[caption id="attachment_321660" align="aligncenter" width="402" caption="Indonesia, Prookk Prokkk Prokkk Prokkk!!!!"][/caption]
“Meski hanya simulasi, namun pertandingan ini penuh sensasi.”, begitulah gumamku saat membayangkan kembali sebuah cerita hidupku kemarin, Sabtu, 26 April 2014. Dan perjalanan ini kembali tergoreskan bersama kalian kawan, sekelompok manusia dengan ego yang berbeda, namun terikat oleh sebuah hal dasar yang sama, GILA!!
Perjalanan ini kami mulai dari sebuah kawasan di salah satu tempat kost anggota perjalanan, di Condong Catur. Di tempat ini, kegilaan sudah mulai terasa. Entahlah, memang rasanya tak akan bisa diam jika kami berkumpul bersama. Lewat jam 08.00 WIB kami mengendarai motor masing-masing menuju Stasiun Maguwoharjo, dua teman kami telah lebih dahulu stand by di stasiun yang berjarak hanya beberapa meter dari Bandara Adi Sutjipto ini. Dua puluh lembar tiket telah mereka booking untuk perjalanan kami bersama Kereta Api Sriwedari AC. Bukan hanya dua puluh, namun rombongan kami bertambah dua lagi yang sudah duduk manis di kereta dari Stasiun Tugu Yogyakarta dan beberapa kawan kami yang lain lebih memilih mengendarai mobil untuk menuju ke kota yang rutin menggelar Solo Batik Festival tiap tahunnya.
Kami memang gila, namun kami terkadang cukup waras untuk berusaha mentaati peraturan yang sudah ada. Begitu masuk Gerbong 3 KA Sriwedari AC, tempat yang seharusnya kami duduk, gerbong begitu sesak, tak seperti yang awalnya kami bayangkan. Tempat duduk yang seharusnya menjadi hak kami, sudah diduduki oleh orang lain. “Gak papa, lha wong perjalanan cuma sejam aja loh. Toh nanti kita bakalan duduk seharian di GOR.”, celetuk salah satu dari kami setelah melihat ekspresi kekecewaan yang tergurat pada beberapa teman karena tempat duduk kami telah diserobot tanpa aturan. Ketika petugas datang, kami coba mengkonfirmasikan apa yang kami alami. Meskipun jawaban yang kami dapatkan “tidak masuk akal”, namun akhirnya sebagian dari kami mendapatkan tempat duduk yang memang seharusnya menjadi hak kami. Sebagian yang lain harus rela bergelantungan atau duduk melantai ditemani kartu remi untuk sekedar mengasah kadar kegilaan kami. Dan di sini aku makin bahagia berkumpul dengan kalian, dari kalian aku belajar untuk sedikit punya hati. Kalian tidak mengusir penumpang spesial yang menduduki tempat duduk kalian. Dan kalian masih menunjukkan hormat kepada ibu-ibu, anak-anak dan orang yang “tidak mampu” memahami tata tertib naik kereta api.
Sesampai di Stasiun Purwosari, kami turun dari KA dan menjejakkan kaki di kota yang akan membuat kami berteriak pada akhir pekan terakhir di bulan April 2014. Dengan menjajal Bus Batik Solo Trans, kami ber-22 menuju ke Pusat Grosir Solo sebelum menuju ke Sritex Arena, tempat berlangsungnya pertandingan simulasi Thomas-Uber Cup 2014.
Di halaman PGS ini kami terpecah menjadi beberapa rombongan, beberapa di antara kami ingin menikmati wisata belanja di kota ini, sedang lebih banyak yang lain memilih untuk mengunjungi Keraton Solo. Setelah puas dengan agenda masing-masing, kami kembali berkumpul di Masjid Agung Surakarta untuk sejenak mensyukuri nikmat Tuhan yang begitu luar biasa.
Selepas menikmati santap siang, perjalanan kami lanjutkan menuju site utama yang kami kunjungi, Sritex Arena.
[caption id="attachment_321658" align="aligncenter" width="402" caption="Mencicipi aroma Stasiun Maguwoharjo dan Keraton Surakarta"]
[/caption]
Bukan rahasia lagi jika Indonesia adalah negeri dengan fans bulutangkis tergila di dunia. Di Sritex Arena ini kami merasakan dan turut membaur dalam gegap gempita kegilaan pecinta olahraga yang melegendakan nama besar Susy SUsanti, Liem Swie King, dan sederet nama Pahlawan Bangsa di ajang internasional. Di GOR yang tidak terlalu besar ini kami dapat melihat punggawa-punggawa Indonesia yang bakal berjuang memboyong kembali supremasi tertinggi kejuaraan beregu putra dan putri di bawah Badminton World Federation ini. Nama besar Sang Juara Dunia Ganda Putra 2013 Mohammad Ahsan/ Hendra Setiawan atau Sang Penakluk Lee Chong Wei dalam ajang Singapore Super Series 2014 lalu, Simon Santoso, menjadi incaran dari sebagian kami. Sebagian dari kami ada yang memilih menikmati suasana dengan duduk tenang di Tribun tempat kami bersorai, atau memilih berlari mengejar pemain cantik Bellaetrix Manuputy dan Ardriyanti Firdasari untuk mendapat tanda-tangan dan berfoto bersama. Demikianlah kami, kebersamaan dalam beragam keinginan.
[caption id="attachment_321659" align="aligncenter" width="502" caption="Tanda tangan dan berfoto bersama Bellaetrix Manuputty"]
[/caption]
Dan perjuangan memang berbuah, foto bareng idola, tanda tangan idola atau apalah itu menjadi sebuah pencapaian yang begitu membahagiakan saat diucapkan. Dan di zaman yang tak pernah terlepas di dunia maya ini, kami pun mencoba membagi kebahagian lewat akun media sosial yang kami miliki.
[caption id="attachment_321654" align="aligncenter" width="559" caption="Berburu tanda tangan Firdasari (Sumber: akun twitter @Badminton_INA)"]
[/caption]
Dan meski hanya simulasi, pertandingan ini menggoreskan memori…
Sensasi lain yang kami rasakan adalah mampu melihat para pemain ini dalam jarak begitu dekat. Jika sebelumnya kami hanya terpukau lewat aksi-aksi tingkat dewa mereka di lapangan, saat itu kami kembali terpukau dengan eloknya paras para pemain badminton ini. Bukan hanya itu, lepas waktu Maghrib, kami berada di cafeteria yang sama dengan punggawa Tim Thomas Indonesia. Meski kami tak duduk semeja, namun sensasi ini memang berbeda.
Dan apa kegilaan kami berakhir?
Tentu tidak, karena jika kami bersama, syarat utamanya adalah gila, never ending crazy story! Cerita gila selanjutnya adalah kelaparan yang mulai melanda. Ternyata memang sudah pukul 21.00 WIB, dan hamper semua warung makan di sekitar GOR sudah tidak menyisakan menu apapun. Beruntunglah ada kawan kami yang tampil sebagai pahlawan pembasmi kelaparan malam itu, terima kasih Atika Okta Melisa! Nasi liwet yang menjadi sajian kami malam itu ludes hanya dalam hitungan beberapa menit saja.
Penat, lelah dan capek mulai tergambar di wajah-wajah kami. Tak beraturan, sama halnya seperti cerita yang baru saja kami alami. Melompat-lompat meluapkan kebahagiaan dalam balutan kebersamaan. Bersama Bus Eka, kami meluncur kembali ke Yogyakarta, untuk kembali menuliskan cerita gila selanjutnya. Sesampai di tempat beristirahat masing-masing, status di akun media sosial kami berbunyi makna yang sama meski dalam rangkaian kata berbeda, “Terima kasih kawan, ku tunggu kisah gila selanjutnya!”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H