Lihat ke Halaman Asli

Bekerja Keras: Di Ambang Senja

Diperbarui: 2 Desember 2024   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kota kecil, hidup seorang pemuda bernama Hafiz. Ia dikenal rajin bekerja, namun juga sering merasa cemas memikirkan masa depan. Setiap hari, Hafiz menghabiskan waktunya di toko kecilnya yang menjual bahan kebutuhan sehari-hari. Usahanya berkembang pesat, tetapi di balik keberhasilannya, ia merasa ada sesuatu yang kurang.

Suatu hari, ketika sedang membereskan toko, seorang lelaki tua datang membeli beberapa barang. Lelaki itu adalah Pak Hakim, seorang tetua yang bijaksana di lingkungan tersebut. Setelah membayar, Pak Hakim duduk sejenak dan memperhatikan Hafiz yang tampak gelisah.

"Hafiz, kau terlihat sibuk sekali, tapi ada apa dengan raut mukamu?" tanya Pak Hakim.

Hafiz berhenti sejenak, lalu menjawab, "Pak Hakim, saya bekerja keras untuk memastikan masa depan saya terjamin. Tapi di sisi lain, saya takut jika terlalu sibuk dengan urusan dunia, saya lupa mempersiapkan bekal untuk akhirat."

Pak Hakim tersenyum bijak. "Nak, pernahkah kau mendengar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: 'Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan kamu akan mati besok pagi'?"

Hafiz mengangguk. "Saya tahu hadis itu, Pak. Tapi saya bingung bagaimana cara menyeimbangkan keduanya. Dunia ini menuntut banyak waktu, dan akhirat juga membutuhkan persiapan."

Pak Hakim mengangguk, lalu berkata, "Hadis itu mengajarkan kita keseimbangan, Nak. Dunia adalah ladang tempat kita menanam benih amal, sementara akhirat adalah tempat kita menuai hasilnya. Bekerjalah seolah kau punya waktu tak terbatas, sehingga kau tidak terburu-buru dalam melakukannya. Tapi untuk akhirat, persiapkan dirimu dengan kesadaran bahwa hidup bisa saja berakhir kapan saja."

Perkataan itu menggugah hati Hafiz. Ia merenungkan caranya menjalani hidup. Selama ini, ia terlalu terfokus pada dunia hingga sering melupakan hal-hal kecil yang penting untuk akhirat: menyempatkan waktu untuk shalat dengan khusyuk, bersedekah, atau bahkan sekadar meluangkan waktu bersama keluarganya.

Sejak percakapan itu, Hafiz mulai memperbaiki ritme hidupnya. Ia tetap bekerja keras, tetapi tidak lupa menyisihkan waktu untuk ibadah dan amal kebaikan. Setiap pagi, ia memulai harinya dengan doa, mengingatkan dirinya bahwa setiap rezeki yang diperoleh adalah titipan Allah.

Pada suatu senja, Hafiz duduk di depan tokonya, memandang matahari yang perlahan tenggelam. Ia merasa damai. Kini, ia tidak lagi terbebani oleh kecemasan, karena ia tahu bahwa bekerja keras untuk dunia dan mempersiapkan akhirat bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dua sisi dari kehidupan yang harus seimbang.

Hafiz tersenyum dan berbisik pada dirinya sendiri, "Jika aku hidup selamanya, biarlah kerja kerasku menjadi manfaat. Dan jika aku mati esok, semoga bekalku cukup untuk menghadap-Nya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline