Cukai itu adalah pajak dosa, dibuat karena uangnya dibutuhkan negara namun ditekan agar efeknya tidak melebar menyebabkan kerusakan pada masyarakat.
Jagat dunia twitter beberapa hari belakangan dihebohkan dengan tagar Sri Mulyani pembunuh petani,beragam meme tentang bu menteri berseliweran,dan biasanya disebar oleh mereka yang memang perokok, maupun yang aktif dalam gerakan komunitas kretek,komunitas yang bertujuan mengadvokasi hak-hak perokok. Tudingan yang paling nyaring terdengar ialah membunuh petani tembakau dan menghancurkan industri stretegis bangsa ini.
Tindakan ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan lagi cukai rokok pada tahun 2023 menjadi rata-rata 10% dari tarif sebelumnya, para ahli hisap jelas meradang karena harga rokok akan kian tinggi yang pada akhirnya akan menambah pengeluaran rumah tangga mereka.
Kementerian Keuangan dalam rilisnya menyampaikan pada tahun 2023 akan ada kenaikan rata-rata sebesar 10 persen terhadap Sigaret Kretek Mesin (SKM) I dan II yang nanti meningkat antara 11,5% hingga 11,75%, Sigaret Putih Mesin (SPM) I dan II naik di 11 hingga 12 persen, sedangkan Sigaret Kretek Pangan (SKP) I, II, dan III naik 5 persen.
Rokok elektrik juga mengalami kenaikan cukai rata=rata sebesar 15 persen, dan kenaikan sebesar 6 persen untuk hasil pengelolaan tembakau lainnya (selengkapnya dapat dibaca disini). Hal yang saya yakin pasti akan membuat para perokok naik pitam ialah bahwa kenaikan ini akan terus terjadi selama lima tahun ke depan.
Lalu apakah benar kebijakan ini ingin membunuh indutri rokok? Saya rasa itu terlalu dilebih-lebihkan, dalam perhitungan cukai sendiri ada pembagian tarif sesuai kadar produksinya dan jumlah produksinya dapat dibaca disini, sehingga makin besar produksi maka otomatis perhitungan cukai yang akan dibayar lebih besar.
Data bahwa konsumsi rokok pada masyarakat miskin perkotaan berada diangka 12.21% dan 11.63% pada masyarakat pedesaan,menunjukkan konsumsi rokok berada dibawah konsumsi beras, namun ironisnya lebih tinggi daripada konsumsi telur,tahu dan tempe yang sebenarnya lebih dibutuhkan masyarakat.
Para perokok jelas akan berargumen tidak semudah itu berhenti merokok. Hal ini benar adanya, namun masalah ini memiliki solusi yakni dengan mengkonsumsi rokok dengan merek berbeda dan lebih murah.
Pilihan ini menurut saya tidak akan membunuh industri rokok tapi mengalihkan daya beli ke industri rokok yang lebih kecil,jika ternyata pilihan ini tetap membebani biaya rumah tangga, maka solusi terbaik ialah memaksa diri dengan berhenti merokok. Saya yakin penurunan konsumsi rokok tidak akan membunuh industri rokok,bukankah orang terkaya di negeri ini masih bos rokok?
Bagaimana dengan tudingan pembunuh petani tembakau? Pemerintah saya pikir telah mencoba berpihak pada petani tembakau dan masyarakat yang terdampak maupun berkecimpung dalam industri ini.