Lihat ke Halaman Asli

Prita Lestari

Nurse Education

Depresi Lansia Akibat Kesepian dan Keterasingan Sosial pada Kualitas Hidup Indonesia

Diperbarui: 8 Januari 2023   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut World Health Organization atau WHO lanjut usia atau lansia merupakan seseorang yang memasuki usia dengan rentang usia (45-59 tahun) disebut middle age, rentang (60-74 tahun) disebut elderly, rentang (75-90 tahun) disebut old, sedangkan diatas (90 tahun) merupakan usia sangat tua atau very old. Proses yang terjadi pada lansia merupakan dari penuaan realitas biologis yang dimiliki oleh setiap manusia. Dalam proses penuaan akan berpengaruh pada penurunan fisik maupun psikologis yang signifikan terhadap lansia (Nugroho, 2020).

Prevalensi lansia di Indonesia diduduki oleh lansia berjenis kelamin perempuan sebesar 9,0% dan berjenis kelamin laki-laki sebesar 8,0%. Sedangkan, di Indonesia provinsi dengan presentase lansia tertinggi yaitu provinsi DI Yogyakarta sebanyak 13,4%, Jawa Tengah sebanyak 11,8%, dan Jawa Timur sebanyak 11,5%. Provinsi dengan tingkat lansia terendah yaitu provinsi Papua sebanyak 2,4%. Peningkatan jumlah lansia menjadi tolak ukur tingginya Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia. Tingginya UHH menjadi indikator keberhasilan pembangunan nasional terutama di bidang kesehatan. sejak tahun 2004-2015 UHH di Indonesia meningkat dari 68,6 tahun menjadi 70,8 tahun (Kemenkes, 2016).

Bertambah usia pada setiap individu menyebabkan menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan fisik yang akan menimbulkan lansia menarik diri dari hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Kondisi menarik diri pada lansia akan menyebabkan kesepian dalam kesehariannya. Seringkali, lansia merasakan jenuh dan bosan dimasa hari tuanya sehingga berharap agar kematiannya segera datang menjemputnya (Munandar dkk., 2017). Hal tersebut terjadi karena dirinya tidak ingin menyulitkan keluarga dan orang-orang disekitarnya.

Kesepian yang dialami oleh lansia merupakan perasaan tersisihkan, terpencil dari orang lainnya karena merasa dirinya berbeda dengan orang lain maupun kelompoknya (Septiningsih & Na'imah, 2015). Rasa kesepian inilah yang menyebabkan perasaan lansia tidak diperhatikan, terisolasi dan tidak ada ada rasa berbagi atas perasaan maupun pengalaman yang dialami di masa kehidupan sehari-harinya. Kondisi tersebut, dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya, kurang percaya diri, keterlantaran, dan ketergantungan. Kesepian pada lansia cenderung menganggap dirinya sebagai seseorang tidak berharga, tidak dicintai, dan tidak diperhatikan (Setyowati, 2021).

Kesepian pada lansia dipengaruhi oleh faktor personal dan kultural mencakup karakteristik seperti self estem yang rendah, pemalu, social anxiety, dan kurang asertif sehingga menimbulkan kesulitan pada seseorang untuk mencapai maupun membangun hubungan sosial dengan orang lain. Faktor lainnya pada kesepian juga ditimbulkan akibat kepribadian yang sinis, introvert dan kepercayaan yang kurang terhadap dirinya sendiri. Apabila kesepian yang terus berlangsung pada lansia selama jangka panjang dapat berdampak pada kesehatan mental berupa depresi (Sigalingging, 2017).

Depresi pada lansia merupakan perasaan sedih maupun pesimis yang terjadi akibat pengalaman tidak menyenangkan maupun perasaan marah mendalam. Tanda gejala depresi pada lanisa meliputi beberapa aspek. Pertama aspek afektif berupa kemarahan, ansietas, apatis, penyakalan perasaan, ketidakberdayaan, kesepian, dan harga diri rendah. Kedua, aspek fisiologis berupa nyeri abdomen, sakit punggung, konstipasi, pusing, gangguan tidur, dan perubahan berat badan. Ketiga, aspek kognitif berupa ketidakmampuan konsenterasi, menyalahkan diri sendiri, pesimis, dan mencela diri sendiri. Keempat, berupa aspek agresif berupa perubahan tingkat aktivitas, mudah tersinggung, sangat tergantung, mudah menangis, dan isolasi sosial (Basuki, 2015).

Berdasarkan tanda dan gejala depresi yang dialami oleh lansia. Adapun tiga tingkatan depresi lansia yaitu depresi ringan berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, depresi sedang yaitu tiga gejala utama ditambah tiga maupun empat gejala tambahan, depresi berat yaitu tiga gejala utama ditambah sekurang-kurang empat gejala tambahan dan beberapa diantaranya merupakan tanda dan gejala berat (Utami, 2018). Dalam menghadapi permasalahan depresi pada lansia diperlukan penatalaksanaan depresi berupa terapi supaya depresi lansia dapat diatasi.

Penatalaksanaan depresi pada lansia perlu dilakukan dengan mudah sehingga lansia merasakan tidak bosan maupun kesulitan dalam pengimplementasian di kegiatan sehari-hari. Terapi fisik diberikan pada lansia berupa pemberian obat anti depresan yang memerlukan dosis sesuai dengan anjuran dokter dan perlu perhatian khusus dalam memberikan obat tersebut. Terapi keluarga, dalam memberikan dukungan pada lansia diperlukan dukungan keluarga dengan tujuan meredakan frustasi dan keputusasaan yang dialami oleh lansia. Terapi kognitif-perilaku dengan tujuan mengubah presepsi yang buruk pada lansia sehingga mampu memiliki pola pikir positif dalam menghadapi permasalahan di kehidupan sehari-hari (Hemmawati, 2015).

Akibat dari permasalahan yang dialami oleh lansia berupa kesepian dan keterasingan sosial dapat menimbulkan permasalahan baru yakni depresi. Permasalahan depresi tidak akan terjadi apabila dapat di cegah secara dini, sehingga lansia tidak merasakan kesepiannya dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut dapat cegah melalui pendekatan pelayanan kesehatan pada lansia berupa pendekatan mencakup psikologis, fisik, spiritual, dan sosial. Modifikasi lingkungan merupakan salah satu cara agar lansia tidak merasakan kesepian dengan cara menciptkan lingkungan yang aman dan nyaman, memberikan edukasi kepada lansia agar memahami masalah kehidupan yang dialami di masa perubahan penuaan.  

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, W. (2015). Faktor-Faktor Penyebab Kesepian Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Kota Samarinda. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 3(2), 122--136. https://doi.org/10.30872/psikoborneo.v3i2.3766

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline