Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Memaknai Ramadan bersama Gus Baha

Diperbarui: 1 April 2023   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Youtube Goto Islam

Kalau sedang berselancar di media sosial, jemari dan pendengaranku kerap terhenti tiap kali mendapatkan untaian nasihat dari Gus Baha. Cara pandangnya terhadap kehidupan sangatlah unik dan mendalam. Beliau membuat kita dalam posisi yang selalu berbaik sangka kepada Allah SWT. Hal ini yang tanpa kita sadari kerap kita lupakan.

Hikmah dalam ceramah Gus Baha juga bisa diletakkan dalam konteks memaknai Ramadan. Ada banyak hal yang relevan, yang bisa dijelaskan dalam konteks berbaik sangka kepada Sang Pencipta.

Sebagai contoh, pernah dengar nggak kalau tidurnya orang berpuasa itu ibadah? Redaksi tersebut ada di dalam hadits yang diriwayatkan Baihaqi yang sayangnya sering dijadikan dalih pembenaran bersikap malas-malasan dan banyak tidur saat menjalankan puasa di bulan Ramadan. Di dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali menjelaskan, secara adab/tata krama, sebaiknya tidak banyak tidur karena bisa menandakan kelemahan diri.

Gus Baha dalam beberapa kesempatan membagikan perspektif tidur ini sebagai ibadah 'terbaik' di akhir zaman. Para ulama termasuk Imam Al Ghazali mengerti bahwa orang yang tidur itu orang baik karena dia tidak mengganggu orang lain. Tidur yang diniatkan untuk menghindari maksiat itu tidak bisa diremehkan. Bayangkan, ketika seseorang tidur, kita jadi tidak melakukan dosa seperti mencuri, tidak berzina mata dengan berselancar melihat perempuan seksi, dll. 

Contoh prasangka baik lainnya adalah bagaimana Gus Baha memandang puasa. Apa makna puasa? Gus Baha menjelaskan mau sekaya dan sehebat apapun manusia, kalau tidak makan, ia akan merasa lapar. Dan saat lapar yang ia butuhkan adalah makan. Di situ kita menyadari bahwa kebutuhan utama manusia adalah makan (dan minum). 

Hanya segelas air putih, sebutir kurma... ternyata makanan sesederhana apapun seharusnya jadi spesial dan saat itulah kita jadi mampu memperdalam rasa syukur kita kepada Sang Pencipta dengan menghormati makanan yang disuguhkan. Lauk paling enak itu ya rasa lapar. Ternyata hidup itu sesederhana itu. Hanya karena nggak bisa makan saja kita jadi lemah. Kenapa kok kita bisa menyombongkan diri ketika nikmat paling sederhana itu 'dicabut' oleh Allah SWT?

Puasa di lain sisi adalah ibadah yang personal manusia dengan Tuhan. Karena itulah, hanya puasa yang disebut oleh Allah SWT sebagai 'ibadah untuk-Ku' yang kadar balasannya menjadi hak prerogatif Allah. Karena itu, maknanya kita tidak seharusnya mengurusi perbuatan orang lain saat berpuasa. Kalimat-kalimat provokatif tidak seharusnya kita lontarkan kepada saudara sesama muslim kita mengenai ibadah yang dilakukan. Misalnya, kata Gus Baha, kerap kita mendengar ucapan, "Sayang kalau nggak tawarih, mumpung Ramadan". Kalimat itu akan jadi keliru jika diucapkan kepada orang-orang yang punya uzur semisal tugas/kerja pada malam hari. Sebab hukum dasarnya, tarawih itu sunnah, yang bahkan kadar pahalanya lebih rendah dari salat sunnah rawatib. Sedangkan mencari nafkah itu hukumnya wajib.

Itu adalah beberapa makna Ramadan yang kerap saya dengarkan lewat konten-konten yang melintas saat bermain media sosial. Bagi teman-teman yang mungkin juga suka melihat Shorts, Reels, atau Tiktok, saya tutup tulisan ini dengan ucapan Habib Jafar. Kalau kita sedang asik bermain medsos, lalu muncul konten-konten ceramah agama, jangan diskip. Dengarkan sampai selesai. Barangkali itulah cara Tuhan menyapa kita dan menunjukkan kasih sayangnya kepada kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline