Kesultanan Gowa-Tallo adalah kesultanan yang terletak di Makassar, Sulawesi Selatan. Kesultanan ini sering juga disebut sebagai kesultanan Makassar. Wilayahnya terletak di Kabupaten Gowa. Kondisi politik di kesultanan ini dalam bentuk persekutuan sesuai pilihan masing-masing.
Terdapat beberapa Kesultanan di daerah ini yaitu Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo, dan Sidenreng. Kesultanan yang ada diantaranya kesultanan Gowa dan Tallo. Keduanya membentuk persekutuan tahun 1528 sehingga melahirkan Kesultanan Gowa-Tallo atau Kesultanan Makassar.
Kesultanan Gowa-Tallo adalah kesultanan yang bercorak maritim, bisa dilhat dari kegiatan ekonominya yang paling utama adalah melakukan perdagangan. Kesultanan Gowa-Tallo terletak di tempat yang strategis, memiliki pelabuhan yang maju , memiliki pelaut-pelaut tangguh yang dapat memperkuat barisan pertahanan laut Makassar.
Kesultanan ini menjadi pusat perdagangan yang membuat Makassar berkembang menjadi pelabuhan internasional yang banyak disinggahi pedagang asing seperti Portugis, Inggris, dan sebagainya yang datang untuk melakukan perdagangan di Makassar. Terdapat hukum niaga yang mengatur pelayaran dan perdagangan di Makassar yaitu ADE' AOPING LOPING BICARANNA PABBALUE. Hukum Niaga ini membuat perdagangan di Makassar semakin berkembang
Baca juga : Perbandingan Warisan Kesultanan Maritim Gowa-Tallo dan Demak di Indonesia
Kesultanan Gowa-Tallo kaya akan beras, daging, kapur barus hitam, dan barang lainnya. Tak hanya itu, kesultanan Gowa-Tallo juga mengambil dagangan dari luar yaitu jenis pakaian Cambay, Bengal dan Keling. Selain pakaian, ada juga keramik dari masa Dinasti Sung dan Ming yang menjadi bukti bahwa kesultanan ini pernah menjalin hubungan dagang dengan Tiongkok.
Sebagai negara Maritim, sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan dan pedagang. Masyarakat di kesultanan ini banyak yang bekerja keras untuk memenuhi taraf hidupnya bahkan sampai merantau ke daerah lain . Walaupun masyarakatnya memiliki kebebasan, mereka terikat dalam suatu hukum adat yang sakral.
Norma kehidupan masyarakat Makassar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Hasil budaya yang masih bisa ditemui hingga saat ini adalah perahu pinisi dan lombo yang digunakan untuk berlayar dan berdagang saat itu.
Pada awal abad XVI, terdapat ulama islam yang berasal dari Sumatera Barat yaitu Dato ri Bandang yang datang ke Makassar dan menyebarkan ajaran islam di Makassar. Pada tahun 1605, Raja Gowa, Daeng Manrabia memeluk agama islam dan namanya diubah menjadi Sultan Alauddin dan Raja Tallo. Hingga ia wafat pada tahun 1639, Sultan Alauddin tidak pernah mau menerima kapal-kapal Belanda di pelabuhan-pelabuhan milik Gowa-Tallo.