang pajak. Salah satu bagian yang biasanya dibentuk ialah perusahaan outsourcing atau perusahaan penyedia tenaga kerja, lalu bagaimana aspek PPN dari transaksi jasa penyedia tenaga kerja.
Menurut pasal 3 PMK nomor 83 tahun 2012 ada beberapa syarat jasa tersebut dapat dibebaskan dari PPN yakni:
- pengusaha penyedia jasa tenaga kerja tersebut semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan tenaga kerja, yang tidak terkait dengan pemberian Jasa Kena Pajak lainnya, seperti jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa bongkar muat, dan/ atau jasa lainnya;
- pengusaha penyedia tenaga kerja tidak melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau sejenisnya kepada tenaga kerja yang disediakan;
- pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yang disediakan setelah diserahkan kepada pengguna jasa tenaga kerja; dan
- tenaga kerja yang disediakan masuk dalam struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.
menariknya pada pasal 4 ayat 4 PMK ini ada cela buat perusahaan penyedia jasa tenaga kerja agar dapat membayar PPN lebih rendah yakni "Dalam hal tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja dirinci dalam Faktur Pajak dengan memisahkan antara tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yang diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja, Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah nilai lain"
Ayat ke-5 PMK ini menjelaskan "Nilai lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah seluruh tagihan yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja kepada pengguna jasa, tidak termasuk imbalan yang diterima tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya". Sehingga jika perusahaan penyedia jasa tenaga kerja sebenarnya bisa membuat faktur dengan merinci mana tagihan biaya jasa dan mana tagihan biaya gaji, dan yang dikenakan PPN hanya yang merupakan biaya jasa. Pada prakteknya perusahaan penyedia tenaga kerja tidak memanfaatkan ini karena rekanan mereka jelas lebih diuntungkan secara cash flow apabila PPNnya ditagihkan semua.
Namun poin pasal 4 PMK itu sudah tidak berlaku lagi sejak tanggal 12 desember dengan berlakunya PP 49 tahun 2022. Pasal 22 angka 5 PP 49 tahun 2022 mengatur poin-poin yang sama persis dengan pasal 3 PMK 83 tahun 2012, sedangkan pasal 4 ayat 4 dan 5 PMK 83 tidak ditemukan lagi dalam aturan terbaru mengenai PPN ini, namun demikian menurut hemat saya PMK pasa 4 ayat 4 dan 5 ini masih dapat digunakan dengan alasan perhitungan nilai lain, tapi sekali lagi saya ragu perusahaan penyedia jasa tenaga kerja mau menggunakan ini karena jelas mereka dalam posisi tidak memiliki daya tawar yang tinggi, dikarenakan pemakai jasa lebih membutuhkan PPN 10% sebagai pajak masukan, sehingga jika perusahaan penyedia jasa tenaga kerja menolak, mereka bisa mengalihkan ke perusahaan penyedia jasa tenaga kerja lainnya.
Salam literasi pajak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H