Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Beda Diksi "Banjir" di Masa Anies dan Ahok

Diperbarui: 18 Desember 2019   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan layar pribadi / twitter TMC Polda Metro Jaya

Hujan mengguyur Jakarta. Deras selama beberapa jam. Akibat ulah alam tersebut sejumlah titik di Jakarta terkena "banjir". Yang lebih bikin heboh, salah satu kawasan yang terkena dampak adalah sekitaran Senayan, kawasan kaum menengah ke atas, sehingga mau tidak mau, warganet begitu riuh mengutuk "banjir" tersebut.

Apalagi ini momennya Anies Baswedan. Secara politik, Anies masih memiliki musuh politik. Tidak seperti Cobra Jawa yang kehilangan musuh alaminya sehingga menyerbu permukiman penduduk. Musuh alami Anies adalah barisan sakit hati yang kalah olehnya di pemilihan lalu.

Satu hal yang bagus adalah manakala berbagai media kompak menggunakan kata "banjir" untuk menanggapi fenomena ini. Salah satunya akun TMC Polda Metro Jaya. Lucunya, untuk fenomena yang sama pada tahun 2015, akun tersebut tidak menggunakan kata itu, melainkan menggunakan kata "genangan".

Pada tangkapan layar pertama, ketinggian air 20-30 cm, disebut banjir. Pada tangkapan layar kedua, bulan Februari 2015, ketinggian air 30-40 cm disebut genangan.

Sebenarnya, apa sih arti kata banjir itu?

Menurut KBBI:

ban*jir 1 v berair banyak dan deras, kadang-kadang meluap (tentang kali dan sebagainya): karena hujan turun terus-menerus, sungai itu --; 2 n air yang banyak dan mengalir deras; air bah: pada musim hujan, daerah itu sering dilanda --; 3 n Geo peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat; 4 v ki datang (ada) banyak sekali: menjelang Lebaran di pasar -- petasan;

Sebenarnya, dari definisi di atas, genangan dan banjir bisa dibilang sama saja artinya. Hanya saja, bahasa memiliki rasa, bahasa juga dapat bergeser maknanya. Menggunakan kata "genangan" seakan-akan mengecilkan masalah. Sedangkan menggunakan kata "banjir" seakan-akan membesarkan masalah.

Kesan itulah yang bikin warganet pendukung dan pengkritik kian ricuh di media sosial. Saya sih mau mengusulkan, daripada genangan dan banjir, sekarang kita lebih cocok menggunakan "air yang menolak meresap ke dalam tanah dan terjebak tak bisa kembali ke lautan".

Hanya saja, saya sebagai warga Bogor yang mencari nafkah di Jakarta, menganggap, kok banjir rasanya cuma dijadikan gimik doang dalam politik. Sejak saya masih kuliah di Bintaro, 2007 lalu, banjir terus menjadi persoalan.

Berbagai ucapan, berbagai janji diucapkan, tapi banjir selalu ada. Apa harus Presiden sendiri yang menangani banjir? Eh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline