Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Hoaks dan Kesadaran Literasi

Diperbarui: 3 Agustus 2018   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hoaks. Sumber: Posek Soppeng.

Aisyah pernah dituduh berzina dengan salah satu sahabat  Rasul, Shafwan bin Muaththal. Saat itu, Aisyah mengikuti Rasulullah SAW  dalam suatu peperangan. Aisyah tertinggal di belakang. Lalu, sang  sahabat yang mengantarkan Aisyah menyusul rombongan. Kemudian, kabar tak  sedap itu diembuskan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Kabar itu sampai  ke telinga Rasulullah SAW hingga beliau sempat memanggil Ali bin Abi   Thalib dan Usamah ketika wahyu belum kunjung turun  untuk minta  pendapat kepada mereka berdua tentang perpisahan beliau  dengan Aisyah.

Singkat cerita, kabar itu terbukti hanyalah fitnah. Turun pula wahyu dalam Surat An Nuur, 11:

"Sesungguhnya   orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu   juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu  bahkan  ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka  mendapat  balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara  mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita  bohong itu  baginya azab yang besar."

Telah nyata, sejak  dahulu kala bahwa hoaks atau kabar bohong dapat meresahkan masyarakat,  bahkan bangsa. Untuk mengatasi hoaks, tentu ada dua dimensi yang harus  diperhatikan: pencegahan dan penindakan. Begitu bahayanya sebuah  kebohongan sampai-sampai, pada masa itu, mereka yang membantu  menyebarkan mendapatkan hukuman cambuk. Apalagi yang pertama kali  menyebarkan, tentu mendapatkan hukuman yang bikin jera.

Sebagai  Menteri Agama, saya akan memberikan rekomendasi kepada pihak yang  berwenang untuk memberikan hukuman bertingkat bagi para penyebar hoaks  sesuai dengan perannya.

Pencegahan Lebih Penting

Dalam  level kebijakan, pencegahan tindak kejahatan lebih terasa penting.  Untuk mencegah sesuatu, kita perlu mengetahui akar permasalahannya  terlebih dahulu.

Indonesia mendapatkan efek negatif sebagai negara  berkembang. Negara berkembang mau tidak mau hanya mengekor kepada  kemajuan zaman. Ke mana zaman bergerak, di sana kita mengikuti.  Perubahan dunia dengan budaya digital disadari atau tidak ternyata  membawa dampak buruk bagi kita. Sebab kita baru berbenah dari tradisi  budaya lisan menuju budaya tulisan. Sebelum mapan, budaya digital telah  masuk ke Indonesia.

Dampak dari arus digitalisasi informasi itu  adalah kita tenggelam dalam lautan informasi. Dalam lautan informasi  itu, kita tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Semua yang ada  di internet, media sosial, kita anggap sebagai kebenaran dan kita tak  ragu ikut menyebarkannya.

Pola pikir inilah yang harus dicegah,  yakni dengan kembali membangun pondasi budaya literasi yang secara  sederhana diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Namun,  sebenarnya literasi memiliki makna lebih. Literasi berarti pengetahuan.  Kemampuan literasi seseorang berarti seseorang tersebut memiliki  pemahaman terhadap sesuatu dan bertindak dengan pemahamannya itu.

Pematangan Kemampuan Literasi dan Kebijakan Sebagai Menteri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline