Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Menulis Itu Susah, Dik!

Diperbarui: 31 Maret 2018   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kontenesia.com

Kasus plagiarisme yang dilakukan Devi Eka terus bergulir. Sampai siang ini, disebut-sebut sudah 30 cerita pendek dan 3 buah novel hasil jiplakan (update: dalam klarifikasi, Devi Eka menyebut ia menjiplak 13 cerpen + 1 novel) . Bisa dibilang, inilah kasus plagiarisme terbesar sepanjang sejarah (yang saya tahu), jauh lebih besar dari yang pernah dilakukan Afi Nihaya Faradisa.

Pasalnya, Devi Eka menyontek secara utuh karya-karya tersebut. Hanya diganti judul dan nama tokohnya. Selain itu, berbeda dengan Afi yang mendapatkan ketenaran melalui media sosial, Devi Eka mendapatkan materi dari hasil jiplakannya. Ia bahkan pernah hampir memenangkan sebuah penghargaan utama di UNSA (yang kemudian pihak UNSA mencabut gelar itu, apalagi diketahui karya-karya yang ia kirimkan ke UNSA adalah hasil jiplakan).

Sumber: Rido Arbain

tangkapan gambar pribadi

Publik pun marah, geram, tak tahu harus berkata apa lagi untuk kasus ini. Kegeraman itu bertambah manakala ada kesan pembelaan dari bos sebuah penerbit yang telah menerbitkan buku Devi Eka. Semua orang yang mengkritik beliau itu (si bos) bahkan dihapus dari pertemanan di media sosial. Usut diusut, kasus ini sebenarnya sudah tercium sedikit oleh seorang netizen, Rido Arbain, yang mengkritik naskah Devi Eka ke penerbit tersebut. Namun, sayangnya, ia tak mendapatkan tanggapan yang berarti.

Plagiarisme dan Tuntutan Hukum

Berbeda dengan kasus Afi yang mempublikasikan tulisannya di status Facebook, kasus Devi Eka memiliki implikasi yang lebih serius. Penerbitan sebuah buku didasarkan pada perjanjian penerbitan melalui kontrak. Kontrak tentu memiliki kekuatan hukum tertentu. Pelanggaran atas kontrak berarti merupakan pelanggaran hukum. Pihak penerbit sudah seharusnya menuntut Devi secara hukum.

Bukan hanya penerbit, pihak penulis yang dijiplak pun bisa menuntut keadilan. Devi memperoleh royalti dari tulisan yang diakuinya. Ada kerugian material yang diderita penulis asli.

Maka, penjara atau denda, adalah suatu keniscayaan bagi Devi.

Pelajaran Buat Redaktur Payah

Pertanyaan berikutnya, apa kerjaan redaktur yang menerima dan menyeleksi naskah? Sebagai pengelola sebuah jurnal ilmiah, saya selalu dibantu oleh aplikasi plagiarisme checker. Sebagus apapun karya yang hendak diterbitkan, kami harus punya keyakinan memadai bahwa tidak ada unsur plagiarismenya. Bukan cuma plagiarisme utuh yang mudah banget diidentifikasi sebenarnya, melainkan juga plagiarisme yang sifatnya mosaic plagiarisme, atau pun plagiarisme yang tidak disengaja seperti kesalahan dalam cara mengutip.

Di sisi lain, koran-koran juga sepatutnya mengunggah secara elektronik karya-karya yang sudah dimuat sebelumnya untuk memudahkan identifikasi plagiarisme. Dan yang lebih penting, seorang redaktur harus memahami tulisan, memperbanyak pengetahuan dalam bidang kepenulisan agar punya rasa mawas diri, rasa bahasa yang tinggi, untuk mencurigai setiap tulisan yang memiliki kejanggalan.

Menulis Itu Susah!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline