Lihat ke Halaman Asli

Priyanka Audrey

new kompasiana acc

Membantu Perempuan dengan Film

Diperbarui: 15 Desember 2020   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber:deivanart

Analisis feminisme dalam film Shrek the Third(2007) dan Maleficent(2014) dari perspektif komunikasi massa. 

Perempuan. Apa yang terlintas di pikiran saat mendengar kata perempuan? Hal yang terlintas di kepala sebagian besar adalah ideologi atau pemikiran yang diserap berkaitan dengan konsep perempuan. Penerimaan informasi seputar konsep perempuan terjadi dalam sebuah bentuk komunikasi. Komunikasi memiliki andil yang besar berkaitan dengan apa yang dipahami. Menurut Shannon dan Weaver dalam Wiryanto (2004:7) komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal melainkan juga termasuk dalam hal seperti ekspresi wajah, lukisan, seni, dan teknologi. 

sumber:Wiryanto

Film adalah salah satu hal yang terlahir dari perkembangan teknologi. Sesuai dengan bahasa inggris film Movie atau Moving Picture pertama kali ditemukan dengan adanya beberapa foto kuda yang bertukaran dilihat membuat kuda seperti bergerak. Industri perfilman memiliki sejarah panjang, namun satu hal yang pasti bahwa film mempengaruhi masyarakat. Hal yang ditampilkan dalam film bisa jadi merupakan cerminan dari keadaan masyarakat namun juga hal yang kemudian diimplementasikan di masyarakat. Efek positif film yang mempengaruhi masyarakat adalah dapat menjadi media komunikasi massa dalam menyebarkan suatu pemahaman atau kesadaran. Menurut Schramm dalam Wiryanto(2004:89) komunikasi massa memiliki efek yang seperti mengembang atau menyebar karena komunikasi massa menjadi seperti komunikasi sosial yang dalam prakteknya telah menciptakan suatu jaringan pengertian. Efek yang ditimbulkan tidak signifikan langsung terlihat melainkan seperti stalagmit yang dari sedikit menjadi perubahan yang besar. Informasi yang dibagikan dipahami perlahan-lahan dari hari ke hari perubahannya tidak bisa langsung dilihat, didengar, diraba, namun ada dan menimbulkan hal yang mengejutkan. 

Kembali ke konsep perempuan. Jadi, apa yang terlintas di pikiran? Lemah lembut, di rumah setiap hari, dan pintar masak? Permasalahannya adalah ada konsep konsep perempuan yang diciptakan di masyarakat membuat adanya ketidakadilan bagi kaum perempuan. Djajanegara dalam Rokhmansyah(2016:65) menjelaskan gerakan kaum perempuan untuk menuntut persamaan hak perempuan dan laki-laki disebut dengan feminis. Hal ini meliputi seluruh aspek kehidupan baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. 

Terdapat kritik sastra feminisme berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukan citra wanita dalam karya penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarki dominan. 

Seperti yang sudah dibahas di atas, film bisa menjadi media komunikasi massa untuk menyebarkan pemahaman salah satunya feminisme. Hal ini dapat dilakukan dengan metodologi  analisis teks film. Thwaites(1994:67) menjelaskan dalam bentuknya paling sederhana teks didefinisikan sebagai sebuah kombinasi tanda sehingga dalam melihat feminisme dalam film dapat dilihat dari tanda yang penonton temukan. 

Dengan kemajuan teknologi film animasi dapat dibuat dan sering kali dipertontonkan pada anak-anak. Film animasi memiliki keuntungan lebih dalam memberikan tanda karena tidak dibatasi hambatan fisika seperti film yang dibuat secara langsung. Apapun dapat terjadi dalam film animasi seperti hewan yang berbicara, karakter dengan fisik unik, dan kegiatan yang sulit dilakukan di dunia nyata serta karena pembuatannya terkontrol pembuat film dapat mengatur fokus audiens saat menonton. Sering kali tanda yang diberikan dalam film animasi unik namun mudah dipahami. Seperti beberapa tanda yang menyebarkan atau mendukung paham feminisme dalam film Shrek the Third(2007) dan Maleficent(2014).

Maleficent sebagai peri terlihat berbeda dengan peri pada umumnya yang feminin dan anggun. Maleficent memiliki tanduk di kepalanya yang memberikan kesan maskulin. Maleficent bisa memberikan kesan tegas dan kuat namun terkadang lembut sesuai dengan konteks latar situasi. Saat kehilangan sayapnya Maleficent terlihat sangar dan mengerikan namun saat dalam istana menggunakan gaun ia terlihat anggun. Mematahkan cara menekan perempuan untuk bersikap hanya anggun dan lemah lembut. Maleficent marah pada Raja karena membantah permintaannya dan ini melambangkan kekuatan perempuan bahwa perempuan bisa marah dan membangkan, perempuan memiliki kekuatan. Maleficent digambarkan bisa hidup sendiri tanpa pasangannya yang sekarang menjadi raja memperlihatkan kemandirian seorang perempuan. Sering kali dari kacamata budaya wanita dilambangkan tidak bisa mandiri dan selalu dimiliki seperti dalam pernikahan mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita meminta anak perempuannya untuk dinikahi. Perempuan dilihat seperti objek yang harus dibantu dalam hidup. Pada adegan lain Maleficent menjadi pemimpin perang pasukannya memperlihatkan perempuan bisa menjadi pemimpin dan tidak selalu harus menjadi pengikut. Pemahaman-pemahaman ini disebarkan melalui film dengan harapan diterima oleh audiens. 

Pada Shrek the Third(2007) terdapat adegan para princess mencoba menyelamatkan Shrek dalam Istana. Hal ini mungkin aneh untuk beberapa audiens karena biasanya pangeran yang menyelamatkan putrinya. Dari konsep ini sudah mendukung feminisme, bahwa perempuan tidak selalu harus diselamatkan melainkan perempuan juga memiliki kemampuan untuk menyelamatkan. Terdapat beberapa simbol yang terlihat dengan sengaja menggambarkan feminisme.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline