Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Berhadapan dengan Covid-19 Saat Berjuang Mendapatkan THR Kompasiana

Diperbarui: 8 Mei 2021   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan layar Twitter pribadi.

Benar kata orang, kita akan tahu pedihnya Covid-19 sampai kita sendiri atau orang-orang terdekat kita merasakannya. Covid-19 itu datang, mengetuk pintu rumah. Senin pekan lalu, Bapak menelepon, mengaku kehilangan penciuman. Mulanya, serumah kebauan bangkai tikus. Hanya Bapak yang tidak mencium sama sekali. Tes minyak kayu putih, juga sama sekali tak tercium apa-apa.

Segera lakukan antigen. Hanya di Palembang, hasilnya tidak langsung keluar. Butuh beberapa jam. Hasilnya, positif. Sesuai standar, lakukan PCR test. Hasilnya pun baru keluar Rabu. Positif.

Saat itu hanya anosmia yang dirasa. Yang lain dipikir batuk biasa. Tidak ada demam. Kuminta beli Oxymeter untuk mengecek saturasi darah. Namun dengan cepat, terjadi perburukan. Sesak. Ngilu. Pembengkakan jantung. Dari isoman ke bangsal biasa, dari bangsal biasa ke ICU hingga terapi plasma konvalesen. Malam-malam kami sekeluarga mencari informasi pendonor plasma sampai kubuat woro-woro di Twitter.

Sejak itu, aku menulis berbagai tema dengan menahan isak di dada. Sebab, tak sedikit tema yang membangkitkan kenangan masa kecil bersama Bapak. Seperti tema madu. Aku penderita asma. Saat kecil, Bapak mencari madu hutan ke mana-mana. Ia menemaniku yang malam-malam sesak napas. Sekarang, ia yang merasakannya. Sendirian di ruang isolasi. Tak ada yang menemani.

Satu tulisan saat bercerita hikmah dari Abdurrahman bin Auf pun terpaksa diturunkan. Ada pihak yang tersinggung dengan tulisan itu. Sebenarnya tidak terganggu apa pun komentar orang. Hanya saja beberapa orang memburu media sosialku. Status duka soal Bapak pun dihajar begitu saja. Tanpa empati sama sekali.

Tangkapan layar pribadi.

Tangkapan layar pribadi

Ini tahun ketiga aku mengikuti THR Kompasiana. Aku tahu peluangku kecil sekali. Hanya saja, tahun ini, THR Kompasiana terasa begitu personal. Sebab aku menuliskan banyak tema dalam emosi yang membuncah. Sambil berharap Bapak sembuh segera.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline