Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Ketika Rumah Tak Sekadar Mimpi

Diperbarui: 19 Desember 2018   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komplek Perumahan. Dokumentasi pengembang, Bimo.

Suatu hari pada perjalanan pulang sekolah, kuhidupkan radio di bawah guyuran hujan deras. Dari Palembang sampai ke Sukamoro, memakan waktu hingga hampir 1 jam. Ayahku di sebelah fokus dengan setirnya.

Kudengarkan pembahasan di radio itu, tentang perbedaan kata Home dan House. Katanya, house adalah tempat tinggal, sedangkan home adalah tempat kita merasa pulang. Home yang sejati adalah rumah Tuhan.

Sekian tahun kemudian, kusaksikan rekan-rekan kantorku yang bekerja dengan keras, tapi tidak punya rumah. Risiko pekerjaan membuat kami harus berpindah-pindah tempat bekerja. Keberadaan rumah dinas sering membuat lupa punya rumah.

Aku tidak mau seperti itu. Aku ingin punya rumah, yang memiliki baik makna home maupun house, tempat tinggal sekaligus tempat merasa jiwaku pulang.

Alhamdulillah, niat itu tercapai. Pada Januari 2017, aku membeli rumah. Cicil selama 5 tahun. Kapasitasku belum mampu membeli tunai. Menunggu pas tunai, tidak akan tercapai karena kenaikan harga properti selalu lebih tinggi dari inflasi yang menjadi dasar kenaikan penghasilan. Maka, kuputuskan membeli rumah sederhana, tipe 45/72 di pinggiran Citayam. Bahagia rasanya.

Makin kini, harga rumah makin mahal. Kadang kuberi tahu teman-teman dekatku, segera membeli rumah. Generasi milenial seperti kami kadang lupa punya rumah. Yang dibeli malah mobil dulu.

Tinggal di kontrakan yang sebulan lebih dari 2 juta. Uangnya digunakan untuk berjalan-jalan, berbelanja, nongkrong di kafe. Bayangkan kalau semua itu digunakan untuk membeli rumah?

Di lain sisi, lahan makin sempit. Makin lama, hunian makin dikembangkan jauh ke pinggiran. Harga yang dekat kian tak terjangkau. Melejit. Tak pandai memanfaatkan momentum, selamanya kita tak akan punya rumah.

Untunglah, Pemerintah sadar bahwa generasi milenial butuh diperhatikan. Milenial membutuhkan properti yang bisa dijangkau oleh mereka. Pemerintah pun bekerja sama dengan BUMN untuk menjawab kebutuhan tersebut. Salah satu yang menyambut baik itu adalah Bank Tabungan Negara (BTN).

BTN selama ini dikenal sebagai juaranya KPR. Saya punya impresi yang positif dengan BTN ketika bertemu sales rumah subsidi. Sebagaimana kita tahu, kepemilikan rumah subsidi hanya untuk masyarakat dengan syarat tertentu.

Disebut juara, karena selama 42 tahun berdiri, BTN telah melayani lebih dari 4,2 juta akad KPR. Adapun nilai KPR yang sudah terealisasi telah mencapai lebih dari Rp 257,6 triliun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline