Proses Lelang pada Juru Lelang Pemerintah, biasanya dilakukan terhadap barang-barang sitaan negara atau perusahaan, barang milik negara yang sudah rusak atau melewati daluarsa, serta bisa juga terhadap aset yang dimiliki perusahaan yang secara hukum dinyatakan pailit, tulisan ini akan mencoba melihat dari perspektif perusahaan yang mengalami pailit, sehingga mesti menjual aset untuk menutupi kewajiban yang masih dalam tagihan pihak ketiga.
Perusahaan dalam menyerahkan aset ke kurator dan kemudian dilakukan lelang sebagian besar paham bahwa dalam pelaksanaan lelang nanti yang didahulukan ialah biaya administrasi lelang, kewajiban perpajakan, dan utang kepada pihak ketiga. Saat aset diserahkan kepada kurator dan juru lelang, maka pemilik aset sudah sepenuhnya menyerahkan juga pelaksanaan hak dan kewajiban.
Hal ini secara sekilas wajar namun dalam penerapan di lapangan, apabila lelang dilakukan melalui kantor lelang yang berada dibawah naungan Kementerian Keuangan, akan ada sedikit kendala yang akan membuat perusahaan menjadi tidak nyaman dikemudian hari, yakni adanya tagihan PPN dari otoritas pajak yang juga berada dalam naungan kementerian yang sama terhadap aset yang telah beralih pada saat lelang, padahal proses lelang sudah dinyatakan selesai.
Perusahaan yang asetnya telah selesai di lelang, akan beranggapan bahwa semua kewajibannya kepada negara dan pihak ketiga telah beres, namun dikemudian hari Perusahaan menerima surat cinta yang menyatakan sesuai hasil evaluasi dari kantor pajak perusahaan terdaftar sebagai pengusaha kena pajak, dan atas aset tetap yang dialihkan belum dilakukan pemungutan PPN.
Hal ini dari sudut pandang perusahaan adalah hal yang aneh, bukankah dia melakukan lelang melalui Kementerian Keuangan, seharusnya pada saat itu juga dilakukan pemungutan PPN, kok baru ditagih setelah proses lelang selesai? kalau masih ada kas perusahaan mungkin bisa terbayarkan, namun bagaimana jika sudah habis terbagi ke pemilik saham, atau yang terparah dari hasil lelang tersebut tidak ada sisa yang kembali ke pemilik saham?
Secara Undang-Undang Pepajakan, langkah tersebut tidak salah hal ini telah sesuai dengan pasal 8 UU no.42 tahun 2009 tentang PPN
- Penyerahan barang kena pajak melalui juru lelang merupakan penyerahan barang kena pajak yang dikenai PPN dan atau PPNBM
- Pemungutan PPN dan atau PPNBM atas penyerahan barang kena pajak melalui juru lelang dilakukan dengan penerbitan Faktur Pajak oleh pemilik barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Dalam hal pemilik barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menerbitkan Faktur Pajak , pemungutan PPN dan atau PPNBM atas penyerahan barang kena pajak melalui juru lelang dilakukan sendiri melalui surat setoran pajak
- Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemungutan PPN atau PPNBM atas penyerahan Barang Kena pajak melalui Juru Lelang, diatus dengan Peraturan Menteri Keuangan
Ditambah lagi hak mendahului untuk masalah perpajakan hanya menyangkut utang pajak. Utang Pajak sendiri ialah kewajiban perpajakan yang telah memiliki kekuatan hukum berupa Surat Tagihan Pajak (STP) dan atau Surat Ketetapan Pajak (SKP), tidak termasuk pajak yang akan terutang (yang timbul dalam proses lelang)
Sudut pandang Kantor Lelang juga tidak salah, mereka mengacu PMK 213 tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dalam PMK tersebut tidak ada aturan yang membuat mereka mesti memperhitungkan PPN atas aset yang dialihkan, PMK tersebut hanya mengatur tentang kewajiban memungut PPh atas pengalihan aset tetap.
Saya berdiskusi dengan kawan dari piutang lelang, argumen tambahan mereka selain PMK tersebut ialah dalam UU PPN hanya menyebut juru lelang yang adanya dalam pemeritah daerah, sedangkan pada kantor lelang yang dikenal ialah pejabat lelang, maka UU PPN tidak mengatur tentang proses lelang yang dilakukan Kantor Lelang.
Posisi inilah yang dalam pandangan perusahaan menjadi aneh, kenapa tidak sekalian saja pada saat lelang dilakukan juga pemungutan PPN?Hal ini menurut saya justru akan meninggalkan kesan sesama lembaga dalam kementerian keuangan tidak ada kordinasi, untuk mengatasi hal-hal ini saya mengajukan beberapa usul:
- Perbaikan pada PMK 213 tahun 2020 dengan menambahkan kewajiban pemungutan PPN terhadap aset lelang milik Perusahaan yang terdaftar sebagai pengusaha kena pajak.
- penyediaan sistem informasi status wajib pajak yang dapat diakses oleh Kantor Lelang, hal ini untuk mengkonfirmasi status Perusahaan apakah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak atau tidak,
- penegasan bahwa pejabat lelang ialah termasuk dalam juru lelang yang dimaksud dalam pasal 8 UU PPN
Jika hal sederhana ini dapat dilakukan, maka penagihan PPN atas aset yang dilelang menjadi lebih simpel dan tidak memerlukan sebuah ekstra effort, hal ini juga memberikan kemudahan bagi perusahaan yang mengalami pailit, selain itu memberi kesan bahwa satu kementerian keuangan itu merupakan sebuah kesatuan sistem.