Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Sepeda Milik Mardigu

Diperbarui: 3 Juni 2021   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Liputan 6

Tulisan ini pertama kali tayang di Catatan Pringadi. Tulisan ditayangkan kembali karena perbincangan soal pesepeda yang menguasai jalanan kini menyeruak. Hingga kita patut bertanya-tanya, sepeda yang tidak dipajaki untuk fasilitas jalanan itu, yang dibangun fasilitas jalur khusus itu, harus disikapi seperti apa?

Teman saya, Mardigu, punya banyak sepeda di rumahnya. Beberapa dari sepeda itu berharga lebih mahal dari sepeda motor. Setiap pagi, Mardigu rutin bersepeda di sekitar komplek. Kadang-kadang melewati jalan raya, berkeliling, demi menjaga stamina.

Beberapa hari lalu, Mardigu menelepon dan meradang. Ia bingung ketika hendak melaporkan pajak (SPT Tahunan), ia harus mencantumkan sepeda-sepeda miliknya di laporan harta yang ia miliki. "Bung, apa Pemerintah sudah kekurangan uang sampai sepeda-sepeda saya harus dipajaki?"

Mardigu salah paham. Harta yang kita laporkan tidak menjadi dasar pengenaan pajak. Dan sebenarnya, bukan baru tahun ini saja sepeda harus dimasukkan ke dalam laporan tersebut.

Harta yang dilaporkan di dalam SPT Tahunan adalah harta dalam bentuk kas dan setara kas, piutang, investasi, alat transportasi, harta bergerak lainnya dan harta tidak bergerak. Subkategorinya secara spesifik baru menyebutkan uang tunai dan tabungan saham, obligasi, surat utang, reksadana, sepeda motor, mobil, logam mulia, peralatan elektronik, dan tanah dan bangunan.

Memang, sepeda tidak disebutkan secara spesifik. Dan ada banyak kebingungan untuk menentukan harta mana saja yang harus dimasukkan di dalam SPT Tahunan.

Pertanyaan yang hadir sebelum itu, kenapa kok kita harus melaporkan harta di SPT Tahunan?

Helicopter view-nya adalah data. Negara ingin melihat bagaimana rakyat menggunakan penghasilannya. Dari kacamata Keynes, penghasilan akan terbagi dua. Pertama, untuk konsumsi. Kedua, untuk menambah harta. Jika penghasilan itu habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan seperti makan dan minum, air, dan listrik, berarti itu konsumsi. Sebaliknya, bila tidak habis dan masih ada wujud utuhnya, berarti itu harta. Dari definisi itu, sepeda, termasuk juga alat-alat elektronik juga adalah harta.

Data itu sebenarnya berguna untuk melihat peningkatan kesejahteraan riil masyarakat. Sebagai big data, laporan harta kekayaan itu (yang juga memuat utang), banyak sekali kegunaannya, meski sampai sekarang belum tergali lebih dalam.

Hanya menjadi ramai, karena sepeda kini menjadi gaya hidup. Mumpung lagi banyak penggunanya, momen itu dimanfaatkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pelaporan harta.

Jadi, apakah sepeda tidak dipajaki?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline