Chelsea punya dua gelandang bertahan, N'golo dan Kante. Begitulah ucap banyak orang untuk memuji performa pemain asal Perancis tersebut. Permainan apiknya di final Liga Champion seakan menjadi puncak ekstasi dari rangkaian penampilan briliannya. Kevin De Bruyne yang menjadi motor serangan City dibuat mati kutu. Satu takel bersih Kante terhadap pemain asal Belgia tersebut menjadi highlight pertandingan tersebut.
N'Golo Kante pun dianggap sudah meraih segalanya sebagai tim. Gelar juara Liga Champion ini melengkapi pencapaiannya dalam merengkuh juara liga domestik, juara liga Eropa, dan juara Piala Dunia bersama Perancis, sebuah gelar prestise yang bahkan belum diraih oleh baik Messi maupun Christiano Ronaldo.
Atas prestasi tersebut, nama Kante mulai dibicarakan kepantasannya untuk menerima penghargaan individu sebagai pemain terbaik dunia!
Namun, kita tahu betapa sulitnya seorang gelandang bertahan untuk menerima penghargaan ini. Pasalnya, di posisi tersebut, seorang pemain jarang mendapatkan sorotan seperti halnya para pemain menyerang. Sebut saja dalam 10 tahun terakhir hanya ada 3 penerima Ballon Dr. Messi dan Ronaldo yang selalu bersaing, dan hanya Luka Modric menyellip karena menjadi tulang punggung Kroasia saat tampil brilian di Piala Dunia 2018 sebelum dikandaskan oleh Perancis (Perancis yang diperkuat Kante).
Kante yang selama ini tampak di bawah sorotan cahaya pemain-pemain bintang lain baru mulai dibicarakan dengan layak. Pemain yang tak pernah berhenti tersenyum ini menaikkan derajat seorang pemain gelandang bertahan.
Kante menambah deretan pemain gelandang bertahan yang ikonik. Kita pasti tahu Gattuso, seorang destroyer, yang bermain di posisi itu dengan energi yang tak pernah habis dan tak segan menebas lawan. Keras! Andrea Pirlo memberi level yang berbeda pada perannya sebagai deep-lying playmaker. Berada di posisi gelandang bertahan, namun ia mengontrol permainan! Selain itu kita kenal Makalele dan Essien, tipe gelandang bertahan modern yang bisa bermain jangkar dan mampu menyerang dengan baik pula. Ada nama-nama lain seperti Ramsey dan Coquelan yang sayangnya diselimuti inkonsistensi maupun cedera.
Kante berada di dimensi yang berbeda. Pemain ini sangat tenang. Dia seakan bisa membaca permainan lawan. Lalu muncul di posisi yang tepat untuk menghentikan bola. Guyonannya, bumi 70% tertutup oleh air. Sisanya ditutupi oleh Kante. Itu untuk menunjukkan betapa Kante selalu muncul di mana saja dan tiba-tiba saja menghadang bola dengan bersih. Tanpa pelanggaran.
Alur serangan pun kerap dimulai dari Kante. Ia tidak sembarangan menghadang bola. Bola diarahkannya dengan tepat ke orang yang kemudian membangun serangan.
Hal yang paling kini disorot adalah attitude Kante yang sangat rendah hati. Kisahnya yang hampir tidak menekuni sepakbola dan menjadi akuntan membuat dia selalu bersyukur bisa mencari nafkah lewat sepakbola. Bahkan dia bersyukur masih bisa mencari nafkah. Setiap diwawancara, ia selalu menihilkan keakuan dan hanya berbicara tentang tim. Saat orang-orang mencium si kuping besar, Kante hanya menepuk piala itu dan melewatinya.
Tidak ada pelatih yang tidak mencintai Kante. Itu juga yang diungkapkan Tuchel yang selalu tersenyum setiap bertemu Kante. Tampaknya dia sangat bersyukur punya Kante di timnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H