Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Tak Mau Mengulang Bandung Lautan Sampah

Diperbarui: 3 Maret 2019   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampah di trotoar Bandung. Detik.

Bandung Lautan Sampah. Tak mungkin bisa kulupakan, pada tahun 2005 silam, tumpukan sampah menggunung di banyak titik di trotoar-trotoar Bandung. Bukan hanya tak enak dipandang, tumpukan sampah itu menguarkan bau busuk tak terperanjat. lalat-lalat hijau sebesar kacang beterbangan di sekitarnya. Melihatnya, siapa pun dijamin akan kehilangan selera makannya.

Cerita sampah tersebut pasti menancap di benak siapa pun yang menyaksikannya. Penyebabnya adalah tempat pembuangan sampah akhir Leuwi Gajah mengalami longsor sehingga tidak bisa digunakan. Siklus pembuangan sampah di Bandung pun kehilangan satu mata rantainya yang penting.

Hal ini menunjukkan sampah menjadi bumerang bila tak dikelola dengan baik.

Bayangkan, data yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup (2018) menyebutkan bahwa per hari, satu orang bisa memproduksi sampah 0,5-0,8 kg. Kalau ada 200.000 jiwa, sampah yang dihasilkan setidaknya mencapai 100 ton per hari. Parahnya, rata-rata TPA hanya mampu menampung 50% sampah yang dihasilkan masyarakat.

Gunung sampah di TPA. Djarum.


Lalu ke mana sisanya?

Pengelolaan sampah,sebagai sebuah siklus, tidak bisa menggantungkan diri pada TPA. Pengelolaan itu harus dimulai dari sumbernya. Rumah tangga serta perilaku masyarakat itu sendiri.

Sebagai individu, kadang kita melupakan hal-hal kecil. Contohnya, konsumsi air putih. Ketimbang membeli air mineral dengan kemasan plastik, lebih baik kita membekali diri dengan membawa botol minum air. Isi secukupnya setiap berangkat dari rumah. Dengan cara itu, kita akan mengurangi produksi sampah plastik dari minuman dalam kemasan. Perilaku lain yang bisa kita lakukan adalah mengurangi penggunaan kantong plastik. Setiap berbelanja, bawa kantong (goodie bag) dari rumah.

Edukasi minimalisasi penggunaan kantong plastik saat berbelanja ini misalnya sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor. Berbagai swalayan Kota Bogor sudah tidak menyediakan kantong plastik bagi pelanggannya. Hal semacam ini diharapkan dapat mengubah perilaku individu dalam penggunaan kantong plastik.

Di sisi rumah tangga, banyak hal juga bisa dilakukan agar makin sadar lingkungan. Pertama, perlu penanaman kesadaran dan pengetahuan tentang sampah itu sendiri. Sampah ada yang sifatnya organik dan non organik. Keduanya perlu dipisahkan.

Lalu, sampah organik itu dapat diolah sendiri dalam skala rumah tangga. Sebagai contoh, sampah organik bisa menjadi kompos. Caranya, setiap rumah tangga menyediakan pot penampungan dan pengolahan sampah organik yang ditanam di dalam tanah. Setiap ada produksi sampah organik seperti sisa sayuran yang tidak terpakai atau sisa makanan yang tak dimakan dimasukkan ke dalamnya. Sekali sebulan bisa langsung panen kompos yang bisa digunakan untuk pupuk bunga atau tanaman di taman.

Sedangkan sampah nonorganik dapat dibedakan secara garis besar menjadi dua, yaitu sampah reusable atau recycle dan sampah unreusable. Contoh sampe unreusable itu seperti bekas pospack atau Pampers. Ini harus langsung masuk ke tong sampah. Kalau yang reusable seperti kemasan botol bisa dipisahkan untuk diangkut oleh pemulung. Atau bila rajin, sampah bekas itu bisa diolah dengan keterampilan tertentu menjadi barang-barang yang bermanfaat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline