Dalam sajak ini, kita terpaksa memberi jarak
sehingga tak mungkin ada jabatan tangan
apalagi pelukan. Kau seolah menatapku dari
seberang ingatan sambil bercerita
tentang kuda dan unta sakit yang dipisahkan
dan tentang malam yang dingin, berangin
sang muadzin menyuruh orang salat di rumahnya masing-masing.
Namun, di bawah takdir, ada yang merasa tak punya rasa takut
Bumi adalah bola yang bergulir
Dengan kemungkinan 100% maut.
Hanya siapa nama yang keluar hari ini, besok, tulat, maupun tuban
Adalah rahasia.
Dalam sajak ini, tidak perlu ada yang perlu disembunyikan
Seperti kebanyakan kekasih jarak jauh
Bisa saja berkata aku mencintaimu lewat pesan
Saat sedang berjalan-jalan di tengah kota
Mengabaikan perenggangan sosial yang diberlakukan.
Aku adalah sebuah buku yang membiarkan halamannya terbuka
Dan kubiarkan kau membunuh waktu
Dengan cara membaca satu demi satu
Tak akan ada abjad yang berlompatan, melarikan diri
Sebab kesadaran menjadi kata dan kalimat
Lebih penting dari sendiri bersembunyi di sebuah tempat
Dalam sajak ini, kita sulit bersatu
Sampai seseorang menemukannya
Membacakannya begitu tersedu
(2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H